Senin, 21 November 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Kanaan, "Negeri yang Dijanjikan" (11) & Nabi Sulaiman a.s. dan "Kaum Semut"


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXXXVI


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Kanaan - "Negeri yang Dijanjikan" (11) & Nabi Sulaiman a.s. dan "Kaum Semut"

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا دَاوٗدَ وَ سُلَیۡمٰنَ عِلۡمًا ۚ وَ قَالَا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ فَضَّلَنَا عَلٰی کَثِیۡرٍ مِّنۡ عِبَادِہِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿۱۶ وَ وَرِثَ سُلَیۡمٰنُ دَاوٗدَ وَ قَالَ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ عُلِّمۡنَا مَنۡطِقَ الطَّیۡرِ وَ اُوۡتِیۡنَا مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ الۡفَضۡلُ الۡمُبِیۡنُ ﴿۱۷

Dan sungguh Kami benar-benar telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan keduanya berkata: “Segala puji bagi Allah, Dzat Yang telah mengutamakan kami di atas kebanyakan dari hamba-hamba-Nya yang beriman.” Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan ia berkata: “Hai manusia, kami telah diajari bahasa burung, dan kami telah diberi segala sesuatu, sesungguhnya ini benar-benar karunia yang nyata.” Dan dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya bersama-sama, terdiri dari jin, manusia, dan burung-burung, lalu mereka diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah. (Al-Naml [27]:16-18).

Pada Bab sebelumnya telah dikemukakan upaya yang dilakukan Nabi Sulaiman a.s. mengembangkan berbagai SDA (sumber daya Alam) mau pun SDM (sumber daya manusia) yang berada di bawah kekuasaan beliau guna mengelola pemerintahan kerajaan Bani Israil yang sangat luas, yang beliau warisi dari Nabi Daud a.s..

Nabi Daud a.s. adalah seorang ahli perang besar dan seorang negarawan yang berkuasa dan cerdik. Beliau adalah pendiri keturunan raja-raja Yudea, dan pembangun kerajaan Ibrani yang sebenarnya. Dengan perantaraan beliau segala suku bangsa Israil dari Dan sampai Birsyeba menjadi bersatu-padu dan terorganisasi menjadi bangsa yang gagah-perkasa, dan kerajaannya membentang dari sungai Efrat sampai sungai Nil.

Nabi Sulaiman a.s.. menjadikan kerajaan, yang beliau warisi dari ayah beliau, kokoh-kuat. Beliau seorang raja besar dan baik pula. Beliau memperluas dan mengembangkan perdagangan dan perniagaan negeri beliau dengan pesatnya. Beliau adalah pembangun ulung di antara raja-raja Bani Israil dan termasyhur dengan pembangunan rumah peribadatan di Yerusalem yang terkenal itu, dan menjadi kiblat kaum Bani Israil. Firman-Nya:

وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا دَاوٗدَ وَ سُلَیۡمٰنَ عِلۡمًا ۚ وَ قَالَا الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ فَضَّلَنَا عَلٰی کَثِیۡرٍ مِّنۡ عِبَادِہِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿۱۶ وَ وَرِثَ سُلَیۡمٰنُ دَاوٗدَ وَ قَالَ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ عُلِّمۡنَا مَنۡطِقَ الطَّیۡرِ وَ اُوۡتِیۡنَا مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ ؕ اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ الۡفَضۡلُ الۡمُبِیۡنُ ﴿۱۷

Dan sungguh Kami benar-benar telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan keduanya berkata: “Segala puji bagi Allah, Dzat Yang telah mengutamakan kami di atas kebanyakan dari hamba-hamba-Nya yang beriman.” Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan ia berkata: “Hai manusia, kami telah diajari bahasa burung, dan kami telah diberi segala sesuatu, sesungguhnya ini benar-benar karunia yang nyata.” Dan dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya bersama-sama, terdiri dari jin, manusia, dan burung-burung, lalu mereka diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah. Al-Naml [27]:16-18).

Makna “Berbicara dengan Burung”

Manthiq (bahasa) berasal dari kata nathaqa yang berarti: ia berbicara dengan suara dan tulisan, yang membuat maksudnya menjadi jelas. Oleh karena itu nathiq dipergunakan untuk pembicaraan yang terang maupun tidak terang, dan juga untuk keadaan sesuatu yang sama artinya dengan pembicaraan yang terang. Secara lahiriah merupakan kata-kata yang dituturkan, dan secara batiniah adalah pengertian. Kata itu pun dipergunakan berkenaan dengan binatang dan unggas, bila penggunaannya secara kiasan (Mufradat).

Burung-burung dan serangga-serangga mempunyai sarana sendiri untuk berkomunikasi. Burung-burung yang biasa berpindah tempat, terbang dari satu wilayah ke wilayah lain menurut perubahan iklim. Mereka terbang berkawan-kawan dan terbang teratur. Demikian juga semut hidup bermasyarakat, dan lebah mempunyi tata pemerintahan yang teratur. Hal ini tidak mungkin jika tidak ada suatu cara mengadakan perhubungan antara mereka.

Cara perhubungan ini dapat disebut bahasa mereka. Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. dinyatakan dalam firman-Nya di awal Bab ini keduanya diajari bahasa burung, yang dapat dianggap berarti, bahwa kedua rasul Allah yang juga raja tersebut telah mempelajari bagaimana memanfaatkan burung-burung.

Seni mempergunakan burung-burung untuk membawa berita-berita dari satu tempat ke tempat lain sangat banyak digunakan oleh Nabi Sulaiman a.s. dan cara itu berkali-kali dan berulang-ulang dipergunakan dalam mengemudikan kerajaan di bawah kekuasaan beliau yang sangat luas itu. Itulah makna perkataan Nabi Sulaiman a.s.: Hai manusia, kami telah diajari bahasa burung, dan kami telah diberi segala sesuatu, sesungguhnya ini benar-benar karunia yang nyata.”

Selanjutnya mengenai kata jin dalam kalimat selanjutnya “Dan dihimpunkan bagi Sulaiman lasykar-lasykarnya bersama-sama, terdiri dari jin, manusia, dan burung-burung, lalu mereka diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah “ dapat diartikan gunung atau suku-suku bangsa yang liar. Ayat yang sedang ditafsirkan ini hendaknya dibandingkan dengan ayat-ayat QS.21:83; QS.34:13 dan QS.38:38. Agaknya kata itu menunjuk kepada anggota-anggota balatentara Nabi Sulaiman a.s..

Ketiga kata — jin, ins (manusia) dan thair (burung-burung) — dapat menggambarkan tiga kesatuan lasykarnya. Dalam ayat sekarang dan dalam QS.34:13, kata jin dipergunakan untuk menggambarkan satu seksi tertentu lasykar itu, sedang dalam QS.21:83 dan QS.38:38 kata syayaathin dipergunakan untuk mengemukakan golongan itu juga. Rupa-rupanya Nabi Sulaiman a.s. telah menundukkan dan menaklukkan suku-suku bangsa liar. Itulah kira-kira arti kedua kata jin dan syayaathin itu, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lasykar beliau dan melakukan berbagai tugas berat untuk beliau.

Kata thair berarti kuda-kuda gerak cepat, dapat menggambarkan pasukan berkuda Nabi Sulaiman a.s.. Arti kata ini dikuatkan dalam QS.38:32-34, di sana Nabi Sulaiman a.s. dilukiskan mempunyai kegemaran yang besar terhadap kuda. Dengan demikian, di mana jin dan ins (manusia) menggambarkan dua unit pasukan infanteri Nabi Sulaiman a.s., maka thair (burung-burung) berarti pasukan kavaleri beliau.

Akan tetapi jika thair dapat dianggap berarti burung-burung yang sebenarnya, maka kata itu akan berarti burung-burung yang Nabi Sulaiman a.s. pergunakan untuk mengirimkan pesan-pesan perintah. Oleh karena itu burung-burung itu pun merupakan pembantu yang sangat berguna dan perlu sekali bagi lasykar beliau. Akan tetapi ketiga perkataan yang dipergunakan dalam arti kiasan itu masing-masing dapat diartikan “orang-orang besar,” “orang-orang biasa,” dan “orang-orang berkeruhanian tinggi.”

Divisi-divisi Pasukan Tempur Nabi Sulaiman a.s. & “Lembah Kaum Semut”

Thair kecuali berarti “burung” dapat juga diterapkan kepada binatang-binatang yang berlari cepat, seperti kuda, dan lain-lain. Thayyar adalah bentuk kesa-ngatan dari thair, berarti seekor kuda yang berpancaindera tajam dan kakinya bergerak cepat; yang dapat berlari bagaikan terbang (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).

Kata waza’a dari kalimat “lalu mereka diatur menjadi bagian-bagian yang terpisah“ berarti: ia menghentikan bagian pertama lasykar itu, agar supaya bagian terakhir lasykar itu dapat menggabungkan diri dengan mereka. Huwa yaza’u aj-jaisya berarti, ia tengah mengatur prajurit-prajurit dengan tertib dan menempatkan mereka dalam jajaran-jajaran (Aqrab). Ungkapan Al-Quran itu berarti: (1) Mereka dibentuk menjadi kelompok-kelompok terpisah. (2) Mereka berderap maju seperti selayaknya lasykar yang teratur dan berdisiplin. (3) Bagian pertama dihentikan, agar supaya bagian terakhir dapat menggabungkan diri dengan mereka. Kata-kata itu menunjukkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. mempunyai angkatan perang terlatih baik serta disiplin dan mempunyai beberapa divisi lain yang terpisah lagi berbeda.

Mengenai kesatuan-kesatuan pasukan Nabi Sulaiman tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:

حَتّٰۤی اِذَاۤ اَتَوۡا عَلٰی وَادِ النَّمۡلِ ۙ قَالَتۡ نَمۡلَۃٌ یّٰۤاَیُّہَا النَّمۡلُ ادۡخُلُوۡا مَسٰکِنَکُمۡ ۚ لَا یَحۡطِمَنَّکُمۡ سُلَیۡمٰنُ وَ جُنُوۡدُہٗ ۙ وَ ہُمۡ لَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿۲۰ فَتَبَسَّمَ ضَاحِکًا مِّنۡ قَوۡلِہَا وَ قَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ اَنۡ اَشۡکُرَ نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَ عَلٰی وَالِدَیَّ وَ اَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰىہُ وَ اَدۡخِلۡنِیۡ بِرَحۡمَتِکَ فِیۡ عِبَادِکَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿۲۱

Hingga apabila mereka sampai ke lembah Semut, seorang dari kaum Semut berkata: “Hai kaum Semut, masuklah kamu ke dalam tempat tinggalmu, supaya Sulaiman dan lasykarnya tidak menghancurkan kamu sedang mereka tidak menyadari.” Maka ia, Sulaiman, tersenyum sambil tertawa mendengar perkataannya dan berkata: “Ya Tuhan-ku, anugerahkanlah kepadaku taufik untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada orang-tuaku, dan untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan rahmat Engkau di antara hamba-hamba Engkau yang saleh.” (Al-Naml [27]:19-20).

Karena kata naml nama benda maka “Lembah An-Naml” bukan berarti lembah semut sebagaimana pada umumnya disalah-artikan, melainkan lembah tempat tinggal suatu suku bangsa bernama Naml. Di dalam “Qamus” kita lihat, al-abriqatu min miyahil namlati, yakni “Abriqah adalah salah satu mata air kepunyaan Namlah”. Jadi Naml itu nama suatu suku bangsa, seperti Mazin (Hamasah) —artinya telur-telur semut— adalah nama seorang orang Arab.

Di tanah Arab bukanlah sesuatu yang aneh bahwa suku-suku bangsa diberi nama hewan dan binatang buas, seperti Banu Asad, Banu Kalb, Banu Naml, dan sebagainya. Lagi pula, penggunaan kata-kata udkhuluu (masuklah) dan masaakinakum (tempat-tempat tinggalmu) dalam ayat ini memberikan dukungan kuat kepada pendapat, bahwa Naml adalah suatu kabilah atau suku bangsa, karena kata kerja yang disebut pertama hanya dipergunakan terhadap wujud-wujud yang berakal, dan ungkapan yang kedua (tempat tinggalmu) juga telah dipergunakan dalam Al-Quran khusus untuk tempat-tempat tinggal manusia (QS.29:39; QS.32:27). Maka Namlah berarti seseorang dari suku An-Naml — seorang bangsa Naml. Orang Naml tersebut mungkin pemimpin mereka, dan ia telah memerintahkan kaumnya supaya menghindari jalan lalu balatentara Nabi Sulaiman a.s. dan memasuki rumah-rumah mereka.

Menurut beberapa sumber lembah itu terletak di antara Jibrin dan Asqalan, sebuah kota di pantai laut, dan dua belas mil ke sebelah utara Gaz, dekat Sinai (Taqwin al-Buldan). Jibrin adalah sebuah kota di tepi laut, terletak di wilayah Damsyiq. Hal ini menunjukkan bahwa lembah Naml terletak dekat pantai laut, berhadapan dengan atau dekat Yerusalem, pada jalan antara Damsyiq dan Hijaz, kira-kira jarak 100 mil dari Damsyiq. Bagian negeri ini, sampai masa Nabi Sulaiman a.s. diduduki orang-orang Arab dan orang-orang Midian. (Lihat peta-peta Siria pada Palestina kuno dan modern).

Tetapi menurut sumber-sumber lain, lembah Naml itu terletak di Yaman. Pandangan terakhir ini agaknya lebih dekat kepada kenyataan. Mengingat akan kenyataan-kenyataan sejarah ini, hikayat-hikayat yang terjalin sekitar lembah itu hanyalah duga-dugaan semata-mata. Kenyataan sebenarnya ialah agaknya Nabi Sulaiman a.s. sedang dalam suatu gerakan militer menuju Saba, boleh jadi beliau melewati lembah tempat tinggal suku bangsa yang disebut Naml itu.

Pengakuan Akan Kedisplinan Pasukan Nabi Sulaiman a.s. & Hud-hud

Rupa-rupanya keshalihan dan ketakwaan prajurit-prajurit Nabi Sulaiman a.s. dahulu kala itu termasyhur ke mana-mana. Mereka tidak pernah secara sadar menimbulkan kerugian atau kemudaratan kepada bangsa lain. Inilah agaknya kesimpulan dari kata-kata sedang mereka tidak menyadari, dan itulah yang menggembirakan hati Nabi Sulaiman a.s., sebagaimana jelas nampak dari ayat berikutnya.

Karena dhaahika maknanya ia merasa kagum atau ia merasa senang (Lexicon Lane). Ayat ini mengandung arti bahwa Nabi Sulaiman a.s. kagum dan senang sekali dengan pendapat baik yang dikemukakan oleh suku bangsa Naml tentang kekuatan dan kesalehan diri beliau dan balatentara beliau.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar