Rabu, 14 Desember 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Rasul Akhir Zaman & Qadian Daarul Aman - "Jannah" Akhir Zaman.


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian LX


Tentang

Rasul Akhir Zaman & Qadian Daarul Aman - "Jannah" Akhir Zaman (7)

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪۵۱

Dan Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir (Al-Mu’minuun [23]:51).

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai untaian nikmat-nikmat Allah Swt. yang telah dianugerahkan kepada Bani Isma’il – yakni umat Islam -- sebagai kaum terpilih yang menggantikan kedudukan Bani Israil, yakni (1) nikmat kenabian, (2) nikmat kerajaan, (3) nikmat kesuksesan mengembangkan berbagai SDA dan SDM, sebagaimana firman-Nya:

وَ اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿۲۱

Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antaramu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia memberikan kepadamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa. (Al-Maaidah [5]:21).

Berbicara tentang nikmat ilmu pengetahuan yang senantiasa mengiringi nikmat kenabian dan nikmat kerajaan (kekuasaan) ada 2 macam, ykani ilmu pengetahuan ruhani dan ilmu pengetahuan duniawi. Di lingkungan umat Islam nikmat ilmu pengetahuan ruhani senantiasa dianugerahkan kepada para wali Alllah, khususnya para mujaddid, yang mengenai kemunculan para “ulama pewaris nabi tersebut” Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa guna kepentingan akhlak dan ruhani umat Islam di setiap abad Allah Swt. akan membangkitkan mujaddid.

Dua Macam Pemeliharaan Al-Quran: Ruhani dan Jasmani

Ada pun pembangkitkan para mujaddid di lingkungan umat Islam tersebut adalah dalam rangka pemeliharaan Al-Quran sebagaimana telah dijanjikan Allah Swt.. dari segi khazanah keruhaniannya, karena pemeliharaan Al-Quran secara tekstual Allah Swt. telah menanamkan semangat menghafal Al-Quran, bahkan di kalangan anak-anak kecil, firman-Nya:

اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ وَ اِنَّا لَہٗ لَحٰفِظُوۡنَ ﴿۹

Sesungguhnya Kami-lah Yang menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya (Al-Hijr [15]:10).

Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt..

Surah Al-Hijr ini diturunkan di Mekkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. beserta para pengikut beliau sangat morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam, dan mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya mereka sebab Dia sendirilah Penjaganya.

Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan, serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan.

Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ...................... Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Alquran maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan ...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).

Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia Britannica). Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran pendakwaan kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya Al-Quranlah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.

Pemeliharaan Al-Quran Secara Ruhani Melalui Mujaddid dan Rasul Allah

Kembali kepada masalah pemeliharaan Allah Swt. dari segi keruhanian Al-Quran, Allah Swt. telah menetapkan orang-orang tertentu saja, yaitu orang-orang yang telah disucikan Allah Swt. (QS.56:76-81), khususnya para wali Allah, terutama para mujaddid yang kedatangannya telah ditetapkan Allah Swt. yaitu di setiap permulaan abad, firman-Nya:

فَلَاۤ اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ۷۶ وَ اِنَّہٗ لَقَسَمٌ لَّوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ۷۷ اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ۷۸ فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ۷۹۷۸ لَّا یَمَسُّہٗۤ اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ۸۰ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿۸۱

Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui. Sesungguhnya itu benar-benar Al-Quran yang mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara, yang tidak dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Wahyu yang diturunkan dari Tuhan seluruh alam. (Al-Waaqi’ah [56]:76-81).

Bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, tantang-an itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya. Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh Rasulullah saw. kepada dunia 14 abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun (William Muir).

Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya. Ayat ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman. Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allāh kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.

Hanya orang yang bernasib baik sajalah yang diberi pengertian mengenai dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.

Makna “Bintang-bintang Berjatuhan”

Penulis merasa perlu untuk menjelaskan lebih terinci mengenai makna sumpah Allah Swt. dalam firman-Nya tersebut:

فَلَاۤ اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ۷۶

Maka Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. (Al-Waaqi’ah [56]:76).

Ayat ini bersumpah dengan dan berpegang kepada nujum yang berarti bagian-bagian Al-Quran (Lexicon Lane), sebagai bukti untuk mendukung pengakuan bahwa Al-Quran luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan besar di balik kejadian manusia, demikian pula untuk membuktikan keberasalan Al-Quran sendiri dari Allah Swt..

Jika kata mawaaqi’ diambil dalam arti tempat-tempat dan waktu bintang-bintang berjatuhan, maka ayat ini bermakna bahwa telah merupakan hukum Ilahi yang tidak pernah salah bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah muncul maka bintang-bintang berjatuhan -- yakni terjadi hujan meteor -- dalam jumlah luar biasa banyaknya, dan yang demikian itu telah terjadi juga di masa Nabi Besar Muhammad saw..

Hubungan erat antara pengutusan Rasul Allah dengan terjadinya gejala hujan meteor atau “bintang-bintang berjatuhan” mengandung makna ruhani, yaitu bahwa pada hakikatnya pengutusan para Rasul Allah adalah pada saat ketika “bintang-bintang” – yakni para ulama agama – di masa itu sudah jatuh martabatnya, mereka tidak lagi berkedudukan tinggi berada di langit keruhanian sebagai sarana pemberi petunjuk bagi umat beragama sebagaimana halnya fungsi bintang-bintang, firman-Nya:

وَ اَلۡقٰی فِی الۡاَرۡضِ رَوَاسِیَ اَنۡ تَمِیۡدَ بِکُمۡ وَ اَنۡہٰرًا وَّ سُبُلًا لَّعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿ۙ۱۶ وَ عَلٰمٰتٍ ؕ وَ بِالنَّجۡمِ ہُمۡ یَہۡتَدُوۡنَ ﴿۱۸

Dan Dia telah meletakkan gunung-gunung di bumi, supaya jangan sampai berguncang bersama kamu, dan sungai-sungai serta jalan-jalan, supaya kamu mendapat petunjuk. Dan Dia menciptakan tanda-tanda yang lain, dan dengan bintang-bintang itu mereka dapat mengikuti petunjuk arah yang benar (Al-Nahl [16]:17).

Ayat ini mengandung arti, bahwa sekiranya bumi ini permukaannya datar seluruhnya dan tidak ada pendakian dan penurunan, tidak ada lembah-lembah, gunung-gunung atau sungai-sungai, maka boleh dikata hampir tidak mungkin bagi manusia untuk mencari jalan dari satu tempat ke tempat lain.

Ciri-ciri khas yang berbeda-beda pada permukaan bumi menolong manusia untuk mengetahui jalan mereka. Zaman sekarang, sempadan-sempadan (tanda-tanda batas) alami telah terbukti merupakan penolong besar untuk penerbangan. Bintang-bintang pun menolong kaum musafir kelana menemukan jalan mereka dalam kegelapan di daratan dan di lautan.

Dengan demikian jelaslah bahwa terjadinya gejala hujan meteor sehubungan dengan pengutusan para Rasul Allah sangat erat kaitannya dengan telah jatuhnya martabat para ulama agama dari kedudukan mulianya sebagai sumber petunjuk bagi kaumnya atau umat manusia. Sunatullah tersebut telah terjadi pula di Akhir Zaman ini ketika atas perintah Allah Swt. Mirza Ghulam Ahmad a.s. mendakwakan Rasul Allah yang kedatangannya di Akhir Zaman ini ditunggu-tunggu oleh semua umat beragama dengan berbagai macam nama (sebutan).

Pengutusan Rasul Akhir Zaman tersebut bukan saja sebagai penggenapan persamaan kedatangan para Rasul Allah di kalangan Bani Israil dan Bani Ismail – yakni Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. serta misal Nabi Musa a.s. (QS.46:11) dan misal Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) – yang dalam Al-Quran dimisalkan 4 ekor burung Nabi Ibrahim a.s. (QS.2:261).

Salah satu makna “burung” dalam kasyaf adalah keturunan, dengan demikian penempatan 4 ekor burung di 4 puncak gunung oleh Nabi Ibrahim a.s. mengandung makna bahwa keturunan beliau dari Bani Israil mau pun Bani Ismail masing-masing akan mengalami dua kali kebangkitan ruhani, yaitu melalui 4 orang Rasul Allah atau “4 ekor burung” Nabi Ibrahim a.s., dengan demikian untaian nikmat Allah Swt. yang dikemukakan Nabi Musa a.s. sebelum ini pun menjadi sempurna, baik di kalangan Bani Israil mau pun di kalangan Bani Ismail (umat Islam), firman-Nya:

وَ اِذۡ قَالَ مُوۡسٰی لِقَوۡمِہٖ یٰقَوۡمِ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَۃَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ جَعَلَ فِیۡکُمۡ اَنۡۢبِیَآءَ وَ جَعَلَکُمۡ مُّلُوۡکًا ٭ۖ وَّ اٰتٰىکُمۡ مَّا لَمۡ یُؤۡتِ اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿۲۱

Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antaramu, menjadikan kamu raja-raja, dan Dia memberikan kepadamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa. (Al-Maaidah [5]:21).

Menjadi Korban Fatwa dan Perlakuan Zalim

Sunnatullah pendustaan dan penentangan yang terjadi kepada para Rasul Allah tersebut berlaku pula terhadap para mujaddid di kalangan umat Islam di setiap abad, itulah sebabnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menyebut kedudukan ruhani para ulama Rabbani atau para wali Allah tersebut seperti para nabi Bani Israil, karena sebagaimana halnya para nabi Allah senantiasa mendapat penentangan dari para ulama agama pada zamannya – terutama para nabi Bani Israil setelah Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. (QS.88-92) -- demikian juga halnya dengan para mujaddid di lingkungan umat Islam pun mendapat perlakuan zalim yang sama, termasuk menjadi korban berbagai bentuk fatwa yang mengerikan.

Para mujaddid tersebut muncul ketika ruh agama Islam (Al-Quran) secara berangsur-angsur telah ditarik kembali oleh Allah Swt. dalam masa 10 abad (1000 tahun) sejak 3 abad kejayaan umat Islam yang pertama, firman-Nya:

یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿۶

Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung (Al-Sajdah [32]:6)

Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan yang mantap selama 3 abad pertama kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya, kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi & Bukhari, Kitab-usy-Syahadat).

Islam mulai mundur sesudah 3 abad pertama masa keunggulan dan kemenangan yang tiada henti-hentinya. Peristiwa kemunduran dan kemerosotannya ber-langsung dalam masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000 tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: “Kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.” Dalam hadits lain Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah bersabda bahwa iman akan terbang ke Bintang Suraya dan seseorang dari keturunan Parsi akan mengembalikannya ke bumi (Bukhari, Kitab-ut-Tafsir). Dengan kedatangan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Al-Masih Mau’ud a.s. dalam abad ke-14 sesudah Hijrah, laju kemerosotannya telah terhenti dan kebangkitan Islam kembali mulai berlaku.

Sejalan dengan kemunculan para mujaddid Islam di setiap abad tersebut, demikian juga dari segi ilmu pengetahuan jasmani pun para ilmuwan Muslim terus menerus bermuncullan mempersembahkan berbagai pemikiran dan karya ilmiah, hal ini telah dikemukakan dalam Bab sebelumnya, dan mencapai puncak prestasi ketika salah seorang ilmuwan (cendekiawan Muslim) – pengikut Rasul Akhir Zaman – berhasil meraih Hadiah Nobel pada tahun 1979 dalam bidang Fisika Teori, yakni Prof. DR. Abdus Salam.

Namun berbeda dengan prestadi dalam bidang ilmu pengetahuan jasmani (duniawi) yang diraih oleh Prof. DR. Abdul Salam -- yang bukan saja menjadi kebanggaan saudara-saudara ruhani beliau dari kalangan Jemaat Ahmadiyah -- tetapi juga menjadi kebanggaan umumnya umat Islam, yang mereka klaim sebagai ilmuwan Muslim pertama yang berhasil meraih Hadiah Nobel -- tetapi terhadap prestasi Mirza Ghulam Ahmad a.s. yang telah berhasil mempersembahkan karya-karya tulis spektakuler mengenai kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) dan kesempurnaan martabat akhlak dan ruhabi Khaatamul Anbiyya Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:41; QS.33:22), respons umumnya umat Islam terhadap jasa-jasa besar beliau berbanding terbalik dengan perlakuan mereka terhadap salah seorang murid beliau yang berpretasi dalam bidangf ilmu pengetahuan dunia tersebut (Prof. DR. Abdul Salam), padahal kejeniusan murid tidak akan terlepas dari keberkatan "kejeniusan" Sang Guru", yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., yang oleh Allah Swt. telah diberi gelar "Sulthanul-Qalam" (Raja Pena) sehubungan dengan karya-karya tulisnya yang telah membuktikan betapa sempurnanya ajaran Islam (Al-Quran) dan Nabi Besar Muhammad saw.. Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini:

قُلۡ اَرَءَیۡتُمۡ اِنۡ اَصۡبَحَ مَآؤُکُمۡ غَوۡرًا فَمَنۡ یَّاۡتِیۡکُمۡ بِمَآءٍ مَّعِیۡنٍ ﴿٪۳۱

Katakanlah: “Beritahukanlah kepadaku, jika air kamu meresap ke dalam tanah, maka siapakah yang akan mendatangkan kepada kamu air yang mengalir?” (Al-Mulk [67]:31).

Ya benar, kalau air jasmani menghilang dengan cara meresap ke dalam bumi, dan akan kembali muncul ke permukaan seiring dengan turunnya hujan dari langit; sedangkan hilangnya air ruhani -- termasuk ruh Islam (Al-Quran) -- adalah dengan cara Allah Swt. menariknya kembali secara berangsur-angsur ke langit (QS.32:6), dan akan diturunkan oleh Allah Swt. kembali melalui para mujaddid terutama melalui mujaddid abad 14 yang merupakan Mujaddid 'Azam (Mujaddid Agung) yang sekali gus juga sebagai Rasul Akhir Zaman, yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s..

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar