Jumat, 18 November 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Kanaan - "Negeri yang Dijanjikan" (5) & Mengembara 40 Tahun


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXXXII


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Kanaan - "Negeri yang Dijanjikan" (5) & Mengembara 40 tahun

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


اَلَمۡ تَرَ اِلَی الَّذِیۡنَ خَرَجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ ہُمۡ اُلُوۡفٌ حَذَرَ الۡمَوۡتِ ۪ فَقَالَ لَہُمُ اللّٰہُ مُوۡتُوۡا ۟ ثُمَّ اَحۡیَاہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی النَّاسِ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَشۡکُرُوۡنَ ﴿۲۴۴

Apakah engkau tidak melihat mengenai orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka karena takut mati, dan mereka itu beribu-ribu? Lalu Allah berfirman kepada mereka: ”Matilah!” Kemudian Dia menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah benar-benar memiliki karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (Al-Baqarah [2]:244).

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa penolakan Bani Israil untuk memasuki Kanaan – “negeri yang dijanjikan” – telah membuat mereka ditangguhkan Allah Swt. mewarisi “negeri yang dijanjikan” tersebut selama 40 tahun lamanya, Dia berfirman:

قَالُوۡا یٰمُوۡسٰۤی اِنَّا لَنۡ نَّدۡخُلَہَاۤ اَبَدًا مَّا دَامُوۡا فِیۡہَا فَاذۡہَبۡ اَنۡتَ وَ رَبُّکَ فَقَاتِلَاۤ اِنَّا ہٰہُنَا قٰعِدُوۡنَ ﴿۲۴ قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ لَاۤ اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿۲۵ قَالَ فَاِنَّہَا مُحَرَّمَۃٌ عَلَیۡہِمۡ اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۚ یَتِیۡہُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَلَا تَاۡسَ عَلَی الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪۲۶

Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya kami tidak akan pernah memasuki negeri itu, selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhan engkau, lalu berperanglah engkau berdua, sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!” Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan kaum yang fasik (durhaka) itu.” Dia berfirman: “Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan bagi mereka selama empat puluh tahun, mereka akan bertualang kebingungan di muka bumi maka janganlah engkau bersedih atas kaum yang fasik itu.” (Al-Maaidah [5]:25-27).

Peringatan bagi Umat Islam

Ketika orang-orang Bani Israil bertingkah bagai orang-orang pengecut, Allah Swt. menakdirkan mereka harus terus-menerus mengembara di padang belantara Sinai selama 40 tahun, agar kehidupan keras padang pasir akan menempa mereka dan memasukkan ke dalam diri mereka suatu jiwa baru dan akan memperkokoh moral mereka. Dalam masa itu generasi tua boleh dikatakan telah hilang dan generasi muda tumbuh dengan memiliki sifat keberanian serta kekuatan yang cukup untuk menaklukkan Tanah yang Dijanjikan.

Firman Allah Swt. berikut ini mengisyaratkan kepada peristiwa yang sama dimana setelah generasi tua Bani Israil yang pengecut mati dalam pengembaraan mereka selama 40 tahun di gurun pasir Sinai kemudian bangkit generasi penerus Bani Israil yang memiliki jiwa pemberani akibat gemblengan kehidupan keras di padang pasir serta akibat dari pengamalan hukum Taurat yang lebih menekankan pembalasan (QS.5:45-46), firman-Nya:

اَلَمۡ تَرَ اِلَی الَّذِیۡنَ خَرَجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ وَ ہُمۡ اُلُوۡفٌ حَذَرَ الۡمَوۡتِ ۪ فَقَالَ لَہُمُ اللّٰہُ مُوۡتُوۡا ۟ ثُمَّ اَحۡیَاہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَذُوۡ فَضۡلٍ عَلَی النَّاسِ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَشۡکُرُوۡنَ ﴿۲۴۴

Apakah engkau tidak melihat mengenai orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka karena takut mati, dan mereka itu beribu-ribu? Lalu Allah berfirman kepada mereka: Matilah!” Kemudian Dia menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah benar-benar memiliki karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (Al-Baqarah [2]:244).

Ketika kaum Bani Israil meninggalkan Mesir dan menyeberang ke Asia karena dikejar-kejar oleh Fira’un dan balatentaranya, Nabi Musa a.s. ingin agar mereka memasuki “negeri yang dijanjikan tetapi mereka takut kepada kaum yang tinggal di sana dan menolak bergerak maju (QS.5:25). Kaum Bani Israil meninggalkan Mesir karena untuk tinggal terus di negeri itu akan berarti kemusnahan mereka, sebab Fira’un telah menempuh semua jalan untuk membinasakan kaum laki-laki mereka (QS.2:50)

Bible mengemukakan jumlah kaum Bani Israil yang hijrah dari Mesir sebanyak 600.000 orang. Penyelidikan mutakhir mendukung pandangan Al-Quran bahwa mereka hanya beberapa ribu saja (History of the People of Israel, oleh Ernest Renan, hlm. 145. 1888 dan History of Palestine and the Jews, i, 174 oleh John Kitto). Lihat pula QS.2:61.

Yang diisyaratkan kalimat “matilah” ialah keadaan hidup-tidak-menentu kaum Bani Israil di hutan belantara Sinai, setelah mereka menolak untuk bertolak bersama Nabi Musa a.s. ke Kanaan, sehingga mereka binasa di hutan belantara itu dan bangkitlah suatu angkatan baru yang diisi oleh semangat kehidupan baru, bertolak ke Tanah yang Dijanjikan di bawah pimpinan Yusak. Di tempat lain Al-Quran mengatakan Kemudian Kami membangkitkan kamu sesudah kamu binasa.” (QS.2:57).

Pengangkatan Thalut sebagai Raja

Firman Allah Swt. berikut ini mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa generasi penerus Bani Israil yang dilahirkan selama pengembaraan di gurun pasir Sinai memiliki jiwa pemberani yang tidak dimiliki orang-orang tua mereka yang berjiwa pengecut, firman-Nya:

اَلَمۡ تَرَ اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ اِذۡ قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿۲۴۶

Apakah engkau tidak melihat mengenai para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah.” Ia berkata: Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika berperang itu diwajibkan atasmu?” Mereka berkata: “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah padahal sungguh kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas mereka, mereka berpaling kecuali sedikit dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah [2]:247).

Peristiwa tersebut menunjukkan kemajuan dalam keadaan kaum Bani Israil pada saat seperti dituturkan ayat ini dibandingkan dengan zaman Nabi Musa a.s. sendiri. Dalam QS.5:25 Al-Quran menuturkan bahwa ketika Nabi Musa a.s. memerintahkan pengikut-pengikut beliau untuk memerangi musuh di jalan Allah, mereka menjawab: Pergilah engkau bersama Tuhan engkau, kemudian berperanglah kalian berdua; sesungguhnya kami hendak duduk-duduk saja di sini!

Sebaliknya, dalam ayat ini mereka disebutkan telah berkata: Mengapakah kami tidak akan berperang di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami? Tetapi perbaikan sikap itu hanya di mulut saja dan tidak dalam kenyataan, sebab ketika saat pertempuran yang sebenarnya tiba, banyak dari antara mereka bimbang dan menolak untuk bertempur. Dengan demikian, peristiwa itu merupakan peringatan keras kepada kaum Muslimin untuk waspada agar jangan menempuh jalan yang serupa itu.

Dengan demikian jawaban nabi Allah atas permintaan mereka tersebut merupakan sindiran terhadap mereka karena pada hakikatnya para pemuka kaum Bani Israil tersebut bukan orang-orang yang benar-benar berjiwa ksatria yang muncul dari dalam lubuk hati mereka, melainkan hanya merupakan keinginan untuk memiliki kekuasaan atas negeri yang dijanjikan, kenyataan tersebut tergambar dalam firman-Nya berikut ini:

وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿۲۴۷

Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu.” Mereka berkata: “Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak memiliki kedaulatan daripada-nya, karena ia tidak pernah diberi harta yang berlimpah-ruah?” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” Dan Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. (Al-Baqarah [2]:248).

Thalut adalah Gideon

Thalut adalah nama sifat seorang raja Bani Israil yang hidup kira-kira 200 tahun sebelum Nabi Daud a.s. dan kira-kira sejumlah tahun yang sama sesudah Nabi Musa a.s.. Beberapa ahli tafsir Al-Quran telah keliru mempersamakan Thalut dengan Saul. Penjelasan Al-Quran lebih cocok dengan Gideon (Hakim-hakim fasal-fasal 6-8) daripada dengan Saul. Gideon hidup kira-kira 1250 sebelum Masehi dan Bible menyebutnya “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12) tiada lain melainkan Thalut.

Menurut sementara penulis Kristen, peristiwa yang dituturkan dalam bagian ini menunjuk kepada dua masa yang berlainan, terpisah satu sama lain oleh masa-antara yang rentangannya 200 tahun, dan menunjuk kepada bagian ini sebagai contoh — menurut mereka — anachronisme (pengacauan waktu) sejarah yang terdapat dalam Al-Quran.

Bagian ini memang betul menunjuk kepada dua masa yang berlainan, tetapi tiada anachronisme (pengacauan waktu) di dalamnya. Al-Quran menunjuk di sini kepada kedua masa itu. Tujuan berbuat demikian ialah untuk melukiskan bagaimana mulainya proses mempersatukan berbagai suku Bani Israil di zaman Gideon (Thalut), 200 tahun sebelum Nabi Daud a.s. dan yang akhirnya tercapai di zaman Nabi Daud a.s..

Kata-kata “sesudah Musa” dalam ayat sebelumnya menunjukkan bahwa peristiwa itu termasuk masa permulaan ketika kaum Bani Israil sebagai bangsa, mulai mengambil bentuk yang pasti dalam sejarah. Sebab 200 tahun sesudah Nabi Musa a.s. mereka pecah-belah dalam berbagai suku, tidak mempunyai raja dan tidak pula angkatan perang..

Dalam tahun 1256 sebelum Masehi, disebabkan oleh kedurhakaan mereka, Allah Swt. membiarkan mereka jatuh ke tangan kaum Midian yang menjarah dan menindas mereka selama 7 tahun dan mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 6:1-6). “Maka sesungguhnya tatkala Bani Israil itu berseru kepada Tuhan dari sebab orang Midian itu, maka disuruhkan Tuhan seorang yang nabi adanya kepada Bani Israil” (Hakim-hakim 6:7-8), ”dan seorang malaikat Tuhan datang kepada Gideon menunjuknya menjadi raja dan menjadikannya pertolongan Ilahi” .... “Maka sembahnya kepadanya: Ya Tuhan dengan apa gerangan dapat hamba melepaskan orang Israil? Bahwasanya bangsa hamba terkecil dalam suku Manasye, maka hamba ini anak bungsu di antara orang isi rumah bapak hamba” (Hakim-hakim 6:15).

Hal ini cocok dengan keterangan yang diberikan dalam ayat yang dibahas ini tentang Thalut. Apa yang menjadikan persamaan Thalut dengan Gideon lebih pasti lagi ialah, memang di zaman Gideon dan bukan di zaman Saul, kaum Bani Israil mendapat cobaan dengan perantaraan air, dan gambaran yang diberikan oleh Bible (Hakim-hakim 7:4-7) tentang cobaan itu memang sama dengan gambaran Al-Quran. Dari Hakim-hakim 7: 6-7 kita mengetahui bahwa sesudah cobaan tersebut di atas, orang-orang yang tinggal bersama-sama dengan Gideon hanya ada 300 orang. Makna "Tabut"

Sangat menarik untuk diperhatikan, yaitu seorang sahabat Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut (Tirmidzi, bab Siyar). Hadits itu pun mendukung kesimpulan bahwa Thalut itu, tiada lain selain Gideon. Apa yang selanjutnya menguatkan persamaan antara Thalut dengan Gideon ialah, kata itu berasal dari akar-kata yang dalam bahasa Ibrani berarti “menumbangkan” (Encyclopaedia Biblica) atau “menebang” (Jewish Encyclopaedia). Jadi, Gideon berarti “orang yang menebas musuh hingga merobohkannya ke tanah”, dan Bible sendiri mengatakan mengenai Gideon sebagai “pahlawan yang perkasa” (Hakim-hakim 6:12). Selanjutnya Dia berfirman:

وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿۲۴۹﴾٪

Dan nabi mereka berkata kepada mereka: “Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah bahwa akan datang kepada kamu suatu Tabut, yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan-mu dan pusaka peninggalan keluarga Musa serta keluarga Harun, yang dipikul oleh malaikat-malaikat, sesungguhnya dalam hal ini benar-benar ada suatu Tanda bagimu, jika kamu sungguh orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah [2]:249).

Tabut berarti (1) peti atau kotak; (2) dada atau rusuk dengan apa-apa yang dikandungnya seperti jantung dan sebagainya (Lexicon Lane); (3) hati yang merupakan gudang ilmu, kebijakan, dan keamanan (Mufradat). Para ahli tafsir berselisih tentang makna kata Tabut dan Bible menyebutnya sebagai sebuah perahu atau peti, dan gambaran yang diberikan oleh Al-Quran tegas menunjukkan bahwa kata itu telah dipakai di sini dalam arti “hati” atau “dada.”

Penjelasan tentang Tabut dalam ayat ini “yang di dalamnya mengandung ketenteraman dari Tuhan-mu” tidak dapat dikenakan kepada bahtera (perahu), sebab jauh daripada memberi ketenteraman dan kesejukan hati yang disebut oleh Bible tidak dapat melindungi kaum Bani Israil terhadap kekalahan, pula tidak melindunginya sendiri, sebab perahu itu dibawa lari oleh musuh. Bahkan Saul yang membawa perahu itu dalam peperangan menderita kekalahan-kekalahan yang parah sehingga bahkan musuhnya pun menaruh kasihan kepadanya dan ia menemui ajalnya dengan penuh kehinaan. Perahu demikian tak mungkin merupakan sumber ketenangan bagi kaum Bani Israil.

Apa yang dianugerahkan Allah Swt. kepada para pengikut Thalut atau Gideon mereka adalah hati yang penuh dengan keberanian dan ketabahan, sehingga sesudah ketenangan tersebut turun kepada mereka, mereka berhasil membalas serangan musuh dan menimpakan kekalahan berat kepada mereka.

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan tabut pada hakikatnya adalah jiwa ksatria yang dimiliki oleh Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s., yang berbeda dengan leluhur mereka yang pengecut ketika kedua “laki-laki sejati” tersebut mengajak mereka untuk memasuki Kanaan - “negeri yang dijanjikan” -- firman-Nya:

قَالَ رَجُلٰنِ مِنَ الَّذِیۡنَ یَخَافُوۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمَا ادۡخُلُوۡا عَلَیۡہِمُ الۡبَابَ ۚ فَاِذَا دَخَلۡتُمُوۡہُ فَاِنَّکُمۡ غٰلِبُوۡنَ ۬ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ فَتَوَکَّلُوۡۤا اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿۲۳

Dua orang laki-laki dari antara mereka yang takut kepada Allah dan Allah telah memberi nikmat kepada keduanya berkata: “Masuklah melalui pintu gerbang mereka, lalu apabila kamu memasuki negeri itu maka sesungguhnya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kamu bertawakkal jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.” (Al-Maidah [5]:25).

Atas penolakan yang sangat memalukan dari para pemuka Bani Israil terhadap ajakan Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. tersebut Nabi Musa a.s. berkata, firman-Nya:

قَالَ رَبِّ اِنِّیۡ لَاۤ اَمۡلِکُ اِلَّا نَفۡسِیۡ وَ اَخِیۡ فَافۡرُقۡ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَ الۡقَوۡمِ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿۲۶

Musa berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku tidak berkuasa kecuali terhadap diriku dan saudara laki-lakiku, maka bedakanlah antara kami dengan kaum yang fasik itu.” (Al-Maaidah [5]:26).

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar