Minggu, 18 Desember 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Hijrah dari Qadian Daarul Aman ke Rabwah


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian LXII


Tentang

Hijrah dari Qadian Daarul Aman ke Rabwah

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪۵۱

Dan Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir (Al-Mu’minuun [23]:51).

Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai cara Allah Swt. menghidupkan kembali bumi yang mati akibat dilanda musim kemarau panjang, yaitu dengan diturunkan-Nya air hujan, demikian pula dalam dunia keruhanian cara menghidupkan agama dan umat beragama yang telah kehilangan ruhnya yaitu dengan cara mengembalikan ruh agama tersebut berupa diturunkan-Nya hujan wahyu Ilahi kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37), sehingga keadaan suatu umat yang keadaannya terpecah-belah seperti “tulang belulang berserakan” akan menjadi hidup kembali dan menjadi “khalqan jadiid” (makhluk baru – QS.17:50-53).

Telah dijelaskan pula bahwa sebagaimana di masa awal, umat Islam di masa Nabi Besar Muhammad saw. adalah “makhluk baru” yang dibangkitkan dari “tulang belulang berserakan” bangsa Arab Jahiliyah melalui hujan wahyu Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw., sehingga mereka bukan hanya sekedar menjadi “makhluk baru” tetapi juga sebagai “khayra ummah” (umat terbaik – QS.2:144; QS.3:111).

Qadian Daarul Aman “Sumber Mata Air Ruhani” Al-Quran

Hal yang sama terjadi juga di Akhir Zaman berkenaan dengan Jemaat Ahmadiyah, yang lahir di Qadian Daarul Aman sebagai “makhluk baru”, juga muncul dari “tulang-belulang berserakan keadaan umat Islam yang telah terpecah belah menjadi 73 golongan, melalui hujan wahyu Ilahi kepada Rasul Akhir Zaman yakni kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad a.s. (QS.62:3-5), yaitu dalam rangka mewujudkan kejayaan umat Islam yang kedua kali di Akhir Zaman, firman-Nya:

ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿۹

Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq (benar), supaya Dia menunggulkannya atas semua agama walau pun orang-orang musyrik tidak menyukai (Al-Shaff [61]:10).

Sehubungan firman Allah Swt. di awal Bab ini, sebagaimana halnya perjalanan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam melaksanakan gelarnya sebagai Al-Masih yang banyak melakukan perjalanan mencari domba-domba Israil yang hilang di luar wilayah Palestina – dan berakhir di dataran tinggi Kasymir di kaki pegunungan Himalaya, wilayah yang penuh dengan sumber-sumber mata air yang berubah menjadi aliran sungai-sungai besar, demikian pula rekan beliau, yaitu misal Isa Al-Masih Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), lahir di Qadian Daarul Aman, suatu kampung di Provinsi Punjab Hindustan, yang juga berlokasi di kaki pegunungan Himalaya.

Dengan demikian jelaslah bahwa mendekatnya kedua “Al-Masih” tersebut secara jasmani di suatu wilayah dataran tinggi (Rabwah) bukanlah suatu peristiwa kebetulan, karena untuk mensukseskan missi sucinya kedua Rasul Allah tersebut memerlukan perlindungan Allah Swt. dari makar-makar buruk para penentangnya, firman-Nya:

وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪۵۱

Dan Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir (Al-Mu’minuun [23]:51).

Di Akhir Zaman ini dari Qadian Daarul Aman inilah muncul sumber mata air ruhani Al-Quran melalui Mirza Ghulam Ahmad a.s..

Karena Kasymir letaknya sangat jauh dari Palestina -- tempat berkeliarannya ulama-ulama Yahudi yang terus berusaha menggagalkan missi suci Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sebagai Al-Masih (QS.3:43-57) -- sehingga dengan demikian Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau telah diselamatkan serta dimuliakan Allah Swt. baik secara jasmani maupun secara ruhani dari makar buruk para pemuka Yahudi yang berusaha menghinakan beliau melalui penyaliban yang gagal membunuh beliau (QS.4:156-159).

Letak Kasymir di kaki gunung Himalaya yang lebih tinggi dari letak Palestina di Timur Tengah merupakan tanda tersendiri mengenai dimuliakan-Nya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau oleh Allah Swt., seperti juga telah berlabuhnya bahtera Nabi Nuh a.s. dan para penumpangnya di gunung Al-Judi, sedangkan kaumnya yang takabbur telah dihinakan Allah Swt. dalam gulungan banjir dahsyat (QS.11:29-45).

Begitu juga kelahiran Al-Masih Akhir Zaman di Qadian Daarul Aman pun bukan tanpa hikmah, sebab dalam kenyataannya keberadaan Pemerintah Kerajaan Inggris di Hindustan dari satu segi bagaikan “dataran tinggi” (Rabwah) yang melindungi keselamatan Al-Masih Akhir Zaman dari makar-makar buruk pihak-pihak yang memusuhi beliau, termasuk makar buruk dari para pemuka agama yang dianut oleh Pemerintah Kerajaan Inggris, yang merasa sangat dirugikan dengan missi dan pendakwaan Pendiri Jemaat Ahmadiyah mengenai telah wafatnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s..

Kenyataan membuktikan, bahwa walau pun berbagai pendakwaan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. serta penyataannya bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) telah wafat (QS.3:56; QS.5:117-119) benar-benar sangat merugikan faham agama yang dianut Pemerintah Kerajaan Inggris, tetapi dalam masalah keagamaan Pemerintah Kristen terbesar saat itu tersebut tidak mau ikut campur-tangan.

Itulah salah satu kelebihan sifat bangsa dan pemerintah Kerajaan Inggris dalam hal kebebasan beragama, sehingga firman Allah Swt. mengenai perlindungan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan ibunda beliau dari berbagai bahaya yang mengancam pun berlaku pula bagi MIrza Ghulam Ahmad a.s. -- Al-Masih Akhir Zaman yang lahir di Qadian Daarul Aman, yang letaknya di kaki Gunung Himalaya. Dengan demikian pemerintah kerajaan Inggris di Hindustan pun dari satu segi menggambarkan firman-Nya di awal bab ini:

وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪۵۱

Dan Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir (Al-Mu’minuun [23]:51).

Hijrah dari Qadian ke Rabwah

Bukti lainnya bahwa Qadian Daarul Aman benar-benar merupakan “Jannah” di Akhir Zaman, adalah ketika pada tahun 1947 Pemerintah Inggris memberikan kemerdekaan kepada Hindustan. Ketika itu umat Muslim di Hindustan melakukan hijrah ke wilayah yang dikuasai oleh mayoritas Muslim di Hindustan, yang kemudian menjadi negara Pakistan.

Pada saat itu Jemaat Ahmadiyah yang dipimpin oleh Khalifatul Masih II, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a., putera Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- yang lebih dikenal dengan sebutan Mushlih Mau’ud r.a. – sebagai sesama Muslim memilih hijrah dari Qadian yang terletak di wilayah India ke wilayah Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

Pada masa hijrah umat Muslim Hindustan ke Pakistan tersebut, Qadian Daarul Aman, benar-benar menjadi tempat berlindung umat Islam dari kejaran umat Hindu dan Sikh yang tidak membiarkan umat Islam hijrah ke wilayah Pakistan dengan aman. Ketegangan peristiwa hijrah kaum Muslim Hindustan ke Pakistan tersebut tidak kalah menegangkannya dari pengejaran yang dialami oleh Bani Israil oleh Fir’aun dan balatentaranya, bahkan lebih mengerikan karena terjadi berbagai peristiwa pembantaian.

Umat Islam Hindustan yang mencari perlindungan di Qadian mereka jauh lebih beruntung dari keadaan umat Islam Hindustan lainnya yang tidak mencari perlindungan Pusat Jemaat Ahmadiyah tersebut, karena mereka harus mengalami berbagai perlakuan zalim dari umat Hindu dan Sikh India, yang bukan saja berbeda dalam hal agama dan keyakinan tetapi juga berbeda dan bertentangan dalam hal politik.

Rombongan yang paling akhir hijrah dari Qadian Daarus Salam adalah Khalifatul Masih II Jemaat Ahmadiyah, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a.. Beliau sebelum berangkat meningalkan Qadian telah menetapkan salah seorang putra beliau yang bernama Sahibzada Wasim Ahmad, untuk tetap tinggal dan menjaga Qadian bersama dengan anggota Jemaat Ahmadiyah yang telah ditetapkan oleh Khalifatul Masih II Jemaat Ahmadiyah saat itu, dan jumlah mereka 313 orang, sama dengan jumlah umat Islam dalam Perang Badar.

Selama bertahun-tahun para penjaga Qadian Daarul Aman – yang dikenal dengan sebutan para Darweiys – tersebut mengalami berbagai upaya penyerangan oleh umat Hindu, namun dengan karunia Allah Swt. Qadian Daarul Aman tidak pernah jatuh ke dalam kekuasaan musuh.

Banyak cerita peristiwa mukjizat yang sangat menakjubkan yang dialami oleh para Darweisy, yang membuktikan bahwa Qadian Daarul Aman benar-benar mendapat pemeliharaan dari Allah Swt.. Salah satu di antaranya adalah bahwa di Qadian banyak terdapat gudang senjata api, padahal senjata yang dipersiapkan oleh para penjaga Qadian tersebut sangat sederhana seperti sederhananya senjata pasukan Muslim di Perang Badar.

Rombongan orang yang hijrah dari Qadian ke wilayah Pakistan adalah keluarga Khalifatul Masih II, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a. – dan untuk sementara waktu tinggal di rumah keluarga salah seorang Sahabi Al-Masih Mau’ud a.s. di Ratanagar dekat kota Lahore.

Untuk kepentingan pergerakan roda organisasi Jemaat Ahmadiyah, lalu di beli sebuah wilayah yang harganya sangat murah, karena wilayah tersebut selain kering-gersang karena merupakan daerah yang sangat tidak subur, juga terkenal sebagai tempat para penyamun dan binatang buas. Sumber air pun baru dapat ditemukan setelah melakukan pengeboran sebanyak 75 kali.

Untuk sementara waktu keluarga-keluarga Ahmadi yang pindah di wilayah tersebut tinggal di dalam tenda-tenda, karena belum memungkinkan untuk membuat rumah-rumah secara permanen. Dalam perkembangannya tempat tersebut oleh Khalifatul Masih II Jemaat Ahmadiyah diberi nama Rabwah, secara bertahap di tempat tersebut dibangun berbagai bangunan penting, baik berupa gedung-gedung perkantoran Jemaat Ahmadiyah, mesjid, mau pun blok-blok perumahan-perumahan yang teratur.

Pada saat ini berbagai fasilitas yang tersedia di kota Rabwah, tidak kalah dengan kota-kota besar lainnya di Pakistan, termasuk keberadaan rumah sakit modern “Fazli Umar” dengan dukungan dokter-dokter ahli, baik lulusan dalam negeri Pakistan dan luar negeri, khususnya Amerika Serikat. Demikian juga di Rabwah terdapat “Tahir Institut”, yang khusus penanganan penyakit jantung.

Bahkan saat ini Rabwah telah menjadi rujukan Pemerintah Pakistan dalam menata kota-kota lainnya di Pakistan, karena perancanaan tata-kota Rabwah yang sangat rapi, dan rumah sakitnya menjadi rujukan tempat berobat masyarakat umum di Pakistan, karena tingkat kesembuhan yang dihasilkannya sangat tinggi, walau pun dari segi akidah para pasien itu adalah orang-orang yang tidak sepaham dengan pemahaman Islam Jemaat Ahmadiyah.

Rabwah adalah “Jannah” lainnya selain Qadian Daarul Aman

Rabwah yang sebelumnya tempat kering gersang serta suhu udaranya di musim panas sangat panas, sejak Markaz (Pusat) Jemaat Ahmadiyah hijrah dari Qadian Daarul Aman ke Rabwah, secara berangsur-angsur telah menghijau dengan berbagai pohon-pohon yang rimbun serta taman-taman kota, sehingga Rabwah pun telah menjadi “jannah” lainnya di Akhir Zaman ini di samping Qadian Daarul Aman.

Dipastikan penetapan nama Rabwah bagi Pusat (Markaz) Jemaat Ahmadiyah di Pakistan tersebut diambil dari Kitab Suci Al-Quran, sebutan rabwah terdapat pada dua Surah Al-Quran, yang pertama adalah firman Allah di awal Bab ini:

وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪۵۱

Dan Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir (Al-Mu’minuun [23]:51).

Yang kedua adalah firman-Nya berikut ini:

وَ مَثَلُ الَّذِیۡنَ یُنۡفِقُوۡنَ اَمۡوَالَہُمُ ابۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ اللّٰہِ وَ تَثۡبِیۡتًا مِّنۡ اَنۡفُسِہِمۡ کَمَثَلِ جَنَّۃٍۭ بِرَبۡوَۃٍ اَصَابَہَا وَابِلٌ فَاٰتَتۡ اُکُلَہَا ضِعۡفَیۡنِ ۚ فَاِنۡ لَّمۡ یُصِبۡہَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ؕ وَ اللّٰہُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ ﴿۲۶۵

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta mereka demi mencari keridhaan Allah dan memperteguh jiwa mereka adalah seperti perumpamaan kebun yang terletak di tempat tinggi,. hujan lebat menimpanya lalu menghasilkan buahnya dua kali lipat, tetapi jika hujan lebat tidak pernah menimpanya maka hujan gerimis pun memadai, dan Allah Maha Melihat apa pun yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah [2]:226).

Ayat tersebut merupakan rangkaian dari ayat-ayat Al-Quran tentang masalah pengorbanan harta di jalan Allah (QS.2:262-267), yang merupakan kewajiban penting lainnya dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Swt., dan merupakan salah satu dari tanda-tanda orang bertakwa, yakni “dan mereka membelanjakan dari apa yang Kami rezekikan kepada mereka (QS.2:4).

Dari kota Rabwah inilah perkembangan Jemaat Ahmadiyah di masa kepemimpinan Khalifatul Masih II, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. – yang lebih terkenal dengan sebutan Mushlih Mau’ud -- berkembang pesat, sekali pun menghadapi berbagai perlawanan keras, baik dari pihak penentang Jemaat Ahmadiyah yang merupakan mayoritas, mau pun penentangan dari dalam sendiri pimpinan Maulvi Muhammad Ali MA LLB dan kawan-kawan, yang kemudian melepaskan diri dari Khilafat Ahmadiyah yang didirikan atas perintah Allah Swt. oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s., dan mendirikan Anjuman Ahmadiyah yang berpusat di kota Lahore, yang kemudian dikenal dengan sebutan Ahmadiyah Lahore.

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar