Sabtu, 19 November 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Kanaan (6) & Thalut dan Nabi Daud a.s. Melawan Jalut dan Balatentaranya


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXXXIII


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Kanaan - "Negeri yang Dijanjikan" (6) & Thalut dan Nabi Daud a.s. Melawan Jalut dan Balatentaranya

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ ۙ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ مِنِّیۡۤ اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۙ قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ ۙ کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿۲۵۰

Maka tatkala Thalut berangkat dengan balatentaranya ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa minum darinya maka ia bukan dariku, dan barangsiapa tidak pernah mencicipinya maka se-sungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk dengan tangannya.” Tetapi mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami hari ini untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya.” Tetapi orang-orang yang meyakini bahwa sesungguhnya mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allāh beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah [2]:250).

Pada Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai pengangkatan Thalut atau Gideon sebagai raja bagi suku-suku Bani Israil, firman-Nya:

وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿۲۴۷

Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata: “Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan daripada-nya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).

Terhadap keberatan serta alasan duniawi para pemuka Bani Israil atas pengangkatan Thalut tersebut dijawab oleh nabi mereka – yang dalam Bible disebut Samuel -- firman-Nya:

وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿۲۴۹﴾٪

Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan-mu dan pusaka peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat, sesungguhnya dalam hal ini benar-benar ada suatu Tanda bagimu, jika kamu sungguh orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah [2]:249).

Ujian Melintasi Sungai

Dikarenakan lawan yang harus dihadapi oleh Thalut atau Gideon merupakan kaum kaum persekutuan yang kuat -- yang di dalam Al-Quran disebut sebagai “Jalut dan balatentaranya” – oleh karena itu atas petunjuk Allah Swt. Thalut melakukan seleksi atas pasukannya, yaitu dengan menyebrangi sebuah sungai, firman-Nya:

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوۡتُ بِالۡجُنُوۡدِ ۙ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ مُبۡتَلِیۡکُمۡ بِنَہَرٍ ۚ فَمَنۡ شَرِبَ مِنۡہُ فَلَیۡسَ مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ لَّمۡ یَطۡعَمۡہُ فَاِنَّہٗ مِنِّیۡۤ اِلَّا مَنِ اغۡتَرَفَ غُرۡفَۃًۢ بِیَدِہٖ ۚ فَشَرِبُوۡا مِنۡہُ اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ فَلَمَّا جَاوَزَہٗ ہُوَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۙ قَالُوۡا لَا طَاقَۃَ لَنَا الۡیَوۡمَ بِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یَظُنُّوۡنَ اَنَّہُمۡ مُّلٰقُوا اللّٰہِ ۙ کَمۡ مِّنۡ فِئَۃٍ قَلِیۡلَۃٍ غَلَبَتۡ فِئَۃً کَثِیۡرَۃًۢ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿۲۵۰

Maka tatkala Thalut berangkat dengan balatentaranya ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan mencobai kamu dengan sebuah sungai, lalu barangsiapa minum darinya maka ia bukan dariku, dan barangsiapa tidak pernah mencicipinya maka sesungguhnya ia dariku, kecuali orang yang menciduk seciduk dengan tangannya.” Tetapi mereka minum darinya kecuali sedikit dari mereka, lalu tatkala ia dan orang-orang yang beriman besertanya telah menyeberanginya mereka berkata: “Tidak ada kemampuan pada kami hari ini untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya.” Tetapi orang-orang yang meyakini bahwa sesungguhnya mere-ka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak golongan yang sedikit telah mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah [2]:250).

Kekecualian mengenai air seciduk tangan itu mengandung dua tujuan: (1) memberikan kepada pasukan yang sedang berderap maju itu sedikit kelegaan jasmani dengan mengizinkan mereka membasahi kerongkongan mereka yang kekeringan, tetapi di samping itu mencegah mereka dari minum sebebasnya yang bisa mendinginkan semangat mereka dan menjadikan mereka lengah terhadap musuh; (2) membuat cobaan itu lebih menggelitik perasaan, sebab acapkali terjadi lebih mudah bagi seseorang untuk menjauhkan diri sama sekali dari sesuatu daripada mencicipinya dalam kadar terbatas sekali. Lihat Hakim-hakim 7:5-6.

Kata nahar berarti pula “limpah-ruah”. Dalam pengertian tersebut ayat ini berarti bahwa mereka akan diuji oleh “limpah-ruah”, mereka yang menyerah kepada godaannya biasanya menjadi tidak mampu melaksanakan pekerjaan Allah Swt. tetapi mereka yang menggunakannya dengan mengekang haw nafsu biasanya meraih kemenangan. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

وَ لَمَّا بَرَزُوۡا لِجَالُوۡتَ وَ جُنُوۡدِہٖ قَالُوۡا رَبَّنَاۤ اَفۡرِغۡ عَلَیۡنَا صَبۡرًا وَّ ثَبِّتۡ اَقۡدَامَنَا وَ انۡصُرۡنَا عَلَی الۡقَوۡمِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿۲۵۱﴾ؕ

Dan tatkala mereka maju untuk menghadapi Jalut dan balatentaranya, mereka berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah ketabahan atas kami, teguhkanlah langkah-lang-kah kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir.” (Al-Baqarah [2]:251).

Makna Kata Jalut & Balatentaranya dan Nabi Daud a.s.

Kata Jalut itu nama sifat yang artinya, seseorang atau satu kaum yang sukar diperintah dan “berkeliar sambil menjarah-rayah” dan mengganggu orang-orang lain. Dalam Bible nama yang sejajar ialah Goliat (I Samuel 17:4) yang berarti “ruh-ruh yang suka berlari-lari, menyamun dan membinasakan,” atau “pemimpin” atau “raksasa” (Encyclopaedia Biblica. & Jewish Encyclopaedia).

Bible memakai nama ini mengenai seseorang, tetapi sesungguhnya kata itu menyandang arti segolongan perampok yang kejam, sungguhpun dapat pula dikenakan kepada perseorangan-perseorangan tertentu yang melambangkan ciri khas golongan itu. Al-Quran agaknya telah mempergunakan kata itu dalam ayat yang sedang dibicarakan.

Jalut yang disebut dalam ayat ini tidak bermakna seseorang melainkan suatu kaum, sedang kata “balatentara” menunjuk kepada para pembantu dan sekutu kaum itu. Bible menunjuk kepada Jalut dengan nama kaum Midian yang menjarah dan menyerang Bani Israil dan membinasakan tanah mereka untuk beberapa tahun (Hakim-hakim 6:1-6). Kaum Amalek dan semua suku bangsa di sebelah timur membantu kaum Midian dalam penyerangan mereka (Hakim-hakim 6:3) dan merupakan “balatentara” yang disebut dalam ayat ini.

فَہَزَمُوۡہُمۡ بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۟ۙ وَ قَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوۡتَ وَ اٰتٰىہُ اللّٰہُ الۡمُلۡکَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ عَلَّمَہٗ مِمَّا یَشَآءُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ ۙ لَّفَسَدَتِ الۡاَرۡضُ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ ذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿۲۵۲ تِلۡکَ اٰیٰتُ اللّٰہِ نَتۡلُوۡہَا عَلَیۡکَ بِالۡحَقِّ ؕ وَ اِنَّکَ لَمِنَ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿۲۵۳

Maka mereka mengalahkan mereka itu yakni Jalut dan bala tentaranya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut, Allah memberinya kerajaan dan kebijaksanaan serta mengajarkan kepadanya apa yang Dia kehendaki. Dan seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan, tetapi Allah memiliki karunia atas seluruh alam. Itulah Ayat-ayat Allah, Kami membacakannya kepada engkau (Muhammad) dengan haq, dan sesungguhnya engkau benar-benar salah seorang dari antara rasul-rasul. (Al-Baqarah [2]:252-253)

Thalut atau Gideon berhasil mengalahkan Jalut atau kaum Midian, tetapi kekalahan besar yang disebut dalam ayat ini dengan terbunuhnya Jalut terjadi di zaman Nabi Dawud a.s., kira-kira 200 tahun kemudian. Menurut Bible orang yang dikalahkan oleh Nabi Daud a.s. adalah Goliat (I Samuel 17:4), yang cocok dengan Jalut. Mungkin nama sifat yang diberikan oleh Al-Quran kepada kaum itu pun disandang oleh pemimpin mereka di zaman Nabi Daud a.s..

Kata-kata “Dan seandainya Allah tidak menyingkirkan kejahatan sebagian manusia oleh sebagian lainnya, niscaya bumi akan penuh dengan kerusakan” melukiskan dengan ringkas seluruh filsafat ihwal segala bentuk perang yang dilancarkan demi kebenaran dan keadilan. Perang hanya dipakai sebagai wahana untuk mencegah kekacauan dan menegakkan kembali keamanan, dan bukan menimbulkan kekacauan, mengganggu keamanan, dan merampas kemerdekaan bangsa-bangsa lemah.

Dalam surah-surah Al-Quran lainnya Jalut dan balatentaranya yakni kaum Midian serta kaum-kaum pendukungnya yang telah dikalahkan dan dipekerjakan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. untuk kepentingan kerajaan Bani Israil disebut dengan istilah jin, syaitan, kambing, gunung-gunung dan burung (QS.21:79-83; QS.34:11-15; QS.38:18-27), yang telah diartikan secara keliru oleh orang-orang yang tidak memahami berbagai makna dari misal-misal (perumpamaan) yang dikemukakan Allah Swt. dalam Al-Quran (QS.17:90), sehingga muncullah berbagai cerita-cerita fantastis atau cerita khayal (takhayul) yang tidak sesuai dengan kenyataan sejarah yang sebenarnya mengenai kedua Rasul Allah dari kalangan Bani Israil tersebut.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar