Selasa, 06 Desember 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Rasul Akhir Zaman & Qadian Daarul Aman - "Jannah" Akhir Zaman (3)


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian LVI


Tentang

Rasul Akhir Zaman & Qadian Daarul Aman - "Jannah" Akhir Zaman (2)

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا﴿۳۱

Dan Rasul itu berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan (Al-Furqaan [25]:31).

Dalam Bab sebelumnya ada pertanyaan yakni: Mengapa “Rasul Akhir Zaman” itu – yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s. – lahir di kawasan Hindustan (India)? Mengapa “Rasul Akhir Zaman” itu tidak lahir di kawasan Timur Tengah sebagaimana para rasul Allah yang diutus sebelum Nabi Besar Muhammad saw.? Dia berfirman:

وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ۲۰ اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿۲۱ وَ مَا لِیَ لَاۤ اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ وَ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿۲۲ ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا وَّ لَا یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ۲۳ اِنِّیۡۤ اِذًا لَّفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿۲۴ اِنِّیۡۤ اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ۲۵ قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ ؕ قَالَ یٰلَیۡتَ قَوۡمِیۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ۙ۲۶

Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan mengapakah aku tidak menyembah Tuhan Yang menciptakan diriku dan Yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan? Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku syafaat mereka itu tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku jika demikian niscaya berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku beriman kepada Tuhan kamu maka dengarlah aku.” (Yaa Siin [36]:20-26).

Qadian di Hindustan

Kata-kata “bagian terjauh kota itu” dapat diartikan suatu tempat yang jauh letaknya dari kota Makkah yang merupakan markas (pusat) Islam, yakni Islampur Qadhi atau Qadian, tempat kelahiran Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang atas perintah Allah mendakwakan sebagai Rasul Akhir Zaman, yang kedatangannya ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan nama (sebutan) yang berbeda-beda).

Kata "min aqshal- madiinati -- dari bagian terjauh kota" tersebut memiliki hubungan erat dengan sebutan masjidil-aqsha - mesjid yang jauh" yang dalam peristiwa isra Nabi Muhammad saw. digambarkan diperjalankan dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Yerusalem, padahal pada saat itu di Yerusalem belum ada mesjid yang namanya Masjidil Aqsha melainkan Baitul Muqadas (Baitul Maqdis) yang dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s., karena mesjid yang diberi nama Masjidil Aqsha baru dibangun pada masa Khalifah Umar Bin Khaththab r.a. ketika Palestina jauh ke dalam kekuasaan umat Islam, firman-Nya:

سُبۡحٰنَ الَّذِیۡۤ اَسۡرٰی بِعَبۡدِہٖ لَیۡلًا مِّنَ الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ اِلَی الۡمَسۡجِدِ الۡاَقۡصَا الَّذِیۡ بٰرَکۡنَا حَوۡلَہٗ لِنُرِیَہٗ مِنۡ اٰیٰتِنَا ؕ اِنَّہٗ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡبَصِیۡرُ ﴿۲

Maha Suci Dia Yang memperjalankan hamba-Nya pada waktu malam dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha yang sekelilingnya telah Kami berkati, supaya Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari Tanda-tanda Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Bani Israil [17]:2).

Demikian juga isyarat yang terkandung dalam kata rajulun dapat tertuju kepada Mirza Ghulam Ahmad a.s. , yang telah disebut demikian dalam suatu hadits yang terkenal (Bukhari, Kitab at-Tafsir “turunnya Isa ibnu Maryam a.s.”) ketika Nabi Besar Muhammad saw. menjawab pertanyaan Abu Hurairah r.a. mengenai Surah Al-Jumu’ah ayat 3-4, yaitu ayat wa aakhaariina minhum lammaa yalhaquu bihim, firman-Nya:

ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿۲ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿۳ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿۴

Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang crasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dan juga akan membangkitkan-nya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [63]:3-5).

Tugas suci Nabi Besar Muhammad saw. meliputi penunaian keempat macam kewajiban mulia yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung dan mulia itulah yang dipercayakan kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau di tengah-tengah orang-orang Arab buta huruf itu leluhur beliau, Nabi Ibrahim a.s., telah memanjatkan doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi Isma’il a.s., beliau mendirikan dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:130).

Pada hakikatnya tidak ada Pembaharu dapat benar-benar berhasil dalam misinya bila ia tidak menyiapkan dengan contoh mulia dan quat-qudsiahnya (daya pensuciannya), suatu jemaat yang pengikut-pengikutnya terdiri dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafat, arti dan kepentingan cita-cita serta asas-asas ajarannya itu, kemudian mengirimkan pengikut-pengikutnya ke luar negeri untuk mendakwahkan ajaran itu kepada bangsa lain.

Didikan yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan kepada para pengikut beliau saw. memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafat ajaran beliau saw. menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati. Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat 3.

Ada pun mengenai ayat “Dan juga akan membangkitkan-nya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka“ maknannya adalah bahwa ajaran Nabi Besar Muhammad saw. ditujukan bukan hanya kepada bangsa Arab saja -- yang di tengah-tengah bangsa itu beliau dibangkitkan -- melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan bukan hanya kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan (generasi) demi keturunan (generasi) manusia yang akan datang hingga kiamat.

Laki-laki dari Kalangan Bangsa Farsi

Atau ayat tersebut dapat juga berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan dibangkitkan di antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para pengikut semasa hidup beliau. Isyarat di dalam ayat ini dan di dalam hadits Nabi saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini.

Sehubungan dengan ayat tersebut Abu Hurairah r.a. berkata: “Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw., ketika Surah Jumu’ah diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang diisyaratkan oleh kata-kata Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?”Salman al-Farsi (Salman asal Parsi) sedang duduk di antara kami.

Setelah saya berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan tangan beliau pada Salman dan bersabda: “Bila iman telah terbang ke Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari). Hadits Nabi Besar Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Farsi (Iran). Mirza Ghulam Ahmad a.s., pendiri Jemaat Ahmadiyah, sebagaimana dijelaskan sebelum ini adalah dari keturunan Farsi.

Hadits Nabi Muhammad saw. lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih adalah pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi). Hadits Nabi Besar Muhammad saw. tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:

یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿۶

Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung (Al-Sajdah [32]:6).

Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).

Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan keme-nangan yang tidak henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Tsuraya dan seorang laki-laki dari keturunan Farsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir Surah Al-Jumu’ah). Dengan kedatangan Mirza Ghulam Ahmad a.s. dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotan agama dan umat Islam telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku (QS.61:10).

Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat 4 Surah Al-Jumu’ah menunjuk kepada kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad a.s., yakni rajulun-yas’a min aqshal madiinati – seorang laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota (Makkah) itu”, yakni beliau lahir di Qadian di wilayah Hindustan (India).

Kembali kepada kata “rajulun yas’a – seorang laki-laki yang berlari-lari” dalam firman-Nya sebelum ini:

وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ۲۰ اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿۲۱ وَ مَا لِیَ لَاۤ اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ وَ اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿۲۲ ءَاَتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِہٖۤ اٰلِہَۃً اِنۡ یُّرِدۡنِ الرَّحۡمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغۡنِ عَنِّیۡ شَفَاعَتُہُمۡ شَیۡئًا وَّ لَا یُنۡقِذُوۡنِ ﴿ۚ۲۳ اِنِّیۡۤ اِذًا لَّفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ﴿۲۴ اِنِّیۡۤ اٰمَنۡتُ بِرَبِّکُمۡ فَاسۡمَعُوۡنِ ﴿ؕ۲۵ قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ ؕ قَالَ یٰلَیۡتَ قَوۡمِیۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ۙ۲۶

Dan datang dari bagian terjauh kota itu seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan mengapakah aku tidak menyembah Tuhan Yang menciptakan diriku dan Yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan? Apakah aku akan mengambil selain Dia sebagai sembahan-sembahan, padahal jika Tuhan Yang Maha Pemurah menghendaki sesuatu kemudaratan bagiku syafaat mereka itu tidak akan bermanfaat bagiku sedikit pun, dan mereka tidak dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku jika demikian niscaya berada dalam kesesatan yang nyata. Sesungguhnya aku beriman kepada Tuhan kamu maka dengarlah aku.” (Yaa Siin [36]:20-26).

Kesedihan Rasul Akhir Zaman

Kata-kata yang sama dalam arti dan maksud dengan kata yas’a (berlari-lari) telah dipakai mengenai Al-Masih Mau’ud a.s. oleh Nabi Besar Muhammad saw. dalam beberapa sabda beliau saw., yang memberi isyarat kepada sifatnya yang tidak mengenal lelah, cepat bertindak dan tidak mengenal jemu dalam usahanya untuk kepentingan Islam. Berikut firman-Nya mengenai kesedihan Rasul Akhir Zaman mengenai hal tersebut:

وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ مَہۡجُوۡرًا﴿۳۱

Dan Rasul itu berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang telah ditinggalkan (Al-Furqaan [25]:31).

Ayat ini tidak dapat dikenakan secara langsung kepada Nabi Besar Muhammad saw., karena pada masa hidup beliau saw. kaum kafir Quraisy -- yakni kaum beliau saw. -- sebelum peristiwa Fatah Makkah adalah orang-orang musyrik yang sangat menentang Nabi Besar Muhammad saw. dan ajaran Islam (Al-Quran).

Jadi ayat tersebut dengan sangat tepat sekali dapat dikenakan kepada RASUL AKHIR ZAMAN, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang merasa sangat sedih menyaksikan mereka yang menamakan diri orang-orang Muslim tetapi telah menyampingkan Al-Quran dan telah melemparkannya ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim seperti dewasa ini. Ada sebuah hadits Nabi Besar Muhammad saw. yang mengatakan: “Satu saat akan datang kepada kaumku, bila tidak ada yang tinggal dari Islam melainkan namanya dan dari Al-Quran melainkan kata-katanya (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa sekarang-sekarang inilah saat yang dimaksudkan itu.

Pada masa Al-Masih Mau’ud a.s. diutus, orang-orang akan menyembah pelbagai berhala yaitu Mammon, kekuasaan kebendaan, filsafat politik yang palsu, dan teori ekonomi yang tidak terpraktekkan, dan sebagainya. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

قِیۡلَ ادۡخُلِ الۡجَنَّۃَ ؕ قَالَ یٰلَیۡتَ قَوۡمِیۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿ۙ۲۶ بِمَا غَفَرَ لِیۡ رَبِّیۡ وَ جَعَلَنِیۡ مِنَ الۡمُکۡرَمِیۡنَ ﴿۲۷

Dikatakan kepadanya: Masuklah ke dalam jannah (surga).” Ia berkata: “Wahai alangkah baiknya jika kaumku mengetahui, betapa Tuhan-ku telah mengampuniku dan telah menjadikan aku dari antara orang-orang yang dimuliakan.” (Yaa Siin [36]:27-28).

Penyebutan jannah (surga) secara khusus dalam ayat ini sehubungan dengan rajulun yas’a (laki-laki yang berlari-lari) tersebut sangat penting artinya. Kalau kepada semua orang yang beriman sejati dalam Al-Quran telah dijanjikan surga, maka penyebutan secara khusus ini nampaknya berlebih-lebihan dan tidak pada tempatnya. Pembuatan suatu kuburan khusus di Qadian yang terkenal, Bahisyti Maqbarah (Pekuburan Surgawi) oleh Mirza Ghulam Ahmad a.s. atas perintah Ilahi secara istimewa, dapat merupakan penyempurnaan secara fisik bagi perintah yang terkandung dalam kata-kata “Inni anzaltu ma’aka al-jannah,” artinya, “Aku telah menyebabkan surga turun bersama engkau” (Tadzkirah). Nubuatan itu pun agaknya mendukung penjelasan bagi kata-kata, “Masuklah ke dalam surga.” Masalah “pekuburan surgawi” ini dijelaskan secara lengkap dalam buku beliau yang bernama AL-WASIYAT. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

وَ مَاۤ اَنۡزَلۡنَا عَلٰی قَوۡمِہٖ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ مِنۡ جُنۡدٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَ مَا کُنَّا مُنۡزِلِیۡنَ ﴿۲۸ اِنۡ کَانَتۡ اِلَّا صَیۡحَۃً وَّاحِدَۃً فَاِذَا ہُمۡ خٰمِدُوۡنَ ﴿۲۹

Dan Kami sekali-kali tidak menurunkan suatu lasykar dari langit atas kaumnya sesudah dia, dan Kami sekali-kali tidak pernah menurunkannya. Itu tidak lain melainkan suatu ledakan dahsyat, tiba-tiba musnahlah mereka. (Yaa Siin [36]:29-30).

Lukisan dalam ayat ini agaknya bertalian Perang Dunia I dan II -- dan insya Allah dalam Perang Dunia III -- berkenaan dengan ledakan-ledakan hebat granat-granat, bom-bom bakar dan bom-bom atom dengan suara menggelegar. Api yang ditimbulkan oleh bom-bom itu membinasakan segala sesuatu yang ditimpanya sehingga menjadi puing-puing, dan segala kehidupan sejauh bermil-mil di sekitarnya menjadi lenyap. Di tempat lain Al-Quran melukiskan azab ini dengan kata-kata, “Dan sesungguhnya akan Kami jadikan segala yang ada di atasnya menjadi tanah rata yang tandus” (QS.18:9). Jadi ayat ini mengisyaratkan kepada azab Ilahi yang akan bersifat semesta (universal).

Celaan Allah Swt. terhadap Para Penentang Rasul Allah

Lebih lanjut Allah Swt. berfirman mengenai sikap buruk para penentang Rasul Akhir Zaman yang dengan segala cara mereka berusaha memadamkan “Nur Ilahi” yang beliau sebarkan ke seluruh dunia (QS.9:32-33; QS.61:9-10):

یٰحَسۡرَۃً عَلَی الۡعِبَادِ ۚؑ مَا یَاۡتِیۡہِمۡ مِّنۡ رَّسُوۡلٍ اِلَّا کَانُوۡا بِہٖ یَسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿۳۰ اَلَمۡ یَرَوۡا کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ اَنَّہُمۡ اِلَیۡہِمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ؕ۳۱ وَ اِنۡ کُلٌّ لَّمَّا جَمِیۡعٌ لَّدَیۡنَا مُحۡضَرُوۡنَ ﴿٪۳۲

Wahai, sangat disesalkan atas hamba-hamba itu, tidak pernah datang kepada mereka seorang rasul melainkan mereka senantiasa mencemoohkannya. Apakah mereka tidak melihat berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, bahwasanya mereka itu tidak kembali lagi kepada mereka? Dan setiap mereka semua niscaya akan dihadirkan kepada Kami. (Yaa Siin [36]:31-33).

Kata-kata dalam ayat ini penuh dengan kerawanan. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri agaknya seolah-olah sangat masygul atas penolakan dan ejekan manusia terhadap para nabi-Nya. Sementara para nabi menanggung kesedihan dan derita untuk kaumnya, maka kaumnya itu membalas kesedihan mereka itu dengan penghinaan dan ejekan.

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar