Rabu, 02 November 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Madinah (11) & Pengulangan Makar-makar Buruk Kaum Yahudi


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXX


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Madinah (11) & Pengulangan Makar-makar Buruk Kaum Yahudi

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

ۡ لَاۤ اَنۡ کَتَبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمُ الۡجَلَآءَ لَعَذَّبَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا ؕ وَ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابُ النَّارِ ﴿۳ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ شَآقُّوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ۚ وَ مَنۡ یُّشَآقِّ اللّٰہَ فَاِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿۴

Dan seandainya tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, niscaya Allah telah mengazab mereka di dunia ini juga,a dan bagi mereka di akhirat ada azab Api. Hal demikian itu karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan abarangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya azab Allah sangat keras. (Al-Hasyr [59:4-5).


Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai pengulangan makar-makar buruk kaum Yahudi terhadap para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan Bani Israil, khususnya terhadap Nabi Sulaiman a.s., yang kemudian mereka lakukan pula terhadap Nabi Besar Muhammad saw. di Madinah, firman-Nya

وَ اتَّبَعُوۡا مَا تَتۡلُوا الشَّیٰطِیۡنُ عَلٰی مُلۡکِ سُلَیۡمٰنَ ۚ وَ مَا کَفَرَ سُلَیۡمٰنُ وَ لٰکِنَّ الشَّیٰطِیۡنَ کَفَرُوۡا یُعَلِّمُوۡنَ النَّاسَ السِّحۡرَ ٭ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ عَلَی الۡمَلَکَیۡنِ بِبَابِلَ ہَارُوۡتَ وَ مَارُوۡتَ ؕ وَ مَا یُعَلِّمٰنِ مِنۡ اَحَدٍ حَتّٰی یَقُوۡلَاۤ اِنَّمَا نَحۡنُ فِتۡنَۃٌ فَلَا تَکۡفُرۡ ؕ فَیَتَعَلَّمُوۡنَ مِنۡہُمَا مَا یُفَرِّقُوۡنَ بِہٖ بَیۡنَ الۡمَرۡءِ وَ زَوۡجِہٖ ؕ وَ مَا ہُمۡ بِضَآرِّیۡنَ بِہٖ مِنۡ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذۡنِ اللّٰہِ ؕ وَ یَتَعَلَّمُوۡنَ مَا یَضُرُّہُمۡ وَ لَا یَنۡفَعُہُمۡ ؕ وَ لَقَدۡ عَلِمُوۡا لَمَنِ اشۡتَرٰىہُ مَا لَہٗ فِی الۡاٰخِرَۃِ مِنۡ خَلَاقٍ ۟ؕ وَ لَبِئۡسَ مَا شَرَوۡا بِہٖۤ اَنۡفُسَہُمۡ ؕ لَوۡ کَانُوۡا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿۱۰۳

Dan mereka mengikuti apa yang diikuti oleh syaithan-syaitan yakni para pemberontak di masa kerajaan Sulaiman, dan bukan Sulaiman yang kafir melainkan syaitan-syaitan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia. Tetapi mereka itu mengaku mengikuti apa yang telah diturunkan kepada dua malaikat, Harut dan Marut, di Babil. Dan keduanya tidaklah mengajar seorang pun hingga mereka mengatakan: Sesungguhnya kami hanya cobaan dari Tuhan, karena itu janganlah kamu kafir.” Lalu orang-orang belajar dari keduanya hal yang dengan itu mereka membuat pemisahan di antara laki-laki dan istrinya, dan mereka sekali-kali tidak mendatangkan mudarat kepada seorang pun dengan itu kecuali dengan seizin Allah, sedangkan mereka ini (orang-orang YahudI) belajar hal yang mendatangkan mudarat kepada diri mereka dan tidak bermanfaat baginya. Dan sungguh mereka benar-benar mengetahui bahwa barangsiapa berniaga dengan cara ini niscaya tidak ada baginya suatu bagian keuntungan di akhirat, dan benar-benar sangat buruk hal yang untuk itu mereka menjual dirinya, seandainya mereka mengetahui. (Al-Baqarah [2]:104).

Dalam Bab-bab awal telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan syaitan tidak hanya merujuk kepada makhluk halus yang disebut syaitan, tetapi juga dapat dikenakan kepada orang-orang kafir, khususnya para penentang Rasul Allah, demikian juga makna syaitan dalam firman Allah Swt. di atas.

Pengulangan Makar-makar Buruk Kaum Yahudi

‘Ala membawakan arti fii, artinya “dalam” atau “sewaktu” dan “terhadap” (Mughni). Kata depan ini dipakai juga dalam Quran dalam arti “sesuai dengan” (QS.2:113); sebagai menunjuk kepada sebab (QS.2:186); dalam arti fii (QS.28:16) dan min (dari) (QS.83:3). Tala ’alaihi berarti pula “ia berdusta terhadap dia” (Taj’ul ‘Arus, Al-Bahrul Muhith, dan Tafsir Kabir Imam Razi).

Sihr berarti: akal licik, dursila; sihir; mengadakan apa-apa yang palsu dalam bentuk kebenaran; setiap kejadian yang sebab-sebabnya tersembunyi, dan disangka lain dari kenyataannya (Lexicon Lane). Jadi setiap kepalsuan, penipuan atau akal licik yang dimaksudkan untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari penglihatan orang, adalah termasuk sihir juga.

Kata “dua malaikat” di sini maksudnya dua orang suci (QS.12:32), sebab kedua malaikat itu di sini diterangkan sebagai mengajar sesuatu kepada orang banyak, padahal malaikat itu tidak pernah tinggal bersama manusia dan tidak bergaul bebas dengan mereka (QS.17:95; QS.21:8).

Haruut dan Maruut itu keduanya nama sifat, yang pertama berasal dari harata (yakni merobek — Aqrab al-Mawarid) berarti “orang merobek”, dan yang kedua berasal dari marata (artinya: ia memecahkan) berarti orang yang memecahkan. Nama-nama itu mengandung arti bahwa tujuan munculnya orang-orang suci itu adalah untuk “merobek” dan “memecahkan” kemegahan dan kekuasaan kerajaan musuh-musuh kaum Bani Israil.

Kedua orang suci ini pada waktu upacara pelantikan anggota perkumpulan menerangkan kepada anggota-anggota baru bahwa mereka itu semacam percobaan dari Allah Swt. untuk maksud memisahkan antara yang baik dan yang buruk. Mereka membatasi keanggotaan perkumpulan mereka hanya pada kaum pria. Inilah makna kalimat “hal yang dengan itu mereka membuat pemisahan di antara laki-laki dan istrinya” .Ayat itu berarti bahwa orang-orang Yahudi pada masa Nabi Besar Muhammad saw. ikut-ikutan dalam rencana dan perbuatan jahat yang sama, seperti halnya yang menjadi ciri nenek-moyang mereka di zaman Nabi Sulaiman a.s..

Dikatakan selanjutnya bahwa perusuh-perusuh di zaman Nabi Sulaiman a.s. adalah pemberontak-pemberontak yang menuduh beliau sebagai orang kafir. Ayat ini membersihkan Nabi Sulaiman a.s. dari tuduhan kafir. Ditambahkannya bahwa pemberontak-pemberontak di zaman Nabi Sulaiman a.s. itu mengajarkan kepada rekan-rekan mereka sandi-sandi (lambang-lambang rahasia) yang mengandung arti yang sama sekali berbeda dari arti yang umumnya dipahami, dengan tujuan menipu orang dan menyembunyikan maksud sebenarnya.

Ayat ini mengisyaratkan kepada sekongkol rahasia yang dilancarkan para penentang Nabi Sulaiman a.s. terhadap beliau. Dengan jalan itu mereka berusaha menghancurkan kerajaannya. Hal itu mengandung arti bahwa orang-orang Yahudi Madinah sekarang mempergunakan pula siasat kotor yang sama terhadap Nabi Besar Muhammad saw.., tetapi mereka tidak akan berhasil dalam rencana-rencana jahatnya itu.

Menghasut Kisra Persia untuk Melawan Islam

Ketika orang-orang Yahudi menyaksikan kekuasaan Islam terus-menerus meluas dan perlawanan terhadap Islam di tanah Arab telah dihancurkan sepenuhnya, lagi mereka tidak dapat menghentikan atau memperlambat kemajuannya, mereka mulai menghasut orang-orang luar melawan Islam. Dan karena ditindas dan dizalimi oleh penguasa-penguasa kerajaan Kristen, mereka mencari perlindungan di Persia serta memindahkan pusat agama mereka dari Yehuda ke Babil (Hutchison’s of Nation’s, halaman 550). Berangsur-angsur mereka mulai memasukkan pengaruh besarnya ke dalam istana raja-raja Persia dan mulai membuat komplotan terhadap Islam.

Ketika Khusru II menerima surat dari Nabi Besar Muhammad saw. mengajaknya agar menerima Islam, mereka berhasil menghasutnya supaya mengirimkan perintah kepada Badhan, Gubernur Yaman, yang pada masa itu merupakan propinsi Persia, agar menangkap dan mengirimkan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai tawanan dengan dirantai ke istana Persia. Kepada komplotan-komplotan dan sekongkol orang-orang Yahudi di zaman Nabi Besar Muhammad saw. itulah ayat ini menunjuk.

Perhatian mereka (orang-orang Yahudi) ditarik kepada kenyataan bahwa pertama nenek-moyang mereka pun telah melancarkan komplotan terhadap Nabi Sulaiman a.s. ketika beberapa anggota masyarakatnya telah mendirikan perkumpulan-perkumpulan rahasia melawan beliau. Di dalam perkumpulan-perkumpulan rahasia itu diajarkan lambang-lambang dan sandi-sandi (I Raja-raja 11:29-32; I Raja-raja 11:14, 23, 26; II Tawarikh 10:2-4). Kejadian kedua ketika mereka menghidupkan kembali perkumpulan-perkumpulan rahasia ialah pada waktu mereka masih dalam tawanan di Babil pada zaman Raja Nebukadnezar.

Kedua orang suci yang disinggung dalam ayat ini ialah Nabi Hijai a.s., dan Zakaria bin Ido (Ezra 5:1). Orang-orang suci itu membatasi keanggotaannya pada kaum pria, dan menerangkan kepada para anggota baru pada waktu upacara pelantikan bahwa mereka itu semacam cobaan dari Tuhan, dan bahwa oleh karena itu kaum Bani Israil hendaknya jangan mengingkari apa-apa yang dikatakan mereka.

Ketika kekuasaan Cyrus — raja Media dan Persia — bangkit, orang-orang Bani Israil mengadakan perjanjian rahasia dengan beliau. Hal demikian sangat mempermudah untuk mengalahkan Babil. Sebagai imbalan atas jasa itu, Cyrus bukan saja mengizinkan mereka kembali ke Yeruzalem, tetapi membantu mereka pula dalam pembangunan kembali Rumah Peribadatan Nabi Sulaiman a.s. (Historians’ History of the World, ii 126).

Hasil yang Berlainan dengan harapan Orang-orang Yahudi

Ayat ini mengisyaratkan bahwa upaya-upaya kaum Yahudi pada dua peristiwa yang telah lewat itu telah membawa hasil-hasil berlainan. Pada peristiwa pertama, komplotan mereka bertujuan untuk melawan Nabi Sulaiman a.s. dan disudahi dengan kehilangan seluruh kewibawaan dan akhirnya mereka dibuang ke Babil akibat serbuan dahsyat Nebukadnezar raja kerajaan Babilonia. Pada peristiwa kedua mereka mengambil cara-cara yang sama, di bawah pimpinan dua wujud yang mendapat wahyu, dan mereka berhasil gilang-gemilang.

Untuk menegaskan bahwa apakah kegiatan kaum Yahudi terhadap Nabi Besar Muhammad saw. akan menemui kegagalan seperti dialami mereka di masa Nabi Sulaiman a.s. ataukah akan berhasil seperti di Babil, maka Al-Quran menyatakan: Mereka ini (musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw.) belajar hal yang mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak bermanfaat bagi mereka, mengisyaratkan bahwa mereka tidak akan berhasil seperti keberhasilan nenek-moyang mereka di Babil.

Kembali kepada Surah Al-Hasyr -- artinya pengusiran – sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman:

وَ لَوۡ لَاۤ اَنۡ کَتَبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمُ الۡجَلَآءَ لَعَذَّبَہُمۡ فِی الدُّنۡیَا ؕ وَ لَہُمۡ فِی الۡاٰخِرَۃِ عَذَابُ النَّارِ ﴿۳ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ شَآقُّوا اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ۚ وَ مَنۡ یُّشَآقِّ اللّٰہَ فَاِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿۴

Dan seandainya tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, niscaya Allah telah mengazab mereka di dunia ini juga, dan bagi mereka di akhirat ada azab Api. Hal demikian itu karena mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa menentang Allah, maka sesungguhnya azab Allah sangat keras. (Al-Hasyr [59:4-5).

Perlu diketahui bahwa orang-orang Yahudi di Madinah telah membuat permukiman mereka dilindungi dengan benteng pertahanan, antara lain dengan menanam pohon-pohon kurma di sekitar permukiman mereka agar pihak lawan tidak dapat memasukinya dengan mudah. Namun Allah Swt. telah membuat benteng-benteng pertahanan mereka terbukti tidak mampu melindungi mereka, firman-Nya:

مَا قَطَعۡتُمۡ مِّنۡ لِّیۡنَۃٍ اَوۡ تَرَکۡتُمُوۡہَا قَآئِمَۃً عَلٰۤی اُصُوۡلِہَا فَبِاِذۡنِ اللّٰہِ وَ لِیُخۡزِیَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿۵ وَ مَاۤ اَفَآءَ اللّٰہُ عَلٰی رَسُوۡلِہٖ مِنۡہُمۡ فَمَاۤ اَوۡجَفۡتُمۡ عَلَیۡہِ مِنۡ خَیۡلٍ وَّ لَا رِکَابٍ وَّ لٰکِنَّ اللّٰہَ یُسَلِّطُ رُسُلَہٗ عَلٰی مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿۶

Pohon kurma apa saja jenis-nya yang kamu tebang atau kamu membiarkannya berdiri pada akar-akarnya maka itu dengan izin Allah, supaya Dia menghinakan orang-orang durhaka. (Al-Hasyr [59]:6).

Yang diisyaratkan adalah penebangan pohon-pohon korma milik Banu Nadhir atas perintah Nabi Besar Muhammad saw. seperti dinyatakan dalam ayat 3, telah mengurung diri mereka di dalam benteng-benteng mereka sebagai tentangan terhadap perintah beliau saw. supaya mereka menyerah. Setelah pengepungan berlangsung beberapa hari llau Nabi Besar Muhammad saw. memerintahkan untuk memaksa mereka menyerah dengan menebangi pohon-pohon kurma mereka dari jenis linah yang mutu buahnya sangat buruk dan sama sekali tidak berguna untuk dimakan manusia (Ar-Raudh-al-Unuf). Baru saja 6 pohon ditebang, mereka menyerah (Zurqani). Perintah Nabi Besar Muhammad saw. itu sangat ringan, lunak, dan sungguh sesuai dengan hukum perang yang beradab.

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa mengingat akan sumber-sumber daya materi, persekutuan politik, dan organisasi orang-orang Yahudi di Madinah, kaum Muslim tidak pernah dapat membayangkan betapa orang-orang Yahudi bisa diusir dari Madinah dengan sangat mudah tanpa kehilangan jiwa manusia pada kedua belah pihak, itulah makna dari kalimat “Kamu sekali-kali tidak menyangka bahwa mereka akan keluar, dan mereka (orang-orang Yahudi) menyangka bahwa benteng-benteng akan melindungi mereka dari keputusan Allah, maka Allah datang kepada mereka dari arah mana yang tidak mereka sangka...”

Pembagian Harta Rampasan Perang

Sebelum berangkat dari Madinah, Banu Nadhir telah membumi-hanguskan dengan tangan mereka sendiri rumah-rumah mereka serta kekayaan yang tidak bergerak lainnya di hadapan mata kaum Muslimin. Nabi Besar Muhammad saw. telah memberi tempo 10 hari untuk menyelesaikan urusan mereka sebagaimana diinginkan oleh mereka. Hal itu terjadi sebagai benarnya pernyataan Allah Swt. selanjutnya: “dan Dia melemparkan kecemasan dalam kalbu mereka, sehingga mereka merobohkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri...” Jadi, orang-orang Yahudi Madinah adalah yang pertama-tama menjalankan politik bumi-hangus, berabad-abad sebelum bangsa Rusia melakukan serupa itu dalam Perang Dunia kedua.

Pembuangan (pengusiran) Banu Nadhir dari Medinah merupakan suatu hukuman yang amat ringan. Mereka selayaknya mendapat hukuman yang lebih berat lagi; dan seandainya mereka tidak dibuang, niscaya mereka telah mendapat hukuman keras dengan suatu cara lain.

Sebagai akibat dari pengusiran orang-orang Yahudi dari Madinah tersebut maka banyak harta kekayaan mereka yang tetap tinggal di Madinah, walau pun mereka telah melakukan “politik bumi hangus” sebelum kepergian mereka, sehubungan dengan hal itu selanjutnya Allah Swt. berfirman:

مَاۤ اَفَآءَ اللّٰہُ عَلٰی رَسُوۡلِہٖ مِنۡ اَہۡلِ الۡقُرٰی فَلِلّٰہِ وَ لِلرَّسُوۡلِ وَ لِذِی الۡقُرۡبٰی وَ الۡیَتٰمٰی وَ الۡمَسٰکِیۡنِ وَ ابۡنِ السَّبِیۡلِ ۙ کَیۡ لَا یَکُوۡنَ دُوۡلَۃًۢ بَیۡنَ الۡاَغۡنِیَآءِ مِنۡکُمۡ ؕ وَ مَاۤ اٰتٰىکُمُ الرَّسُوۡلُ فَخُذُوۡہُ ٭ وَ مَا نَہٰىکُمۡ عَنۡہُ فَانۡتَہُوۡا ۚ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ۘ﴿۷

Dan harta rampasan apa pun dari mereka yang Allah berikan kepada Rasul-Nya maka kamu tidak mengerahkan kuda maupun unta untuk harta itu, tetapi Allah memberikan kewenangan kepada rasul-rasul-Nya atas siapa pun yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta apa pun yang Allah berikan kepada Rasul-Nya sebagai ghanimah dari warga kota, itu bagi Allah dan bagi Rasul dan bagi kaum kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang musafir, supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya dari kamu. Dan apa yang diberikan Rasul kepada kamu maka ambillah itu, dan apa yang dia melarang kamu darinya maka hindarilah, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya hukuman Allah sangat keras. (Al-Hasyr [59]:8).

Karena Fai’ terdiri dari harta rampasan yang diperoleh tanpa kesulitan atau jerih payah, dan harta itu jatuh ke tangan kaum Muslimin tanpa peperangan maka para prajurit tidak mempunyai bagian dalam harta itu, dan semuanya dimasukkan ke dalam baitulmal. Ayat ini mengisyaratkan secara khusus kepada harta-harta rampasan yang diperoleh kaum Muslimin dari kaum Yahudi asal Khaibar.

Ayat ini meletakkan asas bahwa peredaran kekayaan itu hendaknya tidak terbatas pada golongan yang menikmati hak istimewa dan golongan hartawan belaka. Seperti halnya kesehatan seseorang menghendaki agar barang-barang keperluan dibagi-bagikan secara meluas dan harta berputar dengan lancarnya. Itulah asas pokok ekonomi Islam. Karena Islam menemukan peri kemanusiaan diinjak-injak di bawah telapak kaki kezaliman golongan-golongan yang berkepentingan (vested interests), maka Islam menyarankan tindakan-tindakan yang mendobrak rintangan-rintangan kasta atau kelas ekonomi dan mengurangi sekali ketidakadilan hak-hak istimewa.

Tetapi Islam tidak menentang dorongan atau motif mencari keuntungan atau persaingan ekonomi, melainkan hanya menyatakan dengan tegas bahwa ketamakan dan persaingan itu harus diimbangi dengan kejujuran dan kasih sayang. Karena pembawaan manusia secara otomatis memperhatikan golongan pertama, maka menjadi tugas peraturan-peraturan aturan sosiallah melindungi golongan yang belakangan ini. Zakat merupakan alat dasar untuk melembagakan perhatian terhadap keperluan orang-orang lain, tetapi zakat dilengkapi dengan sejumlah tindakan lain.

Kecintaan Golongan Anshar Madinah terhadap Kaum Muhajirin Mekkah

Selanjutnya Allah Swt, berfirman mengenai pembagian “harta rampasan perang” tersebut:

لِلۡفُقَرَآءِ الۡمُہٰجِرِیۡنَ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ اَمۡوَالِہِمۡ یَبۡتَغُوۡنَ فَضۡلًا مِّنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانًا وَّ یَنۡصُرُوۡنَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الصّٰدِقُوۡنَ ۚ﴿۹

Harta rampasan itu untuk orang-orang miskin yang hijrah yang telah diusir dari rumah mereka dan dari harta mereka, mereka mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar keimanannya (Al-Hasyr [59]:7-9).

Kata-kata, dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah, menunjukkan bahwa sunnah Rasul merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari syariat Islam.

وَ الَّذِیۡنَ تَبَوَّؤُ الدَّارَ وَ الۡاِیۡمَانَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ یُحِبُّوۡنَ مَنۡ ہَاجَرَ اِلَیۡہِمۡ وَ لَا یَجِدُوۡنَ فِیۡ صُدُوۡرِہِمۡ حَاجَۃً مِّمَّاۤ اُوۡتُوۡا وَ یُؤۡثِرُوۡنَ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ وَ لَوۡ کَانَ بِہِمۡ خَصَاصَۃٌ ؕ۟ وَ مَنۡ یُّوۡقَ شُحَّ نَفۡسِہٖ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ۚ﴿۹ وَ الَّذِیۡنَ جَآءُوۡ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا اغۡفِرۡ لَنَا وَ لِاِخۡوَانِنَا الَّذِیۡنَ سَبَقُوۡنَا بِالۡاِیۡمَانِ وَ لَا تَجۡعَلۡ فِیۡ قُلُوۡبِنَا غِلًّا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا رَبَّنَاۤ اِنَّکَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿٪۱۰

Dan juga untuk orang-orang yang telah mendirikan rumah di Medinah dan sudah beriman sebelum mereka, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka, dan mereka tidak mendapati suatu keinginan dalam dada mereka terhadap apa yang diberikan itu, tetapi mereka mengutamakan para muhajir di atas diri mereka sendiri dan walaupun kemiskinan menyertai mereka. Dan barangsiapa dapat mengatasi keserakahan dirinya maka mereka itulah yang berhasil. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berkata: “Hai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian tinggal dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Hai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (Al-Hasyr [59]:10-11).

Kata-kata itu merupakan kesaksian besar mengenai jiwa pengorbanan, keramah-tamahan selaku tuan rumah, dan niat baik kaum Anshar Madinah. Kaum Muhajirin datang dari Mekkah kepada mereka dalam keadaan kehilangan segala harta milik mereka, dan orang-orang Anshar menerima mereka itu dengan tangan terbuka, dan menjadikan mereka itu sama-sama memiliki harta benda mereka. Ikatan cinta dan persaudaraan, yang dijalin oleh Nabi Besar Muhammad saw. antara kaum Muhajirin dari Mekkah dan kaum Anshar di Medinah, dan mengenai jalinan itu ayat ini memberikan kesaksian begitu jelas, adalah tiada tara bandingannya di dalam seluruh lembaran sejarah hubungan antar manusia.

Kata-kata Hai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam keimanan dapat dikenakan kepada para Muhajirin yang kemudian datang ke Medinah, atau kepada semua keturunan kaum Muslimin yang datang kemudian.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid




Tidak ada komentar:

Posting Komentar