Selasa, 18 Oktober 2011

"Janah-jannah" lainnya di Dunia: (1) Kota Makkah


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XX


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: (1) Kota Mekkah

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا اٰمِنًا وَّ یُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنۡ حَوۡلِہِمۡ ؕ اَفَبِالۡبَاطِلِ یُؤۡمِنُوۡنَ وَ بِنِعۡمَۃِ اللّٰہِ یَکۡفُرُوۡنَ ﴿۶۹

Apakah mereka tidak melihat bahwa Kami telah menjadikan tanah suci Mekkah aman, dan [di luar Mekkah] manusia direnggut dari sekelilingnya, maka apakah mereka akan beriman kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (Al-Ankabuut [29]:69).

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai keadaan yang kemudian terbalik suasananya antara keadaan orang-orang yang menentang para Rasul Allah yang secara duniawi keadaannya bagaikan dalam jannah -- contohnya keadaan Fir’aun dan kaumnya – dengan keadaan para Rasul Allah dan para pengikutnya, yang dari segi duniawi keadaannya bagaikan “sarang laba-laba”, yang tidak memberikan perlindungan apa pun terhadap penghuninya. Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:

قَدۡ مَکَرَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ فَاَتَی اللّٰہُ بُنۡیَانَہُمۡ مِّنَ الۡقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَیۡہِمُ السَّقۡفُ مِنۡ فَوۡقِہِمۡ وَ اَتٰىہُمُ الۡعَذَابُ مِنۡ حَیۡثُ لَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿۲۷ ثُمَّ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ یُخۡزِیۡہِمۡ وَ یَقُوۡلُ اَیۡنَ شُرَکَآءِیَ الَّذِیۡنَ کُنۡتُمۡ تُشَآقُّوۡنَ فِیۡہِمۡ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ اِنَّ الۡخِزۡیَ الۡیَوۡمَ وَ السُّوۡٓءَ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿ۙ۲۸

Sungguh orang-orang yang sebelum mereka telah membuat makar lalu Allah mendatangi landasan-landasan bangunannya maka atap dari atas mereka runtuh menimpa mereka, dan kepada mereka datang azab dari arah yang tidak mereka ketahui. Kemudian pada Hari Kiamat Dia akan menghinakan mereka dan Dia akan berfirman: Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu yang senantiasa kamu gunakan untuk menentang [rasul-rasul-Ku]?” Orang-orang yang telah diberi ilmu akan berkata: “Sesungguhnya ini hari kehinaan dan musibah atas orang-orang kafir.” (Al-Nahl [16]:27-28).

Bukanlah kehancuran biasa yang melanda musuh-musuh para nabi yang terdahulu itu. Mereka dibinasakan dari dahan sampai ke akar-akarnya. Landasan gedung-gedung yang telah mereka bangun itu sendiri, dan tembok-tembok serta atap-atapnya runtuh menimpa mereka, dengan perkataan lain, baik pemimpin-pemimpinnya maupun pengikut-pengikut mereka tidak ada yang selamat, Allah Swt. berfirman:

فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ مُّعَطَّلَۃٍ وَّ قَصۡرٍ مَّشِیۡدٍ ﴿۴۶ اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ وَ لٰکِنۡ تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿۴۷

Dan berapa banyak kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim lalu [dinding-dindingnya] jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi. Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu dengannya menjadikan hati mereka memahami atau dengannya menjadikan telinga mereka mendengar? Maka sesungguhnya bukan mata yang buta tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada. (Al Hajj [22]:46-47).

Kawasan-kawasan Subur di Timur Tengah

Mulai Bab I sampai Bab-bab berikutnya telah dijelaskan bahwa “jannah” (kebun) yang Adam a.s. dan istrinya atau pengikutnya berdomisili (QS.2:36; QS.7:20-23; QS.20:117-120) bukanlah surga, yang ke dalamnya para penghuni surga akan masuk, setelah mereka meninggalkan kehidupan duniawi ini. Sekurang-kurangnya ada 3 alasan mengenai hal tersebut:

(1) Adam a.s. dan istrinya yang diceritakan dalam Al-Quran mau pun dalam Bible adalah manusia yang hidup di dunia ini sekitar 6000 tahun yang lalu, di salah satu kawasan di Timur Tengah, yang karena suburnya maka disebut jannah (kebun) atau “Taman Eden”. Karena itu tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa Adam a.s. adalah manusia pertama yang diciptakan Allah Swt. di dunia ini, sebab kenyataan membuktikan terdapat berbagai fosil manusia-manusia purba yang berumur ratusan ribu tahun, bahkan jutaan tahun, sebelum Adam a.s. yang hidup di wilayah Timur Tengah. Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa Allah Swt. telah mengutus 124.0000 Adam (nabi) ke dunia ini, salah satunya adalah Adam yang diceritakan dalam Al-Quran dan Bible.

(2) Allah Swt. telah menyatakan dalam Al-Quran bahwa para penghuni surga di alam akhirat tidak akan dapat keluar atau pun dikeluarkan lagi dari dalam surga, karena kehidupan di dalam surga tersebut akan terus menerus mengalami kemajuan-kemajuan yang tidak terhingga.

(3) Kecuali dalam “jannah” (kebun) yang di dalamnya Adam a.s. dan istrinya diperintahkan Allah Swt. untuk bertempat tinggal (QS.2:36), tidak ada satu pun ayat-ayat Al-Quran yang mengemukakan berbagai keadaan dalam surga yang menyinggung keberadaan “pohon terlarang” dan bahwa syaitan dengan leluasa berada di dalamnya.

Dengan demikian jelaslah bahwa “jannah” atau “taman Eden” yang di dalamnya Adam a.s. dan istrinya atau kaumnya pernah bertempat-tinggal dan kemudian untuk sementara waktu diperintah hijrah dari “jannah” oleh Allah Swt. – akibat tipu-daya syaitan -- adalah satu satu dari sekian banyak tempat-tempat subur di wilayah Timur Tengah, yang karena di sekelilingnya terbentang gurun pasir yang luas maka Allah Swt. telah menyebut “tempat-tempat subur” seperti itu dengan sebutan “jannah”, yang apabila manusia berada di kawasan tersebut kehidupannya akan terjamin karena di dalamnya terdapat berbagai “sumber daya alam” yang melimpah-ruah, sebagaimana firman-Nya berikut ini:

وَ اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿۱۱۷ فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی ﴿۱۱۸ اِنَّ لَکَ اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی ﴿۱۱۹﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿۱۲۰

Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka ia jangan sampai mengeluarkan kamu berdua dari jannah (kebun) lalu kamu menderita kesulitan. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya dan tidak pula engkau akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari (Thaa Haa [20]:117-120).

Baitullah di Lembah Bakkah

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya bahwa akibat tertipu oleh bujuk-rayu syaitan yang sangat meyakinkan dengan perantaraan “pohon terlarang”, kemudian Allah Swt. memerintahkan Adam a.s. dan istrinya atau pengikutnya yang setia untuk hijrah sementara dari jannah (QS.2:37-40; QS.7:25-26; QS.20:56; QS.77:26-27), ke suatu wilayah lain -- yang menurit Bible ke “sebelah timur Taman Eden” (Kejadian 3:23-24).

Pertanyaannya adalah: ke wilayah manakah Nabi Adam a.s. dan para pengikut beliau yang setia hijrah dari “jannah” – yang menurut para ahli sejarah yang dimaksud “jannah” adalah adalah negeri Mesopotamia? Dalam hal ini penulis tidak akan membahas tempat yang untuk sementara waktu Nabi Adam a.s. dan para pengikutnya telah diperintahkan Allah Swt. untuk hijrah ke tempat tersebut, penulis hanya akan mengemukakan suatu tempat yang Allah Swt. dalam Al-Quran telah menyatakan bahwa Nabi Adam a.s. pernah mengunjungi tempat tersebut dan mendirikan satu “rumah ibadah” yang disebut Ka’bah atau Baitullah.

Firman Allah Swt. pada awal Bab ini merupakan kesaksian yang kekal mengenai Ka’bah, sebagai rumah suci milik Allah Sendiri. Semenjak Islam lahir, ketika dinyatakan olehnya bahwa Ka’bah menjadi kiblat yang kekal bagi umat manusia, dan bahkan di zaman jahiliyah ketika orang-orang Arab waktu itu tidak mempunyai rasa hormat terhadap jiwa manusia, wilayah itu disebut haram (suci) — daerah sekitar Ka’bah tetap merupakan tempat yang aman sentosa. Kalau di lingkungan luar Ka’bah tidak ada keamanan, maka kesamaan dan kedamaian sempurna bertakhta di dalamnya, firman-Nya:

اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا اٰمِنًا وَّ یُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنۡ حَوۡلِہِمۡ ؕ اَفَبِالۡبَاطِلِ یُؤۡمِنُوۡنَ وَ بِنِعۡمَۃِ اللّٰہِ یَکۡفُرُوۡنَ ﴿۶۹

Apakah mereka tidak melihat bahwa Kami telah menjadikan tanah suci Mekkah aman, dan [di luar Mekkah] manusia direnggut dari sekelilingnya, maka apakah mereka akan beriman kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (Al-Ankabuut [29]:69).

Firman-Nya lagi:

اِنَّ اَوَّلَ بَیۡتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِیۡ بِبَکَّۃَ مُبٰرَکًا وَّ ہُدًی لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿ۚ۹۷ فِیۡہِ اٰیٰتٌۢ بَیِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبۡرٰہِیۡمَ ۬ۚ وَ مَنۡ دَخَلَہٗ کَانَ اٰمِنًا ؕ وَ لِلّٰہِ عَلَی النَّاسِ حِجُّ الۡبَیۡتِ مَنِ اسۡتَطَاعَ اِلَیۡہِ سَبِیۡلًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاِنَّ اللّٰہَ غَنِیٌّ عَنِ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿۹۸

Sesungguhnya letak Rumah ibadah pertama yang didirikan untuk seluruh manusia adalah benar-benar yang di Bakkah yang penuh dengan berkat dan petunjuk bagi seluruh alam. Di dalamnya ada Tanda-tanda yang jelas yaitu maqam Ibrahim, dan barangsiapa memasukinya ia menjadi aman. Dan semata-mata karena Allah wajib atas manusia melakukan ibadah haji ke Rumah itu bagi orang-orang yang sanggup menempuh jalan ke sana, tetapi barangsiapa kafir maka sesungguhnya Allah Maha-kaya yakni tidak memerlukan apa pun dari seluruh alam. (Aali ‘Imran [3]:97-98).

Bakkah adalah nama yang diberikan kepada lembah Mekkah, huruf mim dari Mekkah diubah menjadi ba. Dua huruf itu dapat ganti-berganti seperti lazim dan lazib. Di sini Al-Quran menarik perhatian kaum Ahlulkitab kepada kenyataan sangat tuanya Ka’bah dengan maksud mengemukakan bahwa Mekkah merupakan pusat yang sesungguhnya dan pusat asli agama Allah, sedangkan pusat-pusat yang dipilih oleh kaum Yahudi dan Kristen itu latar asalnya jauh lebih muda. Lihat pula QS.2:128.

Seruan untuk Melaksanakan Ibadah Haji

Sesudah menyinggung kesaksian sejarah mengenai Ka’bah, Al-Quran selanjutnya mengemukakan tiga sebab guna menunjukkan bahwa Ka’bah berhak dipilih sebagai kiblat atau pusat agama Allah untuk selama-lamanya: (a) Ibrahim a.s. -- Leluhur Agung itu -- berdoa di sana; (b) Ka’bah memberi keamanan dan perlindungan; (c) Ka’bah akan tetap menjadi pusat, ke tempat itu manusia dari berbagai-bagai negeri dan bermacam-macam bangsa akan datang menunaikan kewajiban ibadah haji. Ka’bah sebagai Rumah Allah yang sangat kuno lebih jauh dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:

وَ اِذۡ بَوَّاۡنَا لِاِبۡرٰہِیۡمَ مَکَانَ الۡبَیۡتِ اَنۡ لَّا تُشۡرِکۡ بِیۡ شَیۡئًا وَّ طَہِّرۡ بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡقَآئِمِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿۲۷ وَ اَذِّنۡ فِی النَّاسِ بِالۡحَجِّ یَاۡتُوۡکَ رِجَالًا وَّ عَلٰی کُلِّ ضَامِرٍ یَّاۡتِیۡنَ مِنۡ کُلِّ فَجٍّ عَمِیۡقٍ ﴿ۙ۲۸ لِّیَشۡہَدُوۡا مَنَافِعَ لَہُمۡ وَ یَذۡکُرُوا اسۡمَ اللّٰہِ فِیۡۤ اَیَّامٍ مَّعۡلُوۡمٰتٍ عَلٰی مَا رَزَقَہُمۡ مِّنۡۢ بَہِیۡمَۃِ الۡاَنۡعَامِ ۚ فَکُلُوۡا مِنۡہَا وَ اَطۡعِمُوا الۡبَآئِسَ الۡفَقِیۡرَ ﴿۫۲۹ ثُمَّ لۡیَقۡضُوۡا تَفَثَہُمۡ وَ لۡیُوۡفُوۡا نُذُوۡرَہُمۡ وَ لۡیَطَّوَّفُوۡا بِالۡبَیۡتِ الۡعَتِیۡقِ ﴿۳۰

Dan ingatlah ketika Kami menempatkan Ibrahim di tempat rumah Allah dan berfirman: “Janganlah mempersekutukan Aku dengan sesuatu, dan bersihkanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang thawaf, yang berdiri tegak dan orang-orang yang rukuk serta sujud. Dan umumkanlah kepada manusia untuk ibadah haji, mereka akan datang kepada engkau berjalan kaki dan menunggang unta yang kurus, datang dari segenap penjuru yang jauh-jauh. Supaya mereka dapat menyaksikan manfaat-manfaatnya bagi mereka, dan dapat mengingat nama Allah selama hari-hari yang ditetapkan atas apa yang telah Dia rezekikan kepada mereka dari binatang ternak berkaki empat. Maka makanlah darinya dan berilah makan orang-orang sengsara, dan fakir. Kemudian hendaklah mereka membersihkan kekotoran mereka, memenuhi nazar-nazar mereka, dan berthawaf di sekeliling Rumah Kuno itu.” (Al-Hajj [22]:27-30).

Ayat 27 menunjukkan bahwa tempat letaknya Ka’bah telah ada, lama sebelum zaman Nabi Ibrahim a.s.. Pada hakikatnya Ka’bah didirikan oleh Nabi Adam a.s. . Ka’bah itu rumah peribadatan pertama yang dibangun di dunia (QS.3:97). Kira-kira pada masa Nabi Ibrahim a.s. rumah itu telah menjadi puing, dan letaknya beliau telah diberitahu melalui wahyu, beliau dan putra beliau, Nabi Isma’il a.s. yaitu leluhur Nabi Besar Muhammad saw. , membangunnya kembali (QS.125-130).

Ka’bah telah disebut dalam Al-Quran dengan berbagai nama, ialah Baitii (“Rumah-Ku” - QS.2:126 dan QS.22:27). Baitul-muharram (“Rumah Suci” - QS.14:38), Masjidilharam - QS.2:151). Albait (“Rumah itu” - QS.2:128, 159; QS.3:98; QS.8:36; 22: 27); Baitul-’atiq (“Rumah Kuno” - QS.22:30, 34), dan Baitul-ma’mur (“Rumah yang ramai dikunjungi” - QS.52:5). Semua nama berlain-lainan itu mengisyaratkan kepada kemuliaan Ka’bah, sebagai pusat peribadatan yang terbesar bagi umat manusia.

Kata-kata dan bersihkanlah rumah-Ku mengandung suatu perintah dan juga suatu nubuatan (kabar gaib). Perintah itu yaitu bahwa Ka’bah tidak boleh dikotori dengan penyembahan berhala, karena ia didirikan guna beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, sedang nubuatan itu terletak dalam kenyataan, bahwa perintah itu akan dilanggar, dan Rumah Allah itu akan menjadi rumah berhala, tetapi pada akhirnya sama sekali dibersihkan dari berhala-berhala itu. Di masa menjelang diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. di Ka’bah terdapat 360 buah berhala, yang kemudian pada masa Fathah (penguasaan) Mekkah telah dibersihkan oleh Nabi Besar Muhammad saw..

Ayat 28 berperan sebagai pengantar kepada masalah haji yang merupakan inti Surah ini. Mengadakan tawaf di sekitar Masjidilharam adalah upacara paling penting dalam ibadah haji, karena itu isyarat singkat kepada pentingnya kesucian Ka’bah merupakan pengantar yang tepat kepada masalah haj.

. Ibadah haji sebagai suatu peraturan agama, mulai dengan Nabi Ibrahim a.s. , sebagaimana ditunjukkan oleh kata-kata “Dan umumkanlah kepada manusia untuk naik haji.” Ibadah haji bukan adat lembaga kemusyrikan yang dimasukkan ke dalam Islam oleh Nabi Besar Muhammad saw. guna mengambil hati orang-orang Arab penyembah berhala, sebagaimana beberapa pengarang Kristen telah terbawa-bawa berpikiran demikian.

Semenjak Nabi Ibrahim a.s. ibadah haji telah berlangsung terus tanpa putus-putusnya sampai hari ini. Berkumpulnya beratus-ratus ribu orang Islam dari negeri-negeri jauh tiap-tiap tahun di kota Mekkah merupakan bukti yang tidak dapat dipatahkan mengenai sempurnanya nubuatan tersebut.

Selain faedah ruhani yang diperoleh seorang Muslim dari ibadah haji, peraturan itu mempunyai nilai kemasyarakatan dan politik yang besar. Ibadah haji memiliki daya besar untuk mempersatukan kaum muslimin dari berbagai kebangsaan menjadi satu dalam persaudaraan Islamiah internasional yang kuat. Orang-orang Islam dari seluruh bagian dunia yang bertemu di Mekkah sekali setahun dapat saling tukar pandangan mengenai hal-hal yang mempunyai kepentingan internasional, memperbaharui hubungan-hubungan yang lama, dan mengadakan hubungan-hubungan yang baru.

Mereka mempunyai kesempatan berkenalan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi saudara-saudara seagama mereka di negeri-negeri lain, memperoleh faedah dari pengalaman satu sama lain, dan bekerja sama satu sama lain dengan berbagai cara dan upaya. Oleh karena Mekkah merupakan pusat agama Islam yang ditetapkan Allah Swt. maka peraturan haji dapat berperan sebagai PBB untuk seluruh dunia Islam.

Albaitul’atiq berarti: Rumah yang bebas, sangat mulia, dan sangat tua (Lexicon Lane). Kata sifat “bebas” mengandung kabar gaib bahwa tidak ada kekuasaan musuh akan mampu menaklukkannya. Rumah itu akan tetap merdeka. Sifat “sangat mulia” mengandung arti bahwa Ka’bah senantiasa menduduki tempat yang mulia di dunia. Kenyataan bahwa Ka’bah rumah peribadatan yang sangat tua di dunia mendapat dukungan dalam satu ayat Al-Quran yang lain (QS.3:97).

Rumah itu telah ada lama sebelum Nabi Ibrahim a.s. membawa istri beliau, Siti Hajar, dan putra beliau, Nabi Isma’il a.s. untuk bermukim di lembah Mekkah yang kering gersang, dan tidak subur. (QS.14:38). Menurut kepercayaan sementara orang, Nabi Nuh a.s. pernah tawaf di sekeliling Ka’bah (Thabari menurut kutipan Enc. of Islam).

Para ahli sejarah yang kenamaan dan yang keahliannya telah diakui, bahkan termasuk pula beberapa ahli kritik yang amat memusuhi Islam, telah mengakui bahwa Ka’bah telah dianggap suci semenjak masa kuno. Deodorus Siculus dalam menulis mengenai daerah yang kini dikenal sebagai Hejaz mengatakan: “Di negeri ini terdapat suatu rumah peribadatan yang dianggap suci oleh semua orang Arab, yang kaum-kaum bertetangga berkerumun ke tempat itu dari semua jurusan.” Berkata Sir William Muir: “Kata-kata tersebut tentu menunjuk kepada Rumah Suci di Mekkah, sebab kita tidak mengetahui mengenai suatu Rumah lain yang pernah dimuliakan secara universal di Arabia ..........................Riwayat melukiskan, Ka’bah sebagai tempat ziarah dari seluruh penjuru Arabia semenjak masa yang sangat tua ......................... Kehormatan yang begitu luas, tidak boleh tidak, harus ada permulaannya pada kurun zaman yang sangat jauh." (William Muir, P.CIII).


Pembangunan Kembali Ka'bah


Nampaknya Ka’bah mula pertama dibangun oleh Nabi Adam a.s. dan setelah dihancurkan oleh banjir besar di masa Nabi Nuh a.s. telah dipugar kembali di masa kemudian oleh Nabi Ibrahim a.s. dibantu oleh putra beliau, Nabi Isma’il a.s., firman-Nya:

وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ ﴿۱۲۵

Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhan-nya dengan beberapa perintah lalu dilaksanakannya sepenuhnya. Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau imam bagi manusia.” Ia, Ibrahim, berkata: “Dan jadikanlah juga imam dari keturunanku. Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yakni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (Al-Baqarah [2]:125)

Ibtila’ (cobaan) mengandung dua hal: (a) pengkajian kedudukan atau keadaan obyeknya dan menjadi kenal dengan apa-apa yang sebelumnya tidak diketahui mengenai keadaan obyek itu; (b) menampakkan kebaikan atau keburukan obyek itu (Lexicon Lane). Kalimat itu jamak dari kalimah yang berarti suatu perintah (Mufradaat).

Imam berarti setiap obyek yang diikuti, baik manusia atau suatu Kitab (Mufradaat). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿۱۲۶ وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿۱۲۷

Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah maqaam Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.” Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepada-nya kemudian akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:126-127).

Matsabah berarti suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya ia berhak memperoleh pahala; atau tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul (Mufradat).

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Ka’bah (Baitullah) menurut beberapa riwayat — dan juga diisyaratkan oleh Al-Quran sendiri — mula-mula didirikan oleh Adam a.s. (QS.3:97) dan buat beberapa waktu merupakan pusat peribadatan para keturunannya. Kemudian dalam perjalanan masa umat manusia menjadi terpisah sehingga menjadi berbagai golongan masyarakat dan mengambil pusat-pusat peribadatan yang berbeda. Kemudian Nabi Ibrahim a.s. mendirikannya lagi, dan tempat itu tetap menjadi pusat ibadah untuk keturunannya dengan perantaraan puteranya, Nabi Isma'il a.s..

Dengan pergantian waktu tempat itu secara alamiah (praktis) diubah menjadi tempat berhala yang jumlahnya sebanyak 360 — hampir sama dengan jumlah hari dalam satu tahun. Tetapi pada masa Nabi Besar Muhammad saw.. . tempat itu dijadikan lagi pusat beribadah segala bangsa, karena Nabi Besar Muhammad saw. diutus sebagai Rasul Allah kepada seluruh umat manusia untuk mempersatukan mereka yang telah cerai-berai sesudah Adam a.s. menjadi suatu persaudaraan seluruh umat manusia.

Ka’bah, dan karenanya maka kota Mekkah juga dinyatakan menjadi tempat keamanan dan ketenteraman. Kerajaan-kerajaan yang gagah-perkasa telah runtuh dan daerah-daerah yang membentang luas telah menjadi belantara sejak permulaan sejarah, tetapi keamanan Mekkah secara lahiriah tidak pernah terganggu. Pusat-pusat keagamaan agama-agama lain tidak pernah menyatakan, dan pada hakikatnya tidak pernah menikmati keamanan demikian dan kekebalan terhadap bahaya, tetapi Mekkah senantiasa merupakan tempat yang aman dan tenteram. Tiada penakluk asing pernah memasukinya, tempat itu senantiasa tetap ada di tangan mereka yang menjunjung-muliakannya, firman-Nya di awal Bab ini membenarkan kenyataan tersebut::

اَوَ لَمۡ یَرَوۡا اَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا اٰمِنًا وَّ یُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنۡ حَوۡلِہِمۡ ؕ اَفَبِالۡبَاطِلِ یُؤۡمِنُوۡنَ وَ بِنِعۡمَۃِ اللّٰہِ یَکۡفُرُوۡنَ ﴿۶۹

Apakah mereka tidak melihat bahwa Kami telah menjadikan tanah suci Mekkah aman, dan [di luar Mekkah] manusia direnggut dari sekelilingnya, maka apakah mereka akan beriman kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (Al-Ankabuut [29]:69).

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar