Senin, 31 Oktober 2011

"Janah-jannah" lainnya di Dunia & Persiapan Penguasaan Ka'bah


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXVI


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Madinah (5) &

Persiapan Penguasaan Ka'bah

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


قَدۡ نَرٰی تَقَلُّبَ وَجۡہِکَ فِی السَّمَآءِ ۚ فَلَنُوَلِّیَنَّکَ قِبۡلَۃً تَرۡضٰہَا ۪ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿۱۴۵

Sungguh Kami melihat engkau sering menengadahkan wajah engkau ke langit, karena itu Kami niscaya akan memalingkan engkau ke arah kiblat yang engkau menyu-kainya, maka palingkanlah wajah engkau ke arah Masjidilharam, dan di mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang telah diberi kitab, mereka itu benar-benar mengetahui bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran) dari Tuhan mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:144).

Untuk sekedar mengingatkan kembali bahwa turunnya perintah Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk memindahkan arah kiblat ketika shalat yakni dari Baitul-muqadas ke Baitullah (Ka’bah) terjadi sebelum perang Badar. Hal itu mengandung suatu isyarat bahwa perpindahan kiblat tersebut harus ditindaklanjuti dengan penguasaan kota Mekkah oleh umat Islam, sebab jika tidak maka akan muncul anggapan keliru yang sangat merugikan Tauhid Ilahi yang sedang ditegakkan kembali oleh Nabi Besar Muhammad saw., bahwa umat Islam bukan saja menyembah Allah Swt. tetapi juga menyembah berhala-berhala semabahan kaum kafir Quraisy yang terdapat di Baitullah (Ka’bah). Demikian juga dalam melaksanakan ibadah haji pun akan terjadi berbagai kesulitan bagi umat Islam.

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Bab sebelumnya bahwa ketika berada di Mekkah Nabi Besar Muhamad saw. atas perintah Ilahi menghadapkan wajah beliau saw. di waktu shalat ke arah Baitulmuqadas di Yerusalem. Tetapi oleh karena dalam hati sanubari beliau saw. menginginkan Ka’bah menjadi kiblat beliau saw, dan beliau saw. pun mempunyai semacam firasat bahwa pada akhirnya keinginan beliau saw. akan terkabul, maka beliau saw. senantiasa mengambil tempat shalat yang sekaligus beliau dapat menghadap ke Baitulmuqadas dan ke Ka’bah.

Tetapi ketika Nabi Besar Muhammad saw. hijrah ke Medinah, mengingat letak kota, beliau saw. hanya dapat menghadap ke Baitulmuqadas saja. Dengan perubahan kiblat itu keinginan hati beliau yang mendalam itu menjadi lebih mendalam lagi dan meskipun karena menghargai perintah Allah Swt. beliau saw. tidak mendoa bagi perubahan itu tetapi beliau saw. dengan penuh harapan dan keinginan menengadah ke langit menanti perintah mengenai perubahan itu, firman-Nya:

قَدۡ نَرٰی تَقَلُّبَ وَجۡہِکَ فِی السَّمَآءِ ۚ فَلَنُوَلِّیَنَّکَ قِبۡلَۃً تَرۡضٰہَا ۪ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿۱۴۵

Sungguh Kami melihat engkau sering menengadahkan wajah engkau ke langit, karena itu Kami niscaya akan memalingkan engkau ke arah kiblat yang engkau menyukainya, maka palingkanlah wajah engkau ke arah Masjidilharam, dan di mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang telah diberi kitab, mereka itu benar-benar mengetahui bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran) dari Tuhan mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:144).

Nubuatan Penguasaan Umat Islam atas Ka’bah

Ungkapan kalimat nuwalliyannaka berarti juga: “Kami akan menjadikan engkau penguasa dan penjaga” dalam firman Allah Swt. di awal Bab ini, ungkapan kalimat tersebut merupakan nubuatan berganda, yaitu bahwa akhirnya Ka’bah akan menjadi kiblat semua orang dan bahwa pemilikan Ka’bah pun akan jatuh ke tangan Nabi Besar Muhammad saw..

Dalam rangka mewujudkan nubuatan tersebut maka Allah Swt. pun mewahyukan firman-firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang mengarahkan seluruh perhatian umat Islam untuk melaksanakan tugas besar dan berat menguasai Ka’bah (Baitullah) tersebut dari kekuasaan orang-orang kafir Mekkah, firman-Nya:

وَ لِکُلٍّ وِّجۡہَۃٌ ہُوَ مُوَلِّیۡہَا فَاسۡتَبِقُوا الۡخَیۡرٰتِ ؕ؃ اَیۡنَ مَا تَکُوۡنُوۡا یَاۡتِ بِکُمُ اللّٰہُ جَمِیۡعًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿۱۴۹ وَ مِنۡ حَیۡثُ خَرَجۡتَ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ اِنَّہٗ لَلۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿۱۵۰

Dan bagi tiap orang ada suatu tujuan yang kepadanya ia menghadapkan wajahnya yakni perhatiannya, maka berlomba-lombalah dalam kebaikan-kebaikan, di mana pun kamu berada Allah akan mendatangkan kamu semua, sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. Dan dari mana pun engkau keluar hadapkanlah wajah engkau ke arah Masjidilharam, dan sesungguhnya ini adalah kebenaran dari Tuhan engkau, dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah [2]:149-150).

Ayat yang terdiri atas beberapa perkataan ini mengandung segala unsur untuk mencapai kehidupan yang sukses. Pertama-tama seorang Muslim harus terlebih dahulu menetapkan bagi dirinya suatu tujuan yang pasti. Kemudian ia bukan saja harus mencurahkan seluruh perhatiannya kepada tujuan itu, lalu bekerja-keras untuk mencapainya dan berpacu dengan orang-orang Muslim lainnya dalam semangat perlombaan yang sehat, dan berusaha mendahului mereka, tetapi hendaknya menolong juga kawan-kawannya yang mungkin tersandung dan bangkit kembali lalu meneruskan perlombaan itu.

Kata muwalliihaa berarti pula “yang dijadikan olehnya berkuasa atas dirinya,” yakni orang mula-mula menetapkan tujuan dan kemudian menjadikannya faktor yang berpengaruh dalam kehidupannya. Ketika Ka’bah dijadikan kiblat maka bagi kaum Muslim menjadi sangat penting untuk menguasai Mekkah, tempat Ka’bah itu terletak. Mereka diperintahkan dalam ayat ini agar mengerahkan segala kekuatan mereka untuk merebutnya, dan Nabi Besar Muhammad saw. diperintahkan untuk memusatkan perhatian beliau saw. kepada tujuan itu dalam segala perjuangannya, sebab kharajta berarti pula “Engkau berangkat untuk bertempur” (Lexicon Lane).

Kata itu berarti juga bahwa perebutan Mekkah itu merupakan tugas pribadi Nabi Besar Muhammad saw.. Tambahan pula, kalau dalam ayat 145 perintah itu adalah berkenaan dengan perubahan kiblat, maka dalam ayat 150-151 perintah itu adalah bertalian dengan perebutan kota Mekkah, masdar khuruj terutama berarti “keluar untuk berperang”.

Kata-kata itu pun mengandung arti bahwa Mekkah pada suatu hari pasti akan jatuh ke tangan kaum Muslimin. Perebutan oleh kaum Muslimin telah pula dinubuatkan dalam Al-Quran dalam QS.17:81 dan QS.28:86. Nubuatan yang tersebut dalam Ulangan 33:2 pun telah menjadi genap, ketika Nabi Besar Muhammad saw. memimpin 10.000 orang Muslim masuk ke Mekkah sebagai penakluk.

Keberkatan-keberkatan Penguasaan Kota Mekkah

Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya penguasaan atas kota Mekkah dan Baitullah:

وَ مِنۡ حَیۡثُ خَرَجۡتَ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ۙ لِئَلَّا یَکُوۡنَ لِلنَّاسِ عَلَیۡکُمۡ حُجَّۃٌ ٭ۙ اِلَّا الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡہُمۡ ٭ فَلَا تَخۡشَوۡہُمۡ وَ اخۡشَوۡنِیۡ ٭ وَ لِاُتِمَّ نِعۡمَتِیۡ عَلَیۡکُمۡ وَ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿۱۵۱﴾ۙۛ

Dan dari mana pun engkau keluar maka hadapkanlah wajah engkau ke arah Masjidilharam, dan di mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya, supaya benar-benar tidak ada alasan bagi manusia terhadap kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku, dan supaya Aku menyempurna-kan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:151).

Kaum Muslimin diperintahkan pula agar tidak melupakan tujuan agung mereka, yaitu perebutan kota Mekkah. Kalimat “supaya orang-orang jangan mempunyai alasan terhadap kamu”, berarti bahwa bila kaum Muslimin gagal merebut Mekkah maka kecaman dan keberatan akan beralasan diajukan oleh musuh-musuh Islam bahwa Nabi Besar Muhammad saw. tidak memenuhi doa Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:130), dan oleh karena itu beliau saw. tidak dapat mendakwakan diri sebagai Nabi yang dijanjikan.

Lebih-lebih Rumah yang kepadanya orang-orang Islam diperintahkan untuk menghadapkan wajah mereka pada waktu salat itu, selain ada di bawah kekuasaan kaum musyrikin Mekkah juga penuh dengan berhala-berhala. Andaikata berhala-berhala itu tetap ada di Ka’bah, niscaya kaum Muslimin dapat dituduh menyembah berhala-berhala itu.

Keberatan itu hanya dapat dijawab secara jitu bila Rumah Suci yang semenjak semula dibaktikan untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tunggal itu telah dibersihkan dari berhala-berhala, maka perintah yang menetapkan Ka’bah sebagai kiblat untuk menggantikan Baitulmuqadas di Yerusalem dengan sendirinya diikuti dengan perintah mengenai perebutan kota Mekkah.

Kata-kata “dan supaya Aku menyempurna-kan nikmat-Ku atas kamu berarti bahwa dengan perebutan kota Mekkah maka rahmat Allah kepada kaum Muslimin akan menjadi lengkap, sebab hal itu berarti penaklukan seluruh Arab dan masuknya ribuan orang ke pangkuan Islam. Hasilnya membenarkan sepenuhnya nubuatan tersebut di atas, sebab penguasaan kota Mekkah segera diikuti oleh masuknya ribuan orang Arab keharibaan Islam.

Jatuhnya Mekkah Penyebab Berduyun-duyunnya Penduduk Mekkah Masuk Islam

Alasan lainnya mengapa penaklukan kota Mekkah diikuti oleh berduyun-duyunnya orang-orang Arab masuk Islam ialah, meskipun orang-orang Arab tidak mengikuti salah satu Kitab wahyu, tetapi nubuatan Nabi Ibrahim a.s. — bahwa Mekkah tidak akan diduduki oleh para pengikut seorang nabi palsu dan tiap-tiap kaum yang mencobanya akan menjumpai kehancuran — dikenal oleh mereka. Mereka baru saja melihat gambaran yang menakjubkan mengenai sempurnanya nubuatan itu dengan hancur-leburnya penyerang dari Abessinia, Abraha, dan tentaranya yang gagah-perkasa itu. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

کَمَاۤ اَرۡسَلۡنَا فِیۡکُمۡ رَسُوۡلًا مِّنۡکُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِنَا وَ یُزَکِّیۡکُمۡ وَ یُعَلِّمُکُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ یُعَلِّمُکُمۡ مَّا لَمۡ تَکُوۡنُوۡا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿۱۵۱﴾ؕۛ فَاذۡکُرُوۡنِیۡۤ اَذۡکُرۡکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لِیۡ وَ لَا تَکۡفُرُوۡنِ ﴿۱۵۲﴾٪

Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kamu seorang Rasul dari antaramu, yang membacakan Ayat-ayat Kami kepadamu, mensucikanmu, mengajarmu Kitab serta hik-mah, dan mengajarmu apa yang tidak kamu ketahui, maka kamu ingatlah Aku, Aku pun akan mengingatmu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu kafir kepada-Ku. (Al-Baqarah [2]:152-153).

Dengan perubahan sedikit pada urutan kata-katanya, ayat ini menunjuk kepada karya Nabi Besar Muhammad saw. dengan kata-kata yang persis sama dengan doa Nabi Ibrahim a.s. kepada Allah Swt. mengenai kedatangan seorang Nabi di antara kaum Mekkah (QS.2:130) Hal demikian menampakkan dengan jelas bahwa doa Nabi Ibrahim a.s. itu telah menjadi sempurna dalam wujud Nabi Besar Muhammad saw..

Ingat kepada Allah Swt. dari pihak manusia berarti mengingat-ingat Dia dengan cinta dan keikhlasan, menjalankan perintah-perintah-Nya, mengenang Sifat-sifat-Nya, memuliakan Dia dan memanjatkan doa kepada Dia. Sedangkan mengingat akan manusia dari pihak Allah Swt. mengandung arti, Dia menarik manusia ke dekat-Nya, menganugerahkan rahmat-Nya atas dia dan menyediakan bekal untuk kesejahteraannya.

Pentingnya Kesediaan Menderita di Jalan Allah

Selain pentingnya umat Islam untuk mengarahkan dan mengarah segala pemikiran dan daya-upaya guna terwujudnya penguasaan kota Mekkah, Allah Swt. pun memberitahukan mengenai pentingnya kesabaran serta kesiap-sediaan mengalami berbagai penderitaan di jalan Allah, karena tidak ada suatu kesuksesan besar yang diraih tanpa perjuangan dan pengorbanan yang besar pula, firman-Nya:

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿۱۵۴ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿۱۵۵

Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu me-ngatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka itu mati, tidak bahkan mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadari. (Al-Baqarah [2]:154-155).

Shabr (sabar) berarti: (1) tekun dalam menjalankan sesuatu; (2) memikul kemalangan dengan ketabahan dan tanpa berkeluh-kesah; (3) berpegang teguh kepada syariat dan petunjuk akal; (4) menjauhi perbuatan yang dilarang oleh syariat dan akal (Mufradat). Ayat ini mengandung satu asas yang hebat sekali untuk mencapai keberhasilan. Pertama, seorang Muslim harus tekun dalam usahanya dan sedikit pun tidak boleh berputus asa. Di samping itu ia harus menjauhi apa-apa yang berbahaya dan berpegang teguh kepada segala hal yang baik. Kedua, ia hendaknya mendoa kepada Allah Swt. untuk keberhasilan, sebab hanya Allah Swt. sajalah Sumber segala kebaikan.

Kata shabr (sabar) mendahului kata shalat dalam ayat ini dengan maksud untuk menekankan pentingnya melaksanakan hukum Ilahi yang terkadang diremehkan karena tidak mengetahui. Lazimnya doa akan terkabul hanya bila didampingi oleh penggunaan segala sarana yang dijadikan Allah Swt, untuk mencapai sesuatu tujuan.

Ahya itu jamak dari hayy yang antara lain berarti: (1) seseorang dengan amal yang diperbuat selama hidupnya tidak menjadi sia-sia; (2) orang yang kematiannya dituntut balas. Ayat ini mengandung suatu kebenaran agung dari segi ilmu jiwa yang diperkirakan memberikan pengaruh hebat kepada kehidupan dan kemajuan suatu kaum. Suatu kaum yang tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang telah syahid secara sepatutnya dan tidak mengambil langkah-langkah untuk melenyapkan rasa takut mati dari hati mereka, sebenarnya telah menutup masa depan mereka sendiri.

Ujian-ujian Keimanan di Jalan Allah

Karena medan perang adalah suatu tempat dan situasi yang sangat berbahaya serta memerlukan banyak sekali persiapan, baik berupa keberanian, keahlian mau pun pengorbanan harta dan bahkan jiwa, untuk itu selanjutnya Allah Swt. berfirman:

وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿۱۵۶﴾ۙ الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿۱۵۷﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿۱۵۸

Dan Kami niscaya akan menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan dalam harta, jiwa dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka berkata: Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali.” Mereka itulah orang-orang yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka inilah yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah [2]:156-158).

Ayat ini merupakan kelanjutan yang tepat dari ayat yang mendahuluinya. Kaum Muslimin harus siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa mereka untuk kepentingan Islam tetapi mereka harus juga bersedia menderita segala macam kesedihan yang akan menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian.

Allah Swt. adalah Pemilik segala yang manusia miliki, termasuk dirinya sendiri. Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tidak ada batasnya, menganggap tepat untuk mengambil sesuatu dari manusia, maka manusia tidak punya alasan untuk berkeluh-kesah atau menggerutu. Oleh karena itu tiap-tiap kemalangan yang menimpa, daripada membuat putus asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam hidup. Jadi rumusan yang ada dalam ayat ini bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan yang tepat pada waktunya.

Karena umat Islam melaksanakan berbagai petunjuk Allah Swt. tersebut maka walau pun Nabi Besar Muhammad saw. harus mengalami beberapa peperangan yang secara akal sulit dapat dimenangkan oleh mereka, namun dalam kenyataannya pada akhirnya kota Mekkah dan Baitullah benar-benar jatuh ke dalam kekuasaan Nabi Besar Muhammad saw., sehingga tidak ada alasan bagi siapa pun untuk meragukan kebenaran risalah (kerasulan) Nabi Besar Muhammad saw. dan agama Islam (Al-Quran).

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar