Sabtu, 08 Oktober 2011

Hakikat "Daun-daun Jannah" Penutup "Aurat " Adam dan Istrinya


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XIII


Tentang

Hakikat "Daun-daun Jannah" Penutup "Aurat"

Adam dan "Istrinya"

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


فَدَلّٰىہُمَا بِغُرُوۡرٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَۃَ بَدَتۡ لَہُمَا سَوۡاٰتُہُمَا وَ طَفِقَا یَخۡصِفٰنِ عَلَیۡہِمَا مِنۡ وَّرَقِ الۡجَنَّۃِ ؕ وَ نَادٰىہُمَا رَبُّہُمَاۤ اَلَمۡ اَنۡہَکُمَا عَنۡ تِلۡکُمَا الشَّجَرَۃِ وَ اَقُلۡ لَّکُمَاۤ اِنَّ الشَّیۡطٰنَ لَکُمَا عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿۲۳

Lalu ia (syaitan), membujuk kedua mereka itu dengan tipu-daya, maka tatkala keduanya merasai buah pohon itu tampaklah kepada keduanya aurat mereka berdua dan mulailah keduanya menutupi diri mereka dengan daun-daun kebun itu. Dan keduanya diseru oleh Tuhan mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari mendekati pohon itu dan Aku telah katakan kepada kamu berdua bahwa sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Al-‘Araaf [7]:23).



Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai makna "aurat" Adan a.s. dan istrinya serta hakikat pelanggaran yang dilakukan keduanya terhadap perintah (peringatn) Allah Swt,, bahwa hal itu terjadi semata-mata karena kesalahan pertimbangan belaka atas tipu-daya syaitan yang sangat melaykinkan. Dan dengan tegas Allah Swt. menyatakan bahwa sedikit pun tidak ada kehendak dalam diri Adam a.s. untuk melanggar perintah (peringatan) Allah Swt., firman-Nya:

وَ کَذٰلِکَ اَنۡزَلۡنٰہُ قُرۡاٰنًا عَرَبِیًّا وَّ صَرَّفۡنَا فِیۡہِ مِنَ الۡوَعِیۡدِ لَعَلَّہُمۡ یَتَّقُوۡنَ اَوۡ یُحۡدِثُ لَہُمۡ ذِکۡرًا ﴿۱۱۳ فَتَعٰلَی اللّٰہُ الۡمَلِکُ الۡحَقُّ ۚ وَ لَا تَعۡجَلۡ بِالۡقُرۡاٰنِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یُّقۡضٰۤی اِلَیۡکَ وَحۡیُہٗ ۫ وَ قُلۡ رَّبِّ زِدۡنِیۡ عِلۡمًا ﴿۱۱۴ وَ لَقَدۡ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اٰدَمَ مِنۡ قَبۡلُ فَنَسِیَ وَ لَمۡ نَجِدۡ لَہٗ عَزۡمًا ﴿۱۱۵﴾٪

Dan demikianlah Kami telah menurunkannya Al-Quran dalam bahasa Arab dan Kami telah menerangkan berulang-ulang di dalamnya berbagai macam ancaman supaya mereka bertakwa atau [supaya] perkataan ini mengingatkan mereka. Maka Mahatinggi Allah, Raja Yang Haq. Dan janganlah engkau tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum pewahyuannya dilengkapkan kepada engkau, dan katakanlah: "Ya Tuhan‑ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." Dan sungguh Kami benar-benar telah membuat perjanjian dengan Adam sebelum ini tetapi ia telah lupa dan Kami tidak mendapatkan padanya tekad untuk berbuat dosa. (Thaa Haa [20]:114-116).

Kembali kepada firman Allah Swt. di awal Bab ini mengenai auraq (waraq) atau "daun-daun jannah" yang dipergunakan Adam a.s. dan istrinya untuk menutupi "aurat" (kelemahan) mereka yang tampak kepada keduanya, firman-Nya:

فَدَلّٰىہُمَا بِغُرُوۡرٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَۃَ بَدَتۡ لَہُمَا سَوۡاٰتُہُمَا وَ طَفِقَا یَخۡصِفٰنِ عَلَیۡہِمَا مِنۡ وَّرَقِ الۡجَنَّۃِ ؕ وَ نَادٰىہُمَا رَبُّہُمَاۤ اَلَمۡ اَنۡہَکُمَا عَنۡ تِلۡکُمَا الشَّجَرَۃِ وَ اَقُلۡ لَّکُمَاۤ اِنَّ الشَّیۡطٰنَ لَکُمَا عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿۲۳

Lalu ia (syaitan), membujuk kedua mereka itu dengan tipu-daya, maka tatkala keduanya merasai buah pohon itu tampaklah kepada keduanya aurat mereka berdua dan mulailah keduanya menutupi diri mereka dengan daun-daun kebun itu. Dan keduanya diseru oleh Tuhan mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari mendekati pohon itu dan Aku telah katakan kepada kamu berdua bahwa sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Al-‘Araaf [7]:23).

Makna Lain "Aurat" & Buah Ketakwaan Kepada Allah Swt.

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa makna lain dari "istri" Rasul Allah adalah kaum dari Rasul Allah itu sendiri, yang kepada mereka itulah Rasul Allah telah diutus atau dibangkitkan dari kalangan mereka sendiri, itulah sebabnya dalam QS.66:11 Allah Swt. telah memisalkan kaum-kaum yang mendustakan dan mendurhakai Rasul Allah yang diutus kepada mereka sebagai "istri-istri durhaka" dari Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.., padahal dari segi keruhanian kedudukan para Rasul Allah atas kaum mereka adalah bagaikan kedudukan suami terhadap istrinya.

Itulah sebabnya walau pun istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. dari segi jasmani rahim jasmaninya berhasil "dibuahi" kedua suami mereka yang shalih sehingga kedua pasangan suami istri tersebut dikarunia keturunan (anak-anak) jasmani, tetapi dari segi akhlak dan ruhani "rahim ruhani" -- yakni hati -- kedua istri durhaka tersebut menolak "dibuahi" oleh ajaran-ajaran suci kedua suami mereka yang berpangkat rasul Allah tersebut, sehingga akibatnya akhlak dan ruhani kedua istri Rasul Allah tersebut tetap dalam keadaan rusak, dan di alam dunia mau pun di alam akhirat pun kedua istru durhaka tersebut termasuk orang-orang yang dimasukkan kepada Api kemurkaan Allah Swt., firman-Nya:

ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿۱۱

Allah mengemukakan istri Nuh dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.” (Al-Tahrim [66]:11).

Demikian pula yang terjadi pada "istri" atau kaum atau jamaah Nabi Adam a.s. pun akibat tertipu oleh tipu-daya syaitan yang sangat meyakinkan maka telah timbul perpecahan di kalangan mereka sehingga keadaan kaum atau jamaah Nabi Adam a.s. tidak lagi merupakan suatu "kesatuan" yang solid seperti sebelumnya dan dalam keadaan kehidupan yang aman tentram dalam "jannah" (kebun) sebagaimana digambarkan dalam firman-Nya:

وَ اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿۱۱۷ فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی ﴿۱۱۸ اِنَّ لَکَ اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی ﴿۱۱۹﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿۱۲۰

Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka ia jangan sampai mengeluarkan kamu berdua dari jannah (kebun) lalu kamu menderita kesulitan. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya dan tidak pula engkau akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari (Thaa Haa [20]:117-120).

Nabi Adam a.s. diperingatkan bahwa jika beliau menyerah kepada bujukan syaitan dan menerima nasihatnya maka beliau akan menjadi mahrum (luput) dari jannah, yaitu kehidupan berbahagia dan ketenteraman ruhani yang sebelumnya telah beliau nikmat, sebagaimana janji Allah Swt. kepada orang-orang yang bertakwa, firman-Nya:

وَ لَوۡ اَنَّ اَہۡلَ الۡقُرٰۤی اٰمَنُوۡا وَ اتَّقَوۡا لَفَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ بَرَکٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنۡ کَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰہُمۡ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿۹۶

Dan seandainya penduduk kota-kota beriman dan bertakwa niscaya akan Kami bukakan keberkatan dari langit dan dari bumi bagi mereka, akan tetapi mereka telah mendustakan, maka Kami menimpakan [azab] kepada mereka disebabkan apa yang senantiasa mereka usahakan. (Al-‘Araaf [7]:97). QS.2:104, QS.7:97.

Firman-Nya lagi:

وَ لَوۡ اَنَّ اَہۡلَ الۡکِتٰبِ اٰمَنُوۡا وَ اتَّقَوۡا لَکَفَّرۡنَا عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَاَدۡخَلۡنٰہُمۡ جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿۶۶ وَ لَوۡ اَنَّہُمۡ اَقَامُوا التَّوۡرٰىۃَ وَ الۡاِنۡجِیۡلَ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِمۡ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ لَاَکَلُوۡا مِنۡ فَوۡقِہِمۡ وَ مِنۡ تَحۡتِ اَرۡجُلِہِمۡ ؕ مِنۡہُمۡ اُمَّۃٌ مُّقۡتَصِدَۃٌ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ سَآءَ مَا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪۶۷

Dan seandainya para Ahlul Kitab benar-benar beriman dan bertakwa, niscaya Kami hapuskan dari mereka keburukan mereka dan niscaya Kami masukkan mereka ke dalam kebun-kebun kenikmatan. Dan seandainya mereka benar-benar menegakkan ajaran Taurat, Injil, dan apa-apa yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, niscaya mereka akan memakan barang-barang dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada umat yang mengambil jalan tengah, tetapi kebanyakan dari mereka sangat buruk apa yang mereka kerja-kan. (Al-Maaidah [5]:66-67).

Ungkapan kebun-kebun kenikmatan menunjukkan keadaan serba sempurnanya kegembiraan ruhani, begitu juga tempat-tinggal penuh kenikmatan. Sementara mene-rangkan kata-kata “kebun” (jannah) dan “surga,” Al-Quran telah mempergunakan empat ungkapan yang berbeda: (1) “kebun-kebun kenikmatan” seperti dalam ayat ini; (2) “kebun-kebun yang kekal-abadi” (QS.32:20); (3) “kebun-kebun abadi” (QS.9:72); dan (4) “Surga firdaus” (QS.8:108). Ungkapan-ungkapan tersebut menampilkan segi-segi yang berlainan, begitu juga berbagai derajat surga.

Ungkapan “akan memakan barang-barang dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka” mengandung arti: (1) Mereka niscaya akan menerima rahmat dari langit seperti wahyu Ilahi dan hubungan dengan Allah Swt., juga kesejahteraan duniawi. (2) Mereka bukan saja akan mendapat siraman hujan pada waktunya yang tepat dan lebat dari langit, tetapi tanah pun akan memberikan hasilnya untuk mereka dengan berlimpah-limpah. (3) Allah Swt. niscaya akan menyediakan untuk mereka sarana-sarana bagi kemajuan ruhani maupun jasmani.

Makna Terbukanya "Aurat" Adam a.s. dan "Istrinya"

Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan terbukanya aurat Adam a.s. dan "istrinya" adalah bahwa di lingkungan kaum (jamaah) Nabi Adam a.s. telah timbul perpecahan, sehingga suasana kehidupan yang sebelumnya bagaikan dalam jannah (kebun/surga) telah berubah menjadi tidak lagi nyaman dan tentram, bahkan telah muncul gejolak-gejolak pembangkangan yang semakin memperburuk suasana keruhanian, sehingga untuk tujuan membangun kembali suasana kehidupan surgawi seperti sebelumnya maka Allah Swt. telah memerintahkan Nabi Adam a.s. dan "istrinya" (pengikutnya) yang masih setia untuk hijrah sementara dari jannah (kebun), karena situasi di dalam jannah (kebun) tidak memungkinkan lagi bagi beliaui untuk melakukan konsolidasi serta penaataan kembali keadaan jamaah beliau agar kembali menjadi solid seperti sebelumnya.

Itulah makna dari perintah Allah Swt. kepada Adam a.s. dan "istrinya" (jamaahnya) untuk pergi atau keluar dari "jannah" guna melakukan penataan kembali keadaan jemaat beliau yang keadaannya digambarkan dalam Al-Quran sebagai "terbukanya aurat" serta "menutupi aurat" yang terbuka tersebut dengan waraq (auraq) atau "daun-daun jannah", firman-Nya:

فَدَلّٰىہُمَا بِغُرُوۡرٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَۃَ بَدَتۡ لَہُمَا سَوۡاٰتُہُمَا وَ طَفِقَا یَخۡصِفٰنِ عَلَیۡہِمَا مِنۡ وَّرَقِ الۡجَنَّۃِ ؕ وَ نَادٰىہُمَا رَبُّہُمَاۤ اَلَمۡ اَنۡہَکُمَا عَنۡ تِلۡکُمَا الشَّجَرَۃِ وَ اَقُلۡ لَّکُمَاۤ اِنَّ الشَّیۡطٰنَ لَکُمَا عَدُوٌّ مُّبِیۡنٌ ﴿۲۳

Lalu ia (syaitan), membujuk kedua mereka itu dengan tipu-daya, maka tatkala keduanya merasai buah pohon itu tampaklah kepada keduanya aurat mereka berdua dan mulailah keduanya menutupi diri mereka dengan daun-daun kebun itu. Dan keduanya diseru oleh Tuhan mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari mendekati pohon itu dan Aku telah katakan kepada kamu berdua bahwa sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (Al-‘Araaf [7]:23)

Waraq berarti: bagian terbaik lagi segar dari sesuatu; kaum muda dalam masyarakat (Lisan), menunjukkan bahwa tatkala syaitan berhasil menimbulkan perpecahan dalam masyarakat, Adam a.s. dan beberapa anggota jemaat beliau yang lemah telah keluar dari lingkungan itu; maka, beliau menghimpun auraq (daun-daun) dari jannah (kebun) itu, yakni pemuda-pemuda dalam jemaat itu, dan mulai mempersatukan serta menertibkan kembali kaumnya dengan pertolongan mereka. Pada umumnya para pemudalah yang -- disebabkan kebanyakan mereka bebas dari prarasa-prarasa dan prasangka-prasangka -- mengikuti dan menolong nabi-nabi Allah (QS.10:84).

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya, bahwa makhluk yang dikemukakan oleh Al-Quran telah menolak sujud kepada Adam a.s. disebut iblis, sedang makhluk yang menggodanya disebut syaitan. Perbedaan ini tidak hanya nampak dalam ayat yang sedang ditafsirkan, tetapi juga dalam semua ayat yang berhubungan dengan masalah itu dalam seluruh Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa sejauh hal yang menyangkut kisah ini syaitan dan iblis adalah dua pribadi yang berlainan. Pada hakikatnya kata syaitan tidak hanya digunakan terhadap ruh-ruh jahat saja, tetapi juga terhadap manusia yang disebabkan oleh watak jahat dan amal-amal buruk mereka seolah-olah menjadi penjelmaan syaitan.

Syaitan yang menggoda Adam a.s. dan istrinya dan menyebabkan beliau tergelincir itu bukan ruh jahat yang tidak nampak, melainkan manusia yang berdaging dan berdarah, bersifat jahat, yaitu syaitan dari kalangan manusia, penjelmaan syaitan dan tangan-tangan iblis. Ia (syaitan) termasuk anggota keluarga yang mengenainya Adam a.s. telah diperintahkan supaya menghindar. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa nama orang itu Harits (Tirmidzi, bab tafsir), hal itu merupakan satu bukti lagi bahwa syaitan yang menggelincirkan Adam a.s. dan istrinya dengan tipu-daya adalah seorang manusia dan bukan ruh jahat.

Dikarenakan menurut Allah Swt. pelanggaran yang dilakukan oleh Adam a.s. dan istri beliau hanya semata-mata kesalahan pertimbangan yang tidak disertai dengan tekad untuk mendurhakai perintah (peringatan) Allah Swt. karena itu Allah Swt. menyatakan bahwa tidak ada dosa apa pun yang telah dilakukan oleh Adam a.s. dan istrinya, yang mengakibatkan timbulnya doa warisan yang memerlukan penebusan dosa oleh Nabi Isa a.s. melalui "kematian terkutuk" pada tiang salib sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus dalam surat-surat kirimannya.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar