Jumat, 28 Oktober 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Mekkah (7) & Isra Nabi Besar Muhammad saw.

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXI


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Mekkah (7) &

Isra Nabi Besar Muhammad Saw.

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ اِنۡ کَادُوۡا لَیَسۡتَفِزُّوۡنَکَ مِنَ الۡاَرۡضِ لِیُخۡرِجُوۡکَ مِنۡہَا وَ اِذًا لَّا یَلۡبَثُوۡنَ خِلٰفَکَ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿۷۷ سُنَّۃَ مَنۡ قَدۡ اَرۡسَلۡنَا قَبۡلَکَ مِنۡ رُّسُلِنَا وَ لَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحۡوِیۡلًا ﴿٪۷۸

Dan nyaris mereka benar-benar menakut-nakuti untuk mengusir engkau dari negeri ini, supaya mereka dapat mengeluarkan engkau darinya, dan jika demikian mereka niscaya tidak akan tinggal sepeninggal engkau melainkan hanya sebentar. Demikianlah cara perlakuan Kami terhadap rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, dan engkau tidak akan mendapatkan perubahan dalam cara perlakuan Kami. (Bani Israil [17]:77-78).

Dalam Bab XIX telah dijelaskan mengenai makar buruk yang dirancanakan oleh para pemimpin kaum kafir Quraisy Mekkah, untuk membangun citra buruk Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan seluruh masyarakat bangsa Arab yang sangat memuliakan kota Mekkah dengan keberadaan Baitullah (Ka’bah) di dalamnya, yakni: (1) membunuh Nabi Besar Muhammad saw., atau (2) menawan Nabi Besar Muhammad saw., atau (3) mengusir Nabi Besar Muhammad saw. dari kota Mekkah, firman-Nya:

وَ اِذۡ یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ اللّٰہُ ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿۳۰

Dan ingatlah ketika orang-orang kafir merancang makar buruk terhadap engkau, supaya mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau. Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang makar tandingan, dan Allah sebaik-baik Perancang makar. (Al-Anfaal [8]:31).

Ayat ini mengisyaratkan kepada musyawarah rahasia yang diadakan di Darun Nadwah (Balai Permusyawaratan) di Mekkah. Ketika mereka melihat bahwa semua usaha mereka mencegah berkembangnya aliran kepercayaan (agama) baru ini gagal, dan bahwa kebanyakan orang-orang Muslim yang mampu meninggalkan Mekkah telah berhijrah ke Medinah dan mereka sudah jauh dari bahaya, maka orang-orang terkemuka warga kota berkumpul di Darun Nadwah untuk membuat rencana ke arah usaha terakhir guna menghabisi Islam.

Sesudah diadakan pertimbangan mendalam, terpikir oleh mereka satu rencana, ialah sejumlah orang-orang muda dari berbagai kabilah Quraisy harus secara serempak menyergap Nabi Besar Muhammad saw. lalu membunuh beliau. Tetapi tanpa setahu orang beliau saw. meninggalkan rumah tengah malam buta, ketika para penjaga dikuasai oleh kantuk, berlindung di Gua Tsur bersama-sama Abubakar r.a., sahabat beliau saw. yang setia (QS.9:40) dan akhirnya keduanya sampai di Medinah dengan selamat.

Duel Makar

Ada pun yang menarik dari makar buruk yang dirancang oleh para pemimpin Quraisy Mekkah tersebut ternyata sebelumnya telah dilakukan pula oleh kaum ‘Aad terhadap Nabi Shalih a.s., firman-Nya:

قَالَ یٰقَوۡمِ لِمَ تَسۡتَعۡجِلُوۡنَ بِالسَّیِّئَۃِ قَبۡلَ الۡحَسَنَۃِ ۚ لَوۡ لَا تَسۡتَغۡفِرُوۡنَ اللّٰہَ لَعَلَّکُمۡ تُرۡحَمُوۡنَ ﴿۴۷ قَالُوا اطَّیَّرۡنَا بِکَ وَ بِمَنۡ مَّعَکَ ؕ قَالَ طٰٓئِرُکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ بَلۡ اَنۡتُمۡ قَوۡمٌ تُفۡتَنُوۡنَ ﴿۴۸ وَ کَانَ فِی الۡمَدِیۡنَۃِ تِسۡعَۃُ رَہۡطٍ یُّفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا یُصۡلِحُوۡنَ ﴿۴۹ قَالُوۡا تَقَاسَمُوۡا بِاللّٰہِ لَنُبَیِّتَنَّہٗ وَ اَہۡلَہٗ ثُمَّ لَنَقُوۡلَنَّ لِوَلِیِّہٖ مَا شَہِدۡنَا مَہۡلِکَ اَہۡلِہٖ وَ اِنَّا لَصٰدِقُوۡنَ ﴿۵۰ وَ مَکَرُوۡا مَکۡرًا وَّ مَکَرۡنَا مَکۡرًا وَّ ہُمۡ لَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿۵۱ فَانۡظُرۡ کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ مَکۡرِہِمۡ ۙ اَنَّا دَمَّرۡنٰہُمۡ وَ قَوۡمَہُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ ﴿۵۲ فَتِلۡکَ بُیُوۡتُہُمۡ خَاوِیَۃًۢ بِمَا ظَلَمُوۡا ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لِّقَوۡمٍ یَّعۡلَمُوۡنَ ﴿۵۳ وَ اَنۡجَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا یَتَّقُوۡنَ ﴿۵۴

Mereka berkata: “Hai Shalih, kami telah mendapatkan nasib malang disebabkan engkau dan orang yang beserta engkau.” Ia, Shalih, berkata: “Nasib buruk kamu ada di sisi Allah, bahkan kamu kaum yang diuji.” Dan dalam kota itu ada sembilan orang yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak mau mengadakan perbaikan. Mereka berkata: “Hendaklah kamu sekalian bersumpah dengan nama Allah bahwa niscaya kami akan menyerbu pada malam hari kepada dia dan keluarganya, kemudian kami niscaya akan berkata kepada pelindungnya: “Kami sekali-kali tidak menyaksikan keluarganya menjadi binasa dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar.” Dan mereka membuat makar buruk dan Kami pun membuat makar tandingan, tetapi mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah bagaimana buruknya akibat makar buruk mereka, sesungguhnya Kami memus-nahkan mereka dan kaumnya semua. Maka itulah rumah-rumah mereka yang telah runtuh karena mereka berbuat zalim. Sesungguhnya dalam yang demikian itu benar-benar ada Tanda untuk kaum yang mengetahui. Dan Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman dan bertakwa. (Al-Naml 48-54).

Dengan sendirinya yang diisyaratkan dalam ayat 49 adalah 9 musuh Nabi Besar Muhammad saw. terkemuka. Delapan di antaranya terbunuh dalam pertempuran Badar dan yang kesembilan, Abu Lahab, yang terkenal keburukannya itu, mati di Mekkah ketika sampai ke telinganya khabar tentang kekalahan di Perang Badar. Kedelapan orang itu adalah Abu Jahal, Muthim bin Adiy, Syaibah bin Rabiah, Utbah bin Rabiah, Walid bin Utbah, Umayah bin Khalf, Nadhr bin Harts, dan Aqbah bin Abi Mu’aith. Mereka bersekongkol untuk membunuh Nabi Besar Muhammad saw.. Rencana sebenarnya ialah memilih seorang dari tiap-tiap kabilah kaum Quraisy, dan kemudian mengadakan serangan pembunuhan yang berencana atas beliau, sehingga tidak ada kabilah tertentu dapat dianggap bertanggung-jawab atas pembunuhan terhadap beliau itu. Rencana itu datang dari Abu Jahal, pemimpin kelompok jahat itu.

Keberadaan Rasul Allah Merupakan Pelindung dari Azab

Ayat 50 dan 51 mengenai kata waliy berarti: ahli waris; seseorang yang menuntut balas atas pembunuhan; seorang pembalas dendam atas pembunuhan (Lexicon Lane). Nabi Besar Muhammad saw. terpaksa hijrah dari Mekkah, tetapi hijrahnya itu akhirnya mengakibatkan kehancuran kekuatan kaum Quraisy yang tidak menyadari, bahwa dengan memaksa beliau saw. hijrah dari Mekkah, mereka meletakkan dasar kehancuran bagi mereka sendiri, firman-Nya:

وَ اِنۡ کَادُوۡا لَیَسۡتَفِزُّوۡنَکَ مِنَ الۡاَرۡضِ لِیُخۡرِجُوۡکَ مِنۡہَا وَ اِذًا لَّا یَلۡبَثُوۡنَ خِلٰفَکَ اِلَّا قَلِیۡلًا ﴿۷۷ سُنَّۃَ مَنۡ قَدۡ اَرۡسَلۡنَا قَبۡلَکَ مِنۡ رُّسُلِنَا وَ لَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحۡوِیۡلًا ﴿٪۷۸

Dan nyaris mereka benar-benar menakut-nakuti untuk mengusir engkau dari negeri ini, supaya mereka dapat mengeluarkan engkau darinya, dan jika demikian mereka niscaya tidak akan tinggal sepeninggal engkau melainkan hanya sebentar. Demikianlah cara perlakuan Kami terhadap rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum engkau, dan engkau tidak akan mendapatkan perubahan dalam cara perlakuan Kami. (Bani Israil [17]:77-78).

Dengan demikian jelaslah bahwa Allah Swt. mengemukakan kisah-kisah kaum-kaum purbakala yang mendustakan serta menentang para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka sendiri, semua itu bukan berupa dongeng-dongeng purbakala -- sebagaimana tuduhan orang-orang yang tidak mengerti Al-Quran (QS. 6:26; QS.8:32; QS.16:25; QS.68:15; QS.83:14) – melainkan benar-benar merupakan kisah-kisah yang akan kembali terulang, terutama di masa Nabi Besar Muhammad saw..

Jadi, melalui makar buruk yang mereka rangcang tersebut musuh-musuh Nabi Besar Muhammad saw. mau mengusir dan mencap beliau saw. secara resmi sebagai orang buangan, dengan tujuan supaya beliau saw. akan kehilangan segala kehormatan beliau saw. di mata kaum beliau, tetapi Allah Swt. sendiri memerintahkan beliau saw. meninggalkan kota Mekkah, dan dengan demikian menyelamatkan beliau saw. dari noda yang akan mengakibatkan hilangnya hak beliau sebagai warga kota itu.

Isra Nabi Besar Muhammmad Saw.

Walau pun benar bahwa secara fisik Nabi Besar Muhammad saw. – ditemani oleh sahabat beliau saw. paling setia, Abu Bakar Shiddiq r.a. – harus bersusah-payah meninggalkan kota Mekkah para malam rencana pembunuhan terhadap beliau saw. tersebut, dan beberapa lama harus tetap bersembunyi di gua Tsaur yang berbahaya karena banyak binatang berbisa, firman-Nya:

اِلَّا تَنۡصُرُوۡہُ فَقَدۡ نَصَرَہُ اللّٰہُ اِذۡ اَخۡرَجَہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ثَانِیَ اثۡنَیۡنِ اِذۡ ہُمَا فِی الۡغَارِ اِذۡ یَقُوۡلُ لِصَاحِبِہٖ لَا تَحۡزَنۡ اِنَّ اللّٰہَ مَعَنَا ۚ فَاَنۡزَلَ اللّٰہُ سَکِیۡنَتَہٗ عَلَیۡہِ وَ اَیَّدَہٗ بِجُنُوۡدٍ لَّمۡ تَرَوۡہَا وَ جَعَلَ کَلِمَۃَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوا السُّفۡلٰی ؕ وَ کَلِمَۃُ اللّٰہِ ہِیَ الۡعُلۡیَا ؕ وَ اللّٰہُ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿۴۰


Jika kamu tidak menolongnya maka sungguh Allah telah menolongnya ketika ia (Rasulullah) diusir oleh orang-orang kafir, sedangkan ia kedua dari yang dua ketika keduanya berada dalam gua, lalu ia (Rasulullah) berkata kepada temannya: “Janganlah engkau sedih sesungguhnya Allah beserta kita”, lalu Allah menurunkan ketenteraman-Nya kepadanya dan menolongnya dengan lasykar-lasykar yang kamu tidak melihatnya, dan Dia menjadikan perkataan orang-orang yang kafir itu rendah sedangkan Kalimah Allah itulah yang tertinggi, dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Taubah [9]:40).

Kata pengganti nama hii (nya) dalam anak kalimat “ketenteraman-Nya kepadanya” dapat mengisyaratkan kepada Abubakar r.a., karena selama itu Nabi Besar Muhammad saw. sendiri senantiasa dalam keadaan setenang-tenangnya. Sedangkan kata pengganti “nya” dalam anak kalimat “menolongnya” bagaimanapun juga mengisyaratkan kepada Nabi Besar Muhammad saw.. Dipergunakannya kata-kata pengganti nama dengan cara berpencaran ini, dikenal sebagai Intisyar al-Dhama’ir dan sudah lazim dalam bahasa Arab.

Yang dimaksud oleh ayat ini ialah hijrah Nabi Besar Muhammad saw. dari Mekkah ke Medinah ketika beliau didampingi oleh Abubakar r.a. berlindung di sebuah gua yang disebut Tsaur. Ayat ini menjelaskan martabat ruhani amat tinggi Abubakar r.a. yang telah disebut sebagai “salah satu di antara dua orang” dengan disertai Allah Swt. dan Allah Swt. Sendiri meredakan rasa ketakutannya.

Telah tercatat dalam sejarah bahwa ketika berada dalam gua Abubakar r.a. mulai menangis, dan ketika ditanya oleh Nabi Besar Muhammad saw. mengapa beliau menangis, beliau menjawab: “Saya tidak menangis untuk hidupku, ya Rasulullah, sebab jika saya mati, ini hanya menyangkut satu jiwa saja, tetapi jika Anda mati, ini akan merupakan kematian Islam dan kematian seluruh umat Islam.” (Zurqani).

Allah Swt. telah menyebut perjalanan di malam hari pada peristiwa upaya pembunuhan di malam yang sangat berbahaya tersebut sebagai peristiwa isra, yakni Allah Swt. Sendirilah yang “telah memperjalankan beliau saw. di malam hari” tersebut, dengan demikian tidak benar jika ada tuduhan bahwa Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil diusir oleh para pembuat makar-buruk tersebut, atau pun beliau saw. tellah melarikan diri dari kota Mekkah, firman-Nya:

سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡبَصِیۡرُ ﴿۲

Maha Suci Dia Yang memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Bani Israil [17]:2).

Ayat ini, yang nampaknya menyebut suatu kasyaf (pengalaman ruhani) Nabi Besar Muhammad saw. telah dianggap oleh sebagian ahli tafsir Al-Quran menunjuk kepada mi’raj (kenaikan ruhani) beliau saw.. Berlawanan dengan pendapat umum, kami cenderung kepada pendapat bahwa ayat ini membahas masalah isra (perjalanan ruhani di waktu malam) beliau saw. dari Mekkah ke Yerusalem dalam kasyaf, sedang mikraj beliau telah dibahas agak terinci dalam Surah Al-Najm.

Semua kejadian yang disebut dalam Surah Al-Najm (ayat-ayat 8-18) yang telah diwahyukan tidak lama sesudah hijrah ke Abessinia, yang telah terjadi di bulan Rajab tahun ke-5 nabawi, diceriterakan secara terinci dalam buku-buku hadits yang membahas mi’raj Nabi Besar Muhammad saw., sedang Isra beliau saw. dari Mekkah ke Yerusalem yang dibahas oleh ayat ini, menurut Zurqani terjadi pada tahun ke-11 nabawi, menurut William Muir dan beberapa pengarang Kristen lainnya pada tahun ke-12. Tetapi menurut Mardawaih dan Ibn Sa’d, peristiwa Isra terjadi pada 17 Rabiul-awal, setahun sebelum hijrah (Al-Khashaish al-Kubra). Baihaqi pun menceriterakan, bahwa peristiwa isra itu terjadi setahun atau 6 bulan sebelum hijrah.

Dengan demikian semua hadits yang bersangkutan dengan persoalan ini menun-jukkan bahwa isra itu terjadi 1 tahun atau 6 bulan sebelum hijrah, yaitu kira-kira pada tahun ke-12 nabawi, setelah Siti Khadijah wafat, yang terjadi pada tahun ke-10 nabawi, ketika Nabi Besar Muhammad saw. tinggal bersama-sama dengan Ummi Hani, saudari sepupu beliau saw..

Tetapi peristiwa mi'raj, menurut pendapat sebagian terbesar ulama, terjadi kira-kira pada tahun ke-5 nabawi. Dengan demikian dua kejadian itu dipisahkan satu dengan yang lain oleh jarak waktu 6 atau 7 tahun, dan oleh karenanya kedua kejadian itu tidak mungkin sama, yang satu harus dianggap berbeda dan terpisah dari yang lain.

Lagi pula peristiwa-peristiwa yang menurut hadits terjadi dalam mi'raj Nabi Besar Muhammad saw. sama sekali berbeda dalam sifatnya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam isra. Secara sambil lalu dapat disebutkan di sini bahwa kedua peristiwa itu hanya kejadian-kejadian ruhani belaka, dan Nabi Besar Muhammad saw. tidak naik ke langit atau pergi ke Yerusalem dengan tubuh kasar melainkan hanya tubuh ruhani beliau saw..

Selain kesaksian sejarah yang kuat ini, ada pula kejadian-kejadian lain yang berka-itan dengan peristiwa itu mendukung pendapat bahwa kejadian isra dan mi’raj itu sama sekali berbeda dan terpisah satu sama lain:

(a) Al-Quran menguraikan kejadian mi'raj Nabi Besar Muhammad saw. dalam surah 53, tetapi sedikit pun tidak menyinggung Isra, sedang dalam Surah ini Al-Quran membahas soal isra, tetapi sedikit pun tidak menyinggung peristiwa mi'raj.

(b) Ummi Hani, saudari sepupu beliau saw., yang di rumahnya beliau menginap pada malam peristiwa isra terjadi, hanya membicarakan perjalanan Nabi Besar Muhammad saw. ke Yerusalem, dan sama sekali tidak menyinggung kenaikan beliau saw. ke langit.

Ummi Hani adalah orang pertama yang kepadanya Nabi Besar Muhammad saw. menceriterakan perjalanan beliau saw. di waktu malam ke Yerusalem, dan paling sedikit 7 orang penghimpun riwayat-riwayat hadits telah mengutip keterangan Ummi Hani mengenai kejadian ini, yang bersumber pada 4 perawi yang berlain-lainan. Semua perawi ini sepakat, bahwa Nabi Besar Muhammad saw. berangkat ke Yerusalem dan pulang kembali ke Mekkah pada malam itu juga.

Jika seandainya Nabi Besar Muhammad saw. telah membicarakan pula kenaikan beliau saw. ke langit tentu Ummi Hani tidak akan lupa menyebutkan hal ini dalam salah satu riwayatnya. Tetapi beliau tidak pernah menyebut hal itu dalam satu riwayat pun, dengan demikian menun-jukkan dengan pasti bahwa pada malam yang bersangkutan itu Nabi Besar Muhammad saw. melakukan Isra hanya sampai Yerusalem, dan bahwa mi'raj tidak terjadi pada saat (malam) itu.

Nampaknya beberapa perawi hadits mencampur-baurkan kedua peristiwa isra dan mi'raj itu. Rupanya pikiran mereka dikacaukan oleh kata isra’, yang dipergunakan baik untuk isra maupun untuk mi'raj, dan persamaan yang terdapat pada beberapa uraian terinci mengenai Isra dan Mi'raj telah menambah dan memperkuat pendapat mereka yang kacau balau itu.

(c) Hadits-hadits yang mula-mula meriwayatkan perjalanan Nabi Besar Muhammad saw. ke Yerusalem dan selanjutnya mengenai kenaikan beliau saw. dari sana ke langit, menyebut pula bahwa di Yerusalem beliau bertemu dengan beberapa nabi terdahulu, termasuk Nabi Adam a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Isa a.s.. dan bahwa di berbagai petala (tingkat) langit beliau saw. menemui kembali nabi-nabi yang itu-itu juga tetapi tidak dapat mengenal mereka.

Bagaimana mungkin nabi-nabi tersebut, yang telah beliau jumpai di Yerusalem, sampai pula ke langit sebelum beliau, dan mengapa beliau tidak mengenali mereka, sedang beliau telah melihat mereka beberapa saat sebelumnya dalam perjalanan itu-itu juga? Tidaklah masuk akal bahwa beliau tidak dapat mengenal mereka, padahal hanya beberapa saat sebelum itu, beliau bertemu dengan mereka dalam perjalanan itu juga. Untuk kupasan terinci mengenai masalah yang penting ini.

Kabar Gembira tentang Kemajuan Islam

“Masjid Aqsa” (masjid yang jauh) menunjuk kepada rumah peribadatan (Kenisah) yang didirikan oleh Nabi Sulaimam a.s. di Yerusalem. Dengan demikian kasyaf (pengalaman ruhani) Nabi Besar Muhammad saw, yang disebut dalam ayat ini mengandung suatu nubuatan yang agung. Perjalanan beliau ke “Masjid Aqsa” berarti hijrah beliau saw. ke Medinah, tempat beliau akan mendirikan suatu masjid, yang ditakdirkan kelak akan menjadi masjid pusat Islam, dan penglihatan diri beliau saw. sendiri dalam kasyaf, bahwa beliau mengimami para nabi lainnya dalam shalat mengandung arti, bahwa agama baru, yaknj Islam tidak akan terkurung di tempat kelahirannya saja di Mekkah, melainkan akan tersebar ke seantero dunia, dan pengikut-pengikut dari semua agama akan menggabungkan diri kepadanya.

Kepergian Nabi Besar Muhammad saw. ke Yerusalem dalam kasyaf dapat pula dianggap mengandung arti, bahwa beliau akan diberi kekuasaan atas daerah, yang terletak di Yerusalem itu. Nubuatan ini telah menjadi sempurna di masa khilafat (kekhalifahan) Sayyidina Umar r.a.. Kasyaf ini dapat pula diartikan sebagai menunjuk kepada suatu perjalanan ruhani beliau saw. ke suatu negara jauh, di suatu masa yang akan datang. Maksudnya, bahwa ketika kegelapan ruhani akan menutupi seluruh dunia maka Nabi Besar Muhammad saw. akan muncul kembali secara ruhani dalam wujud salah seorang pengikut beliau saw., dalam satu negara yang sangat jauh dari tempat pertama beliau diutus. Satu penunjukan yang khusus kepada kebangkitan kedua beliau saw. terdapat dalam QS.62:3-4.

Demikianlah yang dimaksud dengan pernyataan Allah Swt. dalam ayat tentang peristiwa isra supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami”, firman-Nya:

سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡبَصِیۡرُ ﴿۲

Maha Suci Dia Yang memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Bani Israil [17]:2).

Ayat tersebut dimulai dengan ucapan "Maha Suci", hal itu mengandung isyarat bahwa akan banyak penafsiran yang keliru mengenai ayat tersebut yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya serta yang bertentangan dengan kesucian Allah Swt. dari berbagai pendapat yang menodai kesucian Sifat-sifat Allah Swt., salah satu di antaranya bahwa bahwa seakan-akan Allah Swt. memiliki suatu Wujud bersifat jasmani dan memiliki suatu tempat tertentu di langit, sehingga dalam peristiwa isra dan mi'raj tersebut Nabi Besar Muhammad saw, melakukannya secara jasmani sebagaimana yang dipercayai oleh umumnya para pemuka agama Islam.. Na'uudzubillaahi min dzaalik.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar