Minggu, 30 Oktober 2011

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Madinah (4) & Perpindahan Qiblat


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXV


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Madinah (4) &

Perpindahan Qiblat

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿۱۴۳

Dan demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia, supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal (perpindahan kiblat) ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).

Keberkatan hijrah berikutnya selain pertolongan Allah Swt. dalam perang Badar dan perang Uhud kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam adalah terkabulnya keinginan keras Nabi Besar Muhammad saw. untuk menjadikan Kabah (Baitullah) sebagai kiblat umat Islam, karena dengan terjadinya hijrah dari Mekkah ke Madinah maka Nabi Besar Muhammad saw. ketika mendirikan shalat tidak lagi dapat mengambil posisi menghadap ke Ka’bah di Mekkah dan Baitul Maqdis di Yerusalem sekali gus, karena Madinah terletak antara kota Mekkah dan Yerusalem, firman-Nya:

سَیَقُوۡلُ السُّفَہَآءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلّٰىہُمۡ عَنۡ قِبۡلَتِہِمُ الَّتِیۡ کَانُوۡا عَلَیۡہَا ؕ قُلۡ لِّلّٰہِ الۡمَشۡرِقُ وَ الۡمَغۡرِبُ ؕ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿۱۴۳

Orang-orang bodoh di antara manusia segera akan berkata: “Apakah yang menyebabkan mereka berpaling dari kiblatnya yang mereka senantiasa menghadap kepadanya?” Katakanlah: Milik Allah-lah timur dan barat, Dia memberi petunjuk ke jalan lurus kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Baqarah [2]:143).

Dalam beberapa ayat yang sebelumnya secara khusus telah disinggung kenyataan, bahwa sesuai dengan rencana Ilahi Nabi Ibrahim a.s. telah menempatkan istri dan putra beliau -- yakni Siti Hajar dan Isma’il a.s. -- di Lembah Mekkah yang gundul dan gersang itu. Ketika Isma’il a.s. tumbuh dewasa, Nabi Ibrahim a.s. mendirikan kembali Ka’bah dengan bantuan putra beliau itu, dan selagi membangun kembali Ka’bah itu beliau mendoa kepada Allah Swt. agar membangkitkan di antara orang-orang Arab seorang nabi besar yang bakal menjadi Pembimbing dan Pemimpin umat manusia untuk segala masa. Dan pada saat yang telah ditentukan ketika Nabi besar itu muncul, rencana Allah Swt. yang Azali mulai bekerja dan Ka’bah dijadikan “kiblat” untuk seluruh umat manusia.

Berganti Arah Kiblat & Umat yang Mulia

Tetapi ketika berada di Mekkah, Nabi Besar Muhammad saw. sesuai dengan kebiasaan lama beliau dan pula atas perintah Ilahi, menghadapkan wajah beliau saw. ke Baitulmuqadas di Yerusalem yang merupakan kiblat para nabi Bani Israil. Di Madinah pun beliau tetap menghadap ke arah Yerusalem. Tetapi beberapa bulan kemudian beliau saw. diperintahkan oleh Allah Swt. supaya menghadapkan wajah beliau ke arah Ka’bah. Hal itu dicela oleh orang-orang Yahudi.

Ayat dalam pembahasan ini memberikan jawaban terhadap keberatan mereka, dan pula menjelaskan hikmah perintah untuk mengubah arah kiblat itu. Tetapi Al-Quran tidak pernah memberikan sesuatu perintah baru secara serentak. Al-Quran senantiasa mulai dengan menyediakan dahulu landasan untuk penerimaannya dengan memberikan alasan-alasan yang mendukung perintah itu, dan mencegah serta menjawab keberatan-keberatan yang mungkin timbul terhadap perintah itu.

Karena perintah perubahan kiblat itu mungkin akan mengganggu ketenangan dan keseimbangan batin sebagian orang maka dalam ayat ini landasannya tengah disediakan dengan membuat satu pandangan umum bahwa pemilihan arah tertentu untuk beribadah itu tidak begitu penting. Apa yang penting ialah jiwa ketaatan kepada Allah Swt. dan semangat kesatuan di antara orang-orang yang beriman.

Anak kalimat, Timur dan Barat adalah milik Allah menerangkan bahwa pilihan timur atau barat itu tak begitu penting, dan karena tujuan hakiki adalah hanya Allah Swt. maka menetapkan arah tertentu itu terutama sekali dimaksudkan untuk menciptakan rasa persatuan. Ayat ini berarti pula bahwa suatu hari Ka’bah akan jatuh ke tangan kaum Muslim. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿۱۴۳

Dan demikianlah Kami menjadikan kamu satu umat yang mulia, supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat melainkan supaya Kami mengetahui orang yang mengikuti Rasul dari orang yang berpaling di atas kedua tumitnya. Dan sesungguhnya hal (perpindahan kiblat) ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menyia-nyiakan iman kamu, sesung-guhnya Allah benar-benar Maha Pengasih, Maha Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah [2]:144).

Al-wasath berarti: menempati kedudukan di tengah; baik dan mulia dalam pangkat (Aqrab). Kata itu dipakai di sini dalam arti baik dan mulia. Dalam QS.3:111 pun kaum Muslimin disebut kaum terbaik. Kaum Muslimin diperingatkan di sini bahwa tiap-tiap keturunan mereka harus menjaga dan mengawasi keturunan berikutnya. Karena mereka kaum terbaik maka mereka berkewajiban senantiasa berjaga-jaga agar jangan jatuh dari taraf hidup yang tinggi seperti yang diharapkan dari mereka dan berusaha agar setiap keturunan berikutnya pun mengikuti jalan yang ditempuh oleh mereka yang telah menikmati pergaulan suci dengan Nabi Besar Muhammad saw..Jadi Nabi Besar Muhammad saw. itu harus menjadi penjaga para pengikut beliau yang terdekat sedang mereka pada gilirannya harus menjadi penjaga penerus-penerus mereka dan demikian seterusnya.

Kata-kata “agar Rasul itu menjadi penjaga kamu dapat pula berarti bahwa seperti telah ditakdirkan, kaum Muslimin akan menjadi pemimpin umat manusia dan dengan amal saleh mereka akan menjadi penerima karunia-karunia istimewa dari Allah Swt.. Dengan demikian kaum-kaum lain akan terpaksa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang Islam mengikuti agama yang benar, dan dengan demikian kaum Muslimin akan menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi orang-orang lain seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menjadi saksi atas kebenaran Islam bagi mereka.

Perpindahan kiblat Ujian bagi Semua Pihak

Dari kata-kata Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat” tampak bahwa Nabi Besar Muhammad saw. telah mengambil Baitulmuqadas sebagai kiblat beliau saw. atas perintah Ilahi, tetapi karena Baitulmuqadas itu dimaksudkan oleh Allah Swt. hanya untuk menjadi kiblat sementara dan kelak akan digantikan Ka’bah (Baitullah), yang akan menjadi kiblat untuk seluruh umat manusia sepanjang masa, maka perintah bertalian dengan kiblat sementara itu tidak termasuk dalam Al-Quran.

Hal itu menunjukkan bahwa semua perintah yang sifatnya sementara semacam itu tidak dimasukkan dalam Al-Quran, hanya perintah-perintah yang bersifat kekal saja yang dimasukkan di dalamnya. Anggapan bahwa ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang sekarang tidak berlaku lagi (mansukh) sama sekali tidak berdasar.

Orang-orang Arab itu sangat besar keterikatan mereka kepada Ka’bah, rumah ibadah tertua di Mekkah. Ka’bah adalah tempat peribadatan nasional mereka yang turun temurun semenjak zaman Nabi Ibrahim a.s. maka merupakan cobaan berat bagi mereka ketika pada zaman permulaan Islam diperintahkan meninggalkan Ka’bah dan digantikannya dengan Baitulmuqadas di Yerusalem yang merupakan kiblat para Ahlulkitab (Bukhari dan Tafsir Ibnu Jarir). Dan kemudian di Madinah perubahan kiblat dari Baitulmuqadas ke Ka’bah merupakan ujian berat bagi kaum Yahudi dan Kristen. Jadi, perubahan itu ternyata merupakan ujian bagi para Ahlulkitab dan kaum Muslimin, begitu pula bagi kaum musyrikin Mekkah.

Karena Nabi Besar Muhammad saw. adalah pengabulan doa Nabi Ibrahim a.s. ketika bersama Nabi Isma’il a.s. mendirikan kembali Ka’bah (Baitullah) di Mekkah (QS.2:128-130) tentu secara fitrat Nabi Besar Muhammad saw. sangat menginginkan agar Ka’bah (Baitullah) menjadi kiblat bagi umat Islam, untuk itulah maka ketika masih berada di Mekkah ketika shalat beliau saw. selalu mengambil posisi agar selain menghadap Baitulmuqadas di Yerusalem – rumah Allah yang didirikan oleh Nabi Sulaiman a.s. – juga dapat menghadap Ka’bah (Baitullah). Tetapi ketika beliau saw. telah hijrah ke Madinah maka cara tersebut tidak dapat lagi dilakukan karena Madinah terletak antara Mekkah dan Yerusalem.

Mengisyaratkan kepada keinginan agar dapat sepenuhnya berkibat ke Ka’bah (baitullah) di mekkah itulah I firman-Nya berikut ini:

قَدۡ نَرٰی تَقَلُّبَ وَجۡہِکَ فِی السَّمَآءِ ۚ فَلَنُوَلِّیَنَّکَ قِبۡلَۃً تَرۡضٰہَا ۪ فَوَلِّ وَجۡہَکَ شَطۡرَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ؕ وَ حَیۡثُ مَا کُنۡتُمۡ فَوَلُّوۡا وُجُوۡہَکُمۡ شَطۡرَہٗ ؕ وَ اِنَّ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ لَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ؕ وَ مَا اللّٰہُ بِغَافِلٍ عَمَّا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿۱۴۵

Sungguh Kami melihat engkau sering menengadahkan wajah engkau ke langit, karena itu Kami niscaya akan memalingkan engkau ke arah kiblat yang engkau menyu-kainya, maka palingkanlah wajah engkau ke arah Masjidilharam, dan di mana pun kamu berada hadapkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang telah diberi kitab, mereka itu benar-benar mengetahui bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran) dari Tuhan mereka, dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:144).

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa ketika berada di Mekkah Nabi Besar Muhamad saw. atas perintah Ilahi menghadapkan wajah beliau saw. di waktu shalat ke arah Baitulmuqadas di Yerusalem. Tetapi oleh karena dalam hati sanubari beliau saw. menginginkan Ka’bah menjadi kiblat beliau saw, dan beliau saw. pun mempunyai semacam firasat bahwa pada akhirnya keinginan beliau saw. akan terkabul, maka beliau saw. senantiasa mengambil tempat shalat yang sekaligus beliau dapat menghadap ke Baitulmuqadas dan ke Ka’bah.

Tetapi ketika Nabi Besar Muhammad saw. hijrah ke Medinah, mengingat letak kota, beliau saw. hanya dapat menghadap ke Baitulmuqadas saja. Dengan perubahan kiblat itu keinginan hati beliau yang mendalam itu menjadi lebih mendalam lagi dan meskipun karena menghargai perintah Allah Swt. beliau saw. tidak mendoa bagi perubahan itu tetapi beliau saw. dengan penuh harapan dan keinginan menengadah ke langit menanti perintah mengenai perubahan itu.

Nubuatan Penguasaan Umat Islam atas Ka’bah

Nuwalliyannaka berarti juga: “Kami akan menjadikan engkau penguasa dan penjaga.” Ungkapan ini merupakan nubuatan berganda, yaitu bahwa akhirnya Ka’bah akan menjadi kiblat semua orang dan bahwa pemilikan Ka’bah pun akan jatuh ke tangan Nabi Besar Muhammad saw..

Kata-kata itu berarti bahwa meskipun dalam keadaan biasa kaum Muslimin diperintahkan menghadap ke Ka’bah pada waktu shalat, tetapi kepentingan soal arah itu sesungguhnya menempati urutan kedua. Perubahan arah kiblat itu dimaksudkan untuk mengadakan dan memelihara persatuan dan keseragaman dalam persaudaraan umat Islam.

Pernyataan Allah Swt. dalam firman-Nya tersebut “Dan sesungguhnya orang-orang yang telah diberi kitab, mereka itu benar-benar mengetahui bahwa sesungguhnya pemindahan kiblat ini adalah haq (kebenaran) dari Tuhan mereka Lihat Kejadian 21:21; Yahya 4:21; Yesaya 45:13; dan Ulangan 32:2. Namun walau pun demikian mereka tidak mau mengakui kenyataan tersebut, Allah Swt, berfirman:

وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوْا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَّا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ وَمَآ أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَآئَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِيْنَ ﴿۱۴۶ اَلَّذِیۡنَ اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ ؕ وَ اِنَّ فَرِیۡقًا مِّنۡہُمۡ لَیَکۡتُمُوۡنَ الۡحَقَّ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿۱۴۷﴾ؔ اَلۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿۱۴۸﴾٪

Dan jika sekali pun engkau mendatangkan segala macam Tanda kepada orang-orang yang diberi Kitab, mereka sekali-kali tidak akan mengikuti kiblat engkau dan engkau pun tidak akan menjadi pengikut kiblat mereka, dan sebagian mereka tidak akan menjadi pengikut kiblat sebagian yang lain. Dan jika engkau benar-benar mengikuti keinginan mereka sesudah ilmu datang kepada engkau, sesungguhnya jika demikian engkau benar-benar akan termasuk orang-orang yang zalim. Orang-orang yang telah Kami beri kitab, mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya, dan sesungguhnya segolongan dari mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui. Kebenaran ini dari Tuhan engkau, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah [2]:146-148).

Ayat ini menunjuk kepada permusuhan orang-orang Yahudi dan Kristen bukan saja terhadap Islam, tetapi pula yang satu terhadap yang lain. Orang-orang Yahudi mempunyai Yerusalem sebagai kiblat mereka (Raja-raja 8:22-30; Daniel 6:10; Zabur 5:7 dan Yunus 2:4); sedangkan kaum Samaria -- cabang kaum Yahudi yang dipencilkan dan juga menganut hukum syariat Nabi Musa a.s. -- mereka telah menetapkan bukit tertentu di Palestina yang disebut Gerizim sebagai kiblat mereka (Commentary on the New Testament by W. Walsham How D.D).

Orang-orang Kristen zaman permulaan mengikuti kiblat kaum Yahudi (Encyclopaedia Britanica. 14 th. edition, V. 676 dan Jewish Encyclopaedia. VI, 53). Kaum Kristen dari Najran melakukan kebaktian dalam masjid Nabi Besar Muhammad saw. di Medinah dengan wajah menghadap ke Timur (Zurqani, IV, 41). Jadi kaum Yahudi, kaum Samaria, dan Kristen mengikuti kiblat yang berlainan disebabkan oleh iri hati dan permusuhan satu sama lain. Dalam keadaan demikian sia-sialah mengharapkan mereka akan mengikuti kiblat orang-orang Islam.

Kata ganti “nya” (atau dia) dalam kalimat “mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya “ dapat dianggap menunjuk kepada perubahan kiblat atau kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.7:158; QS.48:30). Anak kalimat itu berarti bahwa para Ahlul Kitab mengetahui atas dasar nubuatan-nubuatan yang terdapat dalam Kitab-kitab suci mereka bahwa seorang nabi akan muncul di tengah-tengah orang Arab yang akan mempunyai hubungan istimewa dengan Ka’bah.

Ya’rifuna-hu berasal dari ‘arafa yang berarti ia mengetahui atau mengenal atau melihat sesuatu. Meskipun kata itu dipakai pula mengenai ilmu yang diperoleh melalui pancaindra jasmani, kata itu terutama dipakai mengenai ilmu yang diperoleh lewat renungan dan tafakur (Mufradat).

Jadi, jelaslah bahwa perpindahan kiblat umat Islam dari Baitulmuqadas ke Baitullah (Ka'bah) di Makkah bukan suatu peristiwa yang hanya merupakan keinginan pribadi Nabi Besar Muhammad saw. melainkan sebelumnya pun telah dinubuatkan dalam Kitab-kitab suci sebelumnya, khususnya dalam Taurat dan Injil, itulah sebabnya Allah Swt. menyatakan bahwa "mereka telah mengenal kebenaran itu seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri".

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid


Tidak ada komentar:

Posting Komentar