Rabu, 19 Oktober 2011

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia & Mekkah (3) & "Jannah "yang Paling Menakjubkan


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXII


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Mekkah (3) &

"Jannah" yang Paling Menakjubkan

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿۱۲۶ وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿۱۲۷

Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah maqaam Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepada-nya kemudian akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:126-127).

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai berbagai jaminan Allah Swt. terhadap kota Mekkah, sehingga walau pun tempat tersebut merupakan wilayah yang kering gersang namun demikian demi kelahiran seorang Rasul Allah dari kalangan Bani Isma’il yang mengemban amanat syariat terakhir dan tersempurna, yakni Nabi Besar Muhammad saw., kota Mekkah pun menjadi seperti “jannah” yang memberikan kesejahteraan bagi penghuninya, seperti halnya firman Allah Swt. tentang “jannah Nabi Adam a.s. dan para pengikutnya, firman-Nya:

وَ اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿۱۱۷ فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی ﴿۱۱۸ اِنَّ لَکَ اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی ﴿۱۱۹﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿۱۲۰

Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka ia jangan sampai mengeluarkan kamu berdua dari jannah (kebun) lalu kamu menderita kesulitan. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya dan tidak pula engkau akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas mata-hari (Thaa Haa [20]:117-120).

Mekkah adalah “Jannah” yang Paling Menakjubkan

Doa “dan berilah mereka rezeki berupa buah-buahan supaya mereka bersyukur diucapkan Nabi Ibrahim a.s. pada saat, ketika tidak ada sehelai pun rumput nampak tumbuh dalam jarak bermil-mil di sekitar Mekkah. Namun nubuatan itu telah menjadi sempurna dengan cara yang menakjubkan, sebab buah-buahan yang paling terpilih didatangkan orang berlimpah-limpah ke Mekkah pada setiap musim.

Pengabulan doa Nabi Ibrahim a.s. mengenai keamanan Mekkah dan kesejahteraan hidup penghuninya tersebut membuktikan bahwa sekali pun lembah Bakkah -- yang di dalamnya terletak kota Mekkah – bukan merupakan tempat yang seperti jannah yakni tempat subur yang menjadi tempat tinggal Nabi Adam a.s. di wilayah Mesopotamia melainkan suatu tempat yang kering gersang dan tidak terdapat sumber daya alam (SDA) yang dapat menunjang kehidupan manusia untuk tinggal di dalamnya, namun dalam kenyataannya berkat pengabulan doa Nabi Ibrahim a.s. ketika menempatkan Nabi Isma’il a.s. dan ibunya di sana dan pada saat membangun kembali Ka’bah (Baitullah) maka Mekkah pun merupakan salah satu jannah” di dunia ini, bahkan menjadi “jannah” yang paling menakjubkan dibandingkan dengan “jannah-jannah” lainnya di dunia. Berikut adalah beberapa pernyataan Allah Swt. mengenai hal tersebut, firman-Nya:

اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا اٰمِنًا وَّ یُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنۡ حَوۡلِہِمۡ ؕ اَفَبِالۡبَاطِلِ یُؤۡمِنُوۡنَ وَ بِنِعۡمَۃِ اللّٰہِ یَکۡفُرُوۡنَ ﴿۶۹

Apakah mereka tidak melihat bahwa Kami telah menjadikan tanah suci Mekkah aman, dan [di luar Mekkah] manusia direnggut dari sekelilingnya, maka apakah mereka akan beriman kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (Al-Ankabuut [29]:69).

Berikut firman-Nya mengenai kota Mekkah sebagai kota yang aman dan sejahtera bagi penghuninya:

وَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا قَرۡیَۃً کَانَتۡ اٰمِنَۃً مُّطۡمَئِنَّۃً یَّاۡتِیۡہَا رِزۡقُہَا رَغَدًا مِّنۡ کُلِّ مَکَانٍ فَکَفَرَتۡ بِاَنۡعُمِ اللّٰہِ فَاَذَاقَہَا اللّٰہُ لِبَاسَ الۡجُوۡعِ وَ الۡخَوۡفِ بِمَا کَانُوۡا یَصۡنَعُوۡنَ ﴿۱۱۲ وَ لَقَدۡ جَآءَہُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡہُمۡ فَکَذَّبُوۡہُ فَاَخَذَہُمُ الۡعَذَابُ وَ ہُمۡ ظٰلِمُوۡنَ ﴿۱۱۳

Dan Allah mengemukakan perumpamaan sebuah kota yang aman dan sejahtera, rezekinya datang kepadanya berlimpah-limpah dari setiap tempat, tetapi [penduduknya] tidak bersyukur atas nikmat Allah, maka Allah merasakan kepadanya pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang Rasul dari antara mereka, tetapi mereka mendustakannya maka azab telah menyergap mereka ketika sedang berbuat zalim. (Al-Nahl [16]:113-114).

“Kota” yang diisyaratkan dalam ayat ini ialah Mekkah. Malapetaka kelaparan yang mengerikan, yang mencengkeram kota Mekkah selama 7 tahun (QS.44:11). Ketakutan akan perang yang di dalamnya kaum Mekkah terlibat dengan orang-orang Muslim dan akhirnya dikalahkan. Mereka hidup dalam keadaan ketakutan yang amat sangat, seakan-akan ketakutan akan perang itu telah mengurung mereka. Dalam muhawarah (pepatah) bahasa Arab kata dzaqa (merasakan) kadang-kadang dipergunakan untuk libaas (pakaian). Ada sebuah kalimat yang terkenal dalam bahasa Arab, qaaluu iqtarih syai’an nujid laka thabkhahu qultu itbakhu li jubbatan wa qamisha, yakni mereka mengatakan: “makanan apakah yang kiranya engkau kehendaki kami masak bagi engkau.” Aku berkata, “Masaklah bagiku sehelai jas panjang dan sehelai kemeja.”

Munculnya “Dukhan” (Asap)

Bencana kelaparan dahsyat yang melanda Mekkah selama 7 tahun tersebut diisyaratkan pula dalam firman-Nya berikut ini:

بَلۡ ہُمۡ فِیۡ شَکٍّ یَّلۡعَبُوۡنَ ﴿۱۰ فَارۡتَقِبۡ یَوۡمَ تَاۡتِی السَّمَآءُ بِدُخَانٍ مُّبِیۡنٍ ﴿ۙ۱۱ یَّغۡشَی النَّاسَ ؕ ہٰذَا عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿۱۲ رَبَّنَا اکۡشِفۡ عَنَّا الۡعَذَابَ اِنَّا مُؤۡمِنُوۡنَ ﴿۱۳ اَنّٰی لَہُمُ الذِّکۡرٰی وَ قَدۡ جَآءَہُمۡ رَسُوۡلٌ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ۱۴


Bahkan mereka bermain-main dalam keraguan. Maka tunggulah Hari itu ketika langit membawa asap yang nyata, yang meliputi seluruh manusia. Ini adalah suatu azab yang pedih. Mereka berseru: "Hai Tuhan kami, lenyapkanlah azab ini dari ka-mi, sesungguhnya kami orang-orang yang beriman." Bagaimanakah mereka akan memperoleh peringatan itu, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang menerangkan dengan jelas. (Al-Dukhaan [44]:10-14).

Isyarat ini dapat tertuju kepada bencana kelaparan hebat yang melanda Mekkah dan berlaku beberapa tahun, hingga Abu Sufyan yang pada saat itu pemimpin besar orang-orang kafir datang kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan memohon kepada beliau saw. berdoa supaya mereka diselamatkan dari pukulan dahsyat itu. Bencana kelaparan itu konon begitu hebat sehingga orang-orang Mekkah memakan kulit, tulang, dan bahkan bangkai (Bukhari, Kitab al-Istisqa').

Bencana kelaparan itu telah dilukiskan dengan kata dukhan (asap), sebab menurut riwayat kelaparan itu begitu hebat sehingga orang merasakan ada semacam asap mengambang di hadapan mata mereka. Atau, kata itu mungkin telah dipakai karena tidak ada hujan turun selama waktu yang panjang di Mekkah, dan udara seluruhnya menjadi penuh debu, sebab dukhaan berarti pula debu (Lexicon Lane).

Ayat ini pun dapat pula diartikan mengisyaratkan kepada dua Perang Dunia terakhir, ketika kota-kota kecil maupun besar rebah terbakar dan hancur berantakan, dan asap yang mengepul dari puing-puingnya memenuhi udara seluruhnya dengan asap dan debu. Menurut riwayat yang dapat dipercaya Nabi Besar Muhammad saw. memanjatkan doa lalu bencana kelaparan itu lenyap, tetapi kaum Quraisy tidak mengambil faedah dari kejadian itu dan terus melawan beliau saw..

Kehancuran Tentara Gajah Abraha

Berikut firman Allah Swt. lainnya yang membuktikan bahwa kota Mekkah pun merupakan “jannah” bagi penduduknya, yang mendapat jaminan keamanan dan kesejahteraan duniawi dari Allah Swt.:

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِؕ﴿۱ اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ رَبُّکَ بِاَصۡحٰبِ الۡفِیۡلِ ؕ﴿۲ اَلَمۡ یَجۡعَلۡ کَیۡدَہُمۡ فِیۡ تَضۡلِیۡلٍ ۙ﴿۳ وَّ اَرۡسَلَ عَلَیۡہِمۡ طَیۡرًا اَبَابِیۡلَ ۙ﴿۴ تَرۡمِیۡہِمۡ بِحِجَارَۃٍ مِّنۡ سِجِّیۡلٍ ۪ۙ﴿۵ فَجَعَلَہُمۡ کَعَصۡفٍ مَّاۡکُوۡلٍ ٪﴿۶


Aku baca dengan nama Allzh, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Rabb (Tuhan) engkau memperlakukan para pemilik gajah? Tidakkah Dia menjadikan rencana buruk mereka gagal? Dan Dia mengirimkan kepada mereka sekawanan burung, yang memakan bangkai mereka, sambil memukul-mukulkan bangkai mereka di atas batu-batu dari tanah keras, 6. Maka Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. (Al-Fiil [105]:1-6).

Surah Al-Fiil ini diturunkan pada masa awal sekali di Mekkah. Judulnya diambil dari ungkapan ashhaabal-fiil (para pemilik gajah) pada ayat kedua; lasykar Abraha disebut ashhaabal-fiil karena ada seekor atau beberapa ekor gajah di dalam lasykar itu.

Surah ini menunjuk kepada serbuan Abraha Asyram – raja muda di Yaman, wakil raja Kristen Abessinia – yang datang ke Mekkah dengan niat hendak menghancurkan Ka’bah. Dengan tujuan mengambil hati Negus, raja Abessinia, dan membuyarkan persatuan bangsa Arab, atau, seperti disebut dalam riwayat, membendung arus semangat kebangsaan Arab yang dikhawatirkan bergolak di bawah asuhan seorang nabi besar, yang waktu itu kedatangannya dinanti-nantikan dengan penuh kedambaan dan diharapkan datang tidak lama lagi, dan juga memalingkan perhatian bangsa Arab dari Ka’bah lalu menablighkan serta menyiarkan agama Kristen di negeri Arab.

Abraha membangun sebuah gereja yang sangat besar di Shan’a, ibukota Yaman. Tetapi ketika ia gagal membujuk atau pun menakut-nakuti bangsa Arab dengan paksaan agar menerima gereja di Shan’a untuk jadi pusat peribadatan mereka sebagai ganti Ka’bah, ia (Abraha) naik pitam dan karena mabuk (bangga) oleh kekuatan militernya yang besar, ia bergerak maju menuju Mekkah dengan angkatan perang yang berkekuatan 20.000 orang untuk meratakan Ka’bah dengan tanah.

Sesampainya pada suatu tempat, beberapa mil di luar kota Mekkah, ia memanggil para pemimpin Quraisy supaya menemuinya guna perundingan mengenai nasib Ka’bah. Perutusan Quraisy yang dipimpin oleh seorang tokoh terhormat, Abdul Muththalib, kakek Nabi Besar Muhammad saw., menemui Abraha yang memperlakukan perutusan itu dengan penuh hormat.

Tetapi Abraha menjadi heran dan memandang rendah Abdul Muththalib, yang bukan memohon agar Ka’bah diselamatkan, malahan hanya meminta supaya 200 untanya, yang telah dirampas oleh prajurit-prajurit Abraha, dikembalikan kepada beliau. Abraha menyatakan bahwa ia sama sekali tidak menduga akan mendengar permintaan yang begitu sepele dari pihak Abdul Muththalib, justru ketika Abraha datang dengan maksud menghancurkan Rumah Ibadah suci mereka.

Serentak hal itu didengar oleh Abdul Muththalib, beliau mencurahkan rasa duka-cita beliau dan menyatakan keyakinan beliau yang membaja, bahwa Ka’bah itu kebal dari gangguan, dengan kata-kata berikut : “Aku pemilik unta, sedang Ka’bah mempunyai Pemilik-nya sendiri Yang akan melindunginya” (Al-Kamil, jilid I).

Dengan sendirinya perundingan pun berakhirlah sudah, dan karena menyadari bahwa mereka terlalu lemah untuk mengadakan perlawanan yang berarti terhadap Abraha, maka Abdul Muththalib menasihatkan kepada kaum Mekkah supaya menyingkir ke bukit-bukit di sekitar sana. Sebelum meninggalkan kota, Abdul Muththalib, seraya berpegang pada tirai Ka’bah, berdoa kepada Tuhan dengan penuh keharuan dan kesedihan, dengan kata-kata, yang terjemahannya kira-kira berbunyi sebagai berikut: “Sebagaimana seseorang menjaga rumah dan harta kekayaannya dari perampokan, demikian pulalah, hai Tuhan, pertahankanlah Rumah Engkau Sendiri, dan janganlah Salib dibuat memperoleh kemenangan atas Ka’bah” (Al-Kamil dan William Muir).

Maka baru saja lasykar Abraha bersiap-siap hendak bergerak, siksaan menimpa mereka. “Suatu wabah dahsyat,” demikian Muir berkata: “telah menampakkan diri di dalam kemah-kemah lasykar Abraha. Wabah itu berjangkit berupa bisul-bisul sangat berbahaya, yang kemungkinan besar adalah penyakit cacar dalam bentuknya yang parah. Dalam keadaan kacau-balau dan gempar lasykarnya mulai mundur. Ditinggalkan oleh para penunjuk jalan, mereka binasa di antara lembah-lembah itu, lalu banjir menyapu bersih kebanyakan tulang-tulang mereka ke laut. Hampir tiada yang sembuh kembali dari antara mereka yang terserang wabah itu. Dan Abraha sendiri, dengan badan penuh dengan bisul-bisul bernanah lagi membusuk, mati dalam keadaan sangat menyedihkan waktu kembali ke Shan’a.”

Isyarat yang terkandung dalam Surah ini teristimewa tertuju kepada kejadian itu. Kenyataan bahwa penyakit yang membinasakan lasykar Abraha dengan dahsyatnya itu adalah cacar dalam jenis yang sangat berbahaya, didukung oleh sejarahwan besar Ibn Ishaq. Beliau mengutip keterangan Siti ‘Aisyah r.a., istri Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat mulia lagi berbakat, bahwa beliau sendiri melihat dua orang pengemis tunanetra di Mekkah, dan ketika ditanya siapa mereka itu, beliau diberi tahu bahwa mereka itu kusir gajah-gajah Abraha (Mantsur).

Kecintaan Orang-orang Quraisy Kepada Kota Mekkah

Selanjutnya dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman mengenai kecintaan orang-orang Quraisy kepada kota Mekkah:

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿۱ لِاِیۡلٰفِ قُرَیۡشٍ ۙ﴿۲ اٖلٰفِہِمۡ رِحۡلَۃَ الشِّتَآءِ وَ الصَّیۡفِ ۚ﴿۳ فَلۡیَعۡبُدُوۡا رَبَّ ہٰذَا الۡبَیۡتِ ۙ﴿۴ الَّذِیۡۤ اَطۡعَمَہُمۡ مِّنۡ جُوۡعٍ ۬ۙ وَّ اٰمَنَہُمۡ مِّنۡ خَوۡفٍ ٪﴿۵

Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Tuhan engkau membinasakan para pemilik gajah untuk melekatkan hati orang-orang Quraisy. Untuk melekatkan kecintaan mereka pada perjalanan di musim dingin dan musim panas. (Al-Quraisy [106]:1-5).

Iilaaf sebagai masdar dan alafa berarti: melekatkan atau membuat sesuatu melekat pada suatu benda; mencintai dan membuat seseorang mencintai seorang pribadi atau sesuatu; membekali seseorang dengan sesuatu; perjanjian atau kewajiban yang menyangkut pertanggung-jawaban untuk keselamatan; perlindungan (Lexicon Lane).

Kata quraisy, yang diserap dari akar-kata qarasya yang berarti: ia mengum-pulkannya dari sana-sini dan melekatkan sebagian darinya kepada bagian lainnya (Aqrab). Suku Quraisy disebut demikian karena salah seorang dari moyang mereka, Qushay Ibn Kilāb bin Nadhr telah membujuk mereka dari segala bagian negeri Arab, yang tadinya menjalani hidup mengembara, berhijrah untuk kemudian menetap di Mekkah. Dari Banu Kinanah, hanya keturunan Nadr saja menetap dan oleh sebab mereka hanya merupakan kelompok kecil, mereka disebut Quraisy, yang berarti suatu kelompok kecil yang telah dikumpulkan dari sana-sini.

Oleh karena huruf lam itu partikel dan dalam bahasa Arab kalimat baru tidak pernah dimulai dengan partikel, oleh karena itu suatu kalimat atau anak kalimat atau ungkapan haruslah dianggap mahzuf (yakni, harus ada, tetapi tidak disebutkan atau dinyatakan) sebelum ayat ini. Kalimat mahzuf itu kira-kira begini bunyinya: “Hai Muhammad, herankah engkau atas karunia Allah terhadap kaum Quraisy, karena Dia telah menimbulkan di dalam hati mereka kesukaan mengembara di musim dingin maupun di musim panas?” Karunia Allah itu terwujud dalam kenyataan bahwa dengan membawa kafilah-kafilah niaga itu, mereka berangsur-angsur memperoleh semacam wibawa dan menambah kesejahteraan kota mereka, dan juga menjadi kenal akan adanya nubuatan-nubuatan mengenai kemunculan seorang nabi agung di tanah Arab, sebagai akibat dari hubungan mereka dengan orang-orang Yahudi asal Yaman dan orang-orang Nasrani asal Siria, yang mengetahui nubuatan-nubuatan itu (QS.2:147).

Kaum Quraisy itu begitu terikat kepada tanah mereka dan mempunyai kecintaan mendalam kepada Ka’bah sehingga lebih suka mati kelaparan daripada meninggalkan-nya, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Adalah berkat anjuran Hasyim, nenek moyang Nabi Besar Muhammad saw. , makanya mereka menyambut baik ajakan itu. Dengan demikian, hal itu merupakan karunia besar sekali bagi mereka, bahwa perjalanan-perjalanan ke tempat-tempat itu selain faedah-faedah yang diraih dari perjalanan-perjalanan mereka, tengah dipersiapkan agar mereka dapat menerima Nabi Besar Muhammad saw., yang kedatangannya diharapkan akan segera terjadi.

Ada penjelasan lain mengenai ayat ini, barangkali lebih cocok dalam hubungan ini yang kira-kira sebagai berikut: “Hai Muhammad, Tuhan engkau telah membinasakan para pemilik gajah supaya hati orang-orang Quraisy melekat pada kegemaran mereka, berkelana bebas bagi mereka.” Penjelasan ini sangat dapat diterima oleh akal, sebab seandainya Abraha tidak dibinasakan niscaya orang-orang Quraisy tidak akan suka bepergian ke tempat-tempat itu, dan perjalanan-perjalanan niaga mereka pun tidak akan aman.

Jadi, kebinasaan Abraha selain membuka jalan untuk perjalanan-perjalanan niaga bagi kaum Quraisy, juga Ka’bah nampak lebih suci dan lebih keramat lagi dalam pandangan orang-orang Arab, tempat yang bagi mereka sebelumnya pun telah merupakan tempat ziarah. Ziarah itu pada gilirannya menambah dorongan kepada peningkatan perdagangan kaum Quraisy. Ayat 2 dapat pula berarti, “Tuhan engkau menghancurkan para pemilik gajah sebagai tindak pemeliharaan bagi kaum Quraisy.”

Orang-orang Quraisy dianugerahi jaminan keselamatan dan kebebasan dari ketakutan, sedang keadaan sekitar mereka seluruhnya dicekam oleb rasa ketakutan dan ketidak-amanan. Di samping itu, sepanjang tahun mereka mempunyai persediaan segala macam buah-buahan dan makanan. Kesemuanya itu bukan hanya secara kebetulan belaka. Hal demikian itu sesuai dengan rencana Ilahi dan memenuhi nubuatan, yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim a.s. 2.500 tahun yang telah silam (QS.2:127, 130 dan QS.14:36, 38).

Ayat 5 memberikan pengertian kepada kaum Quraisy akan kesalahan sikap ketidak-bersyukuran mereka, dengan memberitahukan, bahwa mereka telah memilih penyem-bahan kepada tuhan-tuhan terbuat dari kayu dan batu, daripada menyembah kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Yang telah menganugerahkan kepada mereka karunia-karunia besar dan jaminan keamanan, keselamatan dan ketakutan dan kelaparan.

Pendek kata, kota Mekkah benar-benar merupakan “jannah” yang paling menakjubkan, karena sekali pun tidak memiliki sumber daya alam (SDA) secara nyata yang dapat menunjang keberlangsungan hidup di dalamnya, namun demikian Allah Swt. telah membuat Mekkah – yang di dalamnya terdapat Ka’bah (Baitullah) yang didirikan oleh Nabi Adam a.s. – benar-benar merupakan “jannah” yang sangat menakjubkan.

Doa Menyeluruh Nabi Ibrahim a.s.

Kembali kepada rangkaian doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s. mengenai keturunan beliau a.s. dari jalur Nabi Isma’il a.s. yang beliau a.s. tinggalkan di lembah Bakkah (Mekkah) yang kering gersang, rangkaian doa tersebut diakhiri dengan doa secara menyeluruh untuk semua orang-orang beriman:

اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ وَہَبَ لِیۡ عَلَی الۡکِبَرِ اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَسَمِیۡعُ الدُّعَآءِ ﴿۴۰ رَبِّ اجۡعَلۡنِیۡ مُقِیۡمَ الصَّلٰوۃِ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ٭ۖ رَبَّنَا وَ تَقَبَّلۡ دُعَآءِ ﴿۴۱ رَبَّنَا اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیَّ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ یَوۡمَ یَقُوۡمُ الۡحِسَابُ ﴿٪۴۲

Segala puji bagi Allah Yang telah menganugerahkan kepadaku Isma’il dan Ishaq walaupun usiaku telah lanjut, sesungguhnya Tuhan-ku Maha Mendengar doa. Ya Tuhan-ku, jadikanlah aku orang yang senantiasa mendirikan shalat, dan juga keturunanku. Ya Tuhan kami, dan kabulkanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan orang-orang yang beriman pada Hari penghisaban.” (Ibrahim [14]:42).

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelum ini mengenai perintah istighfar kepada Nabi Besar Muhammad saw., bahwa yang menjadi sebab mengapa para nabi Allah biasa membaca istighfar, padahal beliau-beliau pada hakikatnya dijamin untuk mendapat perlindungan terhadap syaitan, ialah kesadaran mereka tentang kesucian dan keagungan Allah Swt. satu pihak, dan mengenai kelemahan diri mereka sendiri di pihak lain.

Kesadaran akan kelemahan insani itulah yang mendorong mereka untuk mendoa dengan merendahkan diri kepada Allah Swt., supaya Dia “menutupi” mereka dengan sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya, supaya wujud mereka sendiri hilang dan tenggelam sepenuhnya dalam wujud-Nya atau fanafillaah.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar