Senin, 19 September 2011

Hubungan Api dengan Tanah Liat (Thiin)


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian VI


Tentang

Hubungan Api dengan Thiin (Tanah Liat)

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ صَلۡصَالٍ کَالۡفَخَّارِ ﴿ۙ۱۵ وَ خَلَقَ الۡجَآنَّ مِنۡ مَّارِجٍ مِّنۡ نَّارٍ ﴿ۚ۱۶

Dan Dia telah menciptakan insan (manusia) dari tanah liat kering seperti tembikar, dan Dia telah menciptakan jin-jin dari api (Al-Rahmaan [55]:15-16).

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan mengenai hubungan Surah Al-Falaq dengan kedengkian Iblis kepada Adam atau "Khalifah Allah", selanjutnya akan dikemukakan beberapa firman Allah Swt. yang merupakan penjelasan yang rinci mengenai kedengkian Iblis terhadap Adam, yang kemudian berulang kembali di setiap zaman seiring dengan Allah Swt. mengutus Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan sebelumnya (QS.7:35-37), firman-Nya:

وَ لَوۡ اَنَّنَا نَزَّلۡنَاۤ اِلَیۡہِمُ الۡمَلٰٓئِکَۃَ وَ کَلَّمَہُمُ الۡمَوۡتٰی وَ حَشَرۡنَا عَلَیۡہِمۡ کُلَّ شَیۡءٍ قُبُلًا مَّا کَانُوۡا لِیُؤۡمِنُوۡۤا اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ یَجۡہَلُوۡنَ ﴿۱۱۲ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿۱۱۳ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ ﴿۱۱۴


Dan seandainya pun Kami benar-benar menurunkan malaikat-malaikat kepada mereka, orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka, dan Kami mengumpul-kan segala sesuatu berhadap-hadapan di depan mereka, mereka sekali-kali tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka berlaku jahil. Dan dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syai-tan di antara manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui, dan jika Tuhan engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan, Dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan (Al-An’aam [6]:112-114).

Tugas Para malaikat

Salah satu tugas malaikat-malaikat adalah membisikkan kepada manusia pikiran-pikiran baik untuk mengajak mereka kepada kebenaran (QS.41:32, 33). Kadangkala mereka melaksanakan tugas-tugas ini melalui mimpi-mimpi dan kasyaf-kasyaf. Orang-orang bertakwa yang sudah meninggal dunia nampak kepada manusia dalam mimpi untuk membenarkan pendakwaan nabi-nabi.

Ada satu cara lain yaitu orang-orang yang sudah mati bercakap-cakap kepada manusia. Bila suatu umat yang secara ruhani sudah mati mereka dihidupkan kembali untuk memperoleh kehidupan ruhani baru oleh ajaran nabi mereka, kelahiran-baru ruhani mereka itu seakan-akan berbicara kepada orang-orang kafir dan memberikan persaksian terhadap kebenaran pendakwaannya itu.

Kata-kata “Kami mengumpulkan di hadapan mereka segala sesuatu berhadapan menunjuk kepada kesaksian dari berbagai-bagai benda alam yang memberi kesaksian terhadap kebenaran seorang nabi dalam bentuk gempa, wabah, kelaparan, peperangan, dan azab-azab lainnya. Dengan demikian alam sendiri -- yang semuanya atas perintah Allah Swt. berada di bawah pengendalian para malaikat -- nampaknya gusar terhadap orang-orang yang ingkar; unsur-unsur alam itu sendiri memerangi mereka.

Mengisyaratkan kepada kenyataan itu pulalah makna lain dari “sujudnya” para malaikat kepada Adam (khalifah Allah) ketika Allah memerintahkan kepada mereka (QS.2:31-35), dan atas dasar itu pulalah Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Quran bahwa Dia tidak pernah menurunkan azab yang membinasakan kepada manusia – bagaimana pun sesatnya serta durhakanya mereka – sebelum terlebih dulu mengutus Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.16:16), sebab jika tidak demikian maka manusia memiliki alasan untuk menyalahkan Allah Swt. (QS.20:135-136), firman-Nya:

مَنِ اہۡتَدٰی فَاِنَّمَا یَہۡتَدِیۡ لِنَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ ضَلَّ فَاِنَّمَا یَضِلُّ عَلَیۡہَا ؕ وَ لَا تَزِرُ وَازِرَۃٌ وِّزۡرَ اُخۡرٰی ؕ وَ مَا کُنَّا مُعَذِّبِیۡنَ حَتّٰی نَبۡعَثَ رَسُوۡلًا ﴿۱۶ وَ اِذَاۤ اَرَدۡنَاۤ اَنۡ نُّہۡلِکَ قَرۡیَۃً اَمَرۡنَا مُتۡرَفِیۡہَا فَفَسَقُوۡا فِیۡہَا فَحَقَّ عَلَیۡہَا الۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنٰہَا تَدۡمِیۡرًا ﴿۱۷ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنَ الۡقُرُوۡنِ مِنۡۢ بَعۡدِ نُوۡحٍ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ بِذُنُوۡبِ عِبَادِہٖ خَبِیۡرًۢا بَصِیۡرًا ﴿۱۸

Barangsiapa telah mendapat petunjuk maka sesungguhnya petunjuk itu untuk faedah dirinya, dan barangsiapa sesat maka kesesatan itu hanya kemudaratan atas dirinya, dan tidak ada pemikul beban akan memikul beban orang lain. Dan Kami tidak menimpakan azab hingga Kami terlebih dahulu mengirimkan seorang rasul. Dan apabila Kami hendak membinasakan suatu kota, Kami terlebih dahulu memerintahkan warganya yang hidup mewah untuk me-nempuh kehidupan yang saleh, tetapi mereka durhaka di dalamnya, maka berkenaan dengan kota itu [ketetapan] firman Kami menjadi sempurna lalu Kami menghancurleburkannya. Dan betapa banyaknya generasi yang telah Kami binasakan sesu-dah Nuh, dan cukuplah Tuhan engkau Maha Mengetahui, Maha Melihat dosa-dosa hamba-hamba-Nya. (Bani Israil [17]:16-18).

Firman-Nya lagi:

وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا یَاۡتِیۡنَا بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّہٖ ؕ اَوَ لَمۡ تَاۡتِہِمۡ بَیِّنَۃُ مَا فِی الصُّحُفِ الۡاُوۡلٰی ﴿۱۳۴ وَ لَوۡ اَنَّـاۤ اَہۡلَکۡنٰہُمۡ بِعَذَابٍ مِّنۡ قَبۡلِہٖ َقَالُوۡا رَبَّنَا لَوۡ لَاۤ اَرۡسَلۡتَ اِلَیۡنَا رَسُوۡلًا فَنَتَّبِعَ اٰیٰتِکَ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ نَّذِلَّ وَ نَخۡزٰی ﴿۱۳۵ قُلۡ کُلٌّ مُّتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوۡا ۚ فَسَتَعۡلَمُوۡنَ مَنۡ اَصۡحٰبُ الصِّرَاطِ السَّوِیِّ وَ مَنِ اہۡتَدٰی ﴿۱۳۶﴾٪

Dan mereka berkata: "Mengapakah ia (rasul) tidak mendatang­kan kepada kami suatu Tanda dari Tuhan-nya?" Bukankah telah datang kepada mereka bukti yang jelas apa yang ada dalam lembaran-lembaran terdahulu? Dan seandainya Kami membinasakan mereka dengan azab sebelum ini niscaya mereka akan berkata: "Ya Tuhan kami, me­ngapakah Engkau tidak mengirimkan kepada kami seorang rasul supaya kami mengikuti Ayat-ayat Engkau sebelum kami direndahkan dan dihinakan?" Katakanlah: "Setiap orang sedang menunggu maka kamu pun tunggulah, lalu segera kamu akan mengetahui siapakah yang ada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengikuti petunjuk [dan siapa yang tidak]. (Thaa Haa [20]:134-136).

Arti Jin dan Ins

Kata-kata manusia dan jin yang terdapat pada banyak tempat dalam ayat-ayat Al-Quran bukan berarti ada dua jenis makhluk Allah yang berlainan melainkan dua golongan makhluk manusia, ins (manusia) mengisyaratkan kepada orang-orang awam atau rakyat jelata, sedangkan jin dikatakan kepada orang-orang besar atau para pemuka (pembesar) kaum yang biasa hidup memisahkan diri dari rakyat jelata dan tidak berbaur dengan mereka, boleh dikatakan tinggal tersembunyi dari penglihatan umum, sebagaimana halnya dengan pemahaman umumnya yang mengatakan bahwa jin adalah “makhluk halus” yang tersembunyi (gaib).

Dengan demikian yang dimaksud dengan jin dan ins (manusia) dalam ayat sebelum ini pun sama sekali tidak mengisyaratkan kepada “makhluk halus” yang disebut jin melainkan kepada para pemuka (pembesar) kaum. Demikian pula yang dimaksud dengan syaitan-syaitan pun tidak selalu mengisyaratkan kepada “makhluk halus” yang disebut syaitan (setan), firman-Nya:

وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا لِکُلِّ نَبِیٍّ عَدُوًّا شَیٰطِیۡنَ الۡاِنۡسِ وَ الۡجِنِّ یُوۡحِیۡ بَعۡضُہُمۡ اِلٰی بَعۡضٍ زُخۡرُفَ الۡقَوۡلِ غُرُوۡرًا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ رَبُّکَ مَا فَعَلُوۡہُ فَذَرۡہُمۡ وَ مَا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿۱۱۳ وَ لِتَصۡغٰۤی اِلَیۡہِ اَفۡـِٕدَۃُ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ وَ لِیَرۡضَوۡہُ وَ لِیَقۡتَرِفُوۡا مَا ہُمۡ مُّقۡتَرِفُوۡنَ ﴿۱۱۴

Dan dengan cara demikian Kami telah menjadikan musuh bagi setiap nabi yaitu syaitan-syaitan di antara ins (manusia) dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian lainnya kata-kata indah untuk mengelabui, dan jika Tuhan engkau menghendaki mereka tidak akan mengerjakannya, maka biarkanlah mereka dengan apa-apa yang mereka ada-adakan, dan supaya hati orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka menyukainya dan supaya mereka mengusahakan apa yang sedang mereka usahakan. (Al-An’aam [6]:13-14).

"Manusia-manusia Syaitan"

Kisah para Rasul Allah yang dikemukakan Al-Quran membuktikan bahwa yang paling depan dalam mendustakan dan menentang para Rasul Allah adalah para pemuka (pembesar) kaumnya, bukan syaitan-syaitan berupa "makhluk gaib". Ada pun alasan kenapa Allah Swt. menyebut mereka itu dengan sebutan "syaitan-syaitan" adalah karena kejahatan perbuatan mereka mendustakan dan menentang para Rasul Allah.

Nabi Besar Muhammad saw. pun telah menyebut binatang berbisa atau bakteri berbahaya serta segala sesuatu yang menimbulkan kerugian dengan sebutan "syaitan". Demikian pula Allah Swt. menyebut para pemimpin kekafiran dengan sebutan "syayaathin" (setan-setan), firman-Nya:

وَ اِذَا لَقُوا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قَالُوۡۤا اٰمَنَّا ۚۖ وَ اِذَا خَلَوۡا اِلٰی شَیٰطِیۡنِہِمۡ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا مَعَکُمۡ ۙ اِنَّمَا نَحۡنُ مُسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿۱۵ اَللّٰہُ یَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ وَ یَمُدُّہُمۡ فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ ﴿۱۶

Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang beriman, mereka berkata: “Kami pun telah beriman”. Tetapi apabila mereka pergi kepada syayaathinihim (pemimpin-pemimpinnya) , mereka berkata: “Sesungguhnya kami beserta kamu, sesungguhnya kami hanyalah berolok-olok.” Allah akan menghukum perolokan mereka dan membiarkan mereka berkelana bingung dalam kedurhakaannya (Al-Baqarah [2]:15-16).

Syayaathin berarti para pemimpin pendurhaka (Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Qatadah dan Mujahid). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda: “Seorang pengendara sendirian adalah syaithan, dua pengendara pun sepasang syaithan, tetapi tiga orang pengendara, adalah satu pasukan pengendara (Abu Dawud). Hadits ini mendukung pandangan bahwa kata syaithan tidak selamanya berarti setan.

Demikian pula Allah Swt. dalam Al-Quran telah menyebut Suraqah bin Malik bin Jusyam -- ketika ia meyakinkan para pemuka kaum Quraisy -- bahwa dia dan kabilahnya tidak akan menyerang Mekkah waktu para pemimpin kafir Quraisy Mekkah berangkat luar kota Mekkah untuk menyerang Nabi Besar Muhammad saw. dan para pengikut beliau saw. dalam perang Badar, firman-Nya:

وَ اِذۡ زَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ اَعۡمَالَہُمۡ وَ قَالَ لَا غَالِبَ لَکُمُ الۡیَوۡمَ مِنَ النَّاسِ وَ اِنِّیۡ جَارٌ لَّکُمۡ ۚ فَلَمَّا تَرَآءَتِ الۡفِئَتٰنِ نَکَصَ عَلٰی عَقِبَیۡہِ وَ قَالَ اِنِّیۡ بَرِیۡٓءٌ مِّنۡکُمۡ اِنِّیۡۤ اَرٰی مَا لَا تَرَوۡنَ اِنِّیۡۤ اَخَافُ اللّٰہَ ؕ وَ اللّٰہُ شَدِیۡدُ الۡعِقَابِ ﴿٪۴۹

Dan ingatlah ketika syaitan menampakkan indah kepada mereka amal-amal mereka dan berkata: ”Tidak seorang pun di antara manusia yang dapat mengalahkan kamu pada hari ini, dan sesungguhnya aku pelindungmu.” Tetapi tatkala kedua pasukan itu berhadapan satu sama lain, ia berbalik atas tumitnya sambil berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri darimu, sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kamu lihat, sesungguhnya aku takut kepada Allah dan siksaan Allah sangat keras.” (Al-Anfaal [8]:49). Lihat pula QS.6:44; QS.16:64; QS.22:53; QS.27:25; QS.29:39; QS.35:9.

Diriwayatkan bahwa orang yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Suraqah bin Malik bin Jusyam, yang menghasut orang-orang Mekkah agar melawan orang-orang Islam, tetapi kemudian dia sendiri memeluk agama Islam. Lasykar Mekkah masih di Mekkah tatkala beberapa tokoh kabilah Quraisy menyatakan kekhawatiran bahwa jangan-jangan Banu Bakar, satu cabang Banu Kinanah, yang bermusuhan dengan kaum Quraisy menyerang Mekkah secara tak terduga di waktu mereka tidak ada di tempat atau menyerang lasykar Mekkah dari belakang. Kekhawatiran mereka diredakan oleh Suraqah, salah seorang pemuka Banu Kinanah, yang meyakinkan mereka bahwa orang-orang dari sukunya tidak akan mendatangkan kemudaratan apa pun kepada mereka (Tafsir Ibnu Jarir, jld. X, hlm.13).

Ketika Suraqah menyaksikan tekad membaja orang-orang Islam maka rasa takut menguasai dirinya, sebab setelah melihat mereka ia memperoleh keyakinan bahwa tekad mereka adalah menang atau mati. Persis demikianlah dirasakan oleh Utbah dan Umair pada Hari Badar dan ia memberitahukan kepada orang-orang Mekkah, bahwa orang-orang Islam nampaknya “seperti orang-orang yang mencari kematian” (Thabari).

Rintangan-rintangan yang Diletakkan Syaitan

Berikut adalah firman Allah Swt. yang memperjelas bahwa yang dimaksud dengan syaitan sehubungan dengan pengutusan para Rasul Allah tiada lain adalah para pemuka kaumnya yang melakukan pendustaan dan penentangan terhadap para Rasul Allah tersebut, firman-Nya:

وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنَا مِنۡ قَبۡلِکَ مِنۡ رَّسُوۡلٍ وَّ لَا نَبِیٍّ اِلَّاۤ اِذَا تَمَنّٰۤی اَلۡقَی الشَّیۡطٰنُ فِیۡۤ اُمۡنِیَّتِہٖ ۚ فَیَنۡسَخُ اللّٰہُ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ ثُمَّ یُحۡکِمُ اللّٰہُ اٰیٰتِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ ﴿ۙ۵۳ لِّیَجۡعَلَ مَا یُلۡقِی الشَّیۡطٰنُ فِتۡنَۃً لِّلَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ وَّ الۡقَاسِیَۃِ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَفِیۡ شِقَاقٍۭ بَعِیۡدٍ ﴿ۙ۵۴ وَّ لِیَعۡلَمَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَیُؤۡمِنُوۡا بِہٖ فَتُخۡبِتَ لَہٗ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہَادِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿۵۵

Dan Kami sekali-kali tidak mengirim seorang rasul dan tidak pula seorang nabi melainkan apabila ia menginginkan sesuatu maka syaitan meletakkan hambatan pada keinginannya, tetapi Allah melenyapkan hambatan yang diletakkan oleh syaitan, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Supaya Dia menjadikan rintangan yang diletakkan oleh syaitan sebagai ujian bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit dan mereka yang hatinya keras, dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. Dan supaya diketahui oleh orang-orang yang diberi ilmu sesung-guhnya Al-Quran itu adalah haq dari Tuhan engkau lalu mereka beriman kepadanya dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesungguhnya Allah pasti memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus. (Al Hajj [22]:53-54).

Ayat 53 ini dengan sengaja telah disalah-tafsirkan dan artinya sengaja diputar-balikkan oleh para pujangga Kristen yang berprasangka. Mereka berkata bahwa pada suatu hari di Mekkah ketika Nabi Besar Muhammad saw. membaca ayat ke-20 dan 21 Surah Al-Najm: “Kini katakanlah kepadaku tentang Lat dan Uzza, dan Manat, yang ketiga, berhala betina yang lain ” maka syaitan meletakkan dalam mulut beliau kata-kata “tilkal gharaniq al-’ulā , wa inna syafa’atuhunna laturtaja,” artinya “ini adalah dewi-dewi yang mulia dan syafaat mereka diharap-harapkan.”

Mereka menyebutnya “Kealpaan Muhammad,” atau “Kompromi beliau dengan kemusyrikan.” Nabi Besar Muhammad saw. tidak pernah berkompromi dengan kemusyrikan, begitu pula tidak pernah ada kekhilafan atau kelengahan dari beliau saw.. Tuduhan ini menunjukkan keinginan mereka, bahwa beliau mempunyai buah pikiran ke arah itu. Para kritisi ini selamanya mencari-cari kesempatan untuk menemukan suatu kelengahan dalam wujud Nabi Besar Muhammad saw., apabila mereka tidak dapat menemukan sesuatu maka mereka sendiri mengada-adakan sesuatu dan menuduhkannya kepada beliau saw.. Mereka berkata bahwa ayat ini menunjuk kepada kejadian tersebut di atas.

Kami akan membahas seluas-luasnya peristiwa itu, apabila kita sampai kepada ayat yang bersangkutan (QS.53:20-21). Cukuplah dikatakan di sini bahwa seluruh kisah buatan tersebut didustakan secara kenyataan, bahwa Surah ke-53 itu menurut kesepakatan para ahli telah diturunkan pada tahun ke-5 Nabawi di Mekkah, sedang Surah Al-Hajj yang sekarang ini diwahyukan di Medinah, atau di Mekkah menjelang keberangkatan Nabi Besar Muhammad saw. hijrah ke Medinah pada tahun ke-13 Nabawi.

Jadi mustahil bahwa Allah Swt. harus menunggu-nunggu 8 tahun lamanya untuk menunjuk kepada kejadian tersebut dalam ayat ini. Lebih-lebih lagi kisah semua ahli tafsir yang cendekia ini telah ditolak sebagai hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar. Di samping itu, tidak ada sesuatu kata dalam ayat ini, membenarkan pengada-adaan dusta yang begitu menyolok mata.

Arti ayat 53 ini amat jelas. Ayat ini bermaksud mengemukakan, bahwa apabila seorang nabi (rasul Allah) ingin mencapai tujuannya, yaitu bila ia menyampaikan amanat kebenaran dan menginginkan supaya keesaan Ilahi dapat ditegakkan di muka bumi, orang-orang yang bersifat syaitan berusaha menghambat majunya kebenaran, dengan meletakkan segala macam rintangan pada jalannya. Mereka ingin melihat misinya mengalami kegagalan. Tetapi mereka tidak dapat menghancurkan rencana Ilahi, dan Allah Swt. menghilangkan semua hambatan dan membuat tujuan kebenaran itu memperoleh keunggulan dan kemenangan.

Ayat 53 ini mempunyai pengertian umum. Tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa ayat ini khusus ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.. Tambahan pula tidak mungkin syaitan merusak kemurnian wahyu Al-Quran. Allah Swt. menyatakan wajib atas diri-Nya Sendiri melindungi Al-Quran terhadap semua campur-tangan dan penyisipan (QS.15:10; QS.7:27-29), bahkan pendapat ilmiah para cendekiawan Kristen pun telah mempertahankan kebenaran pendakwaan Al-Quran tersebut.

Ayat 54 ini mendukung penafsiran yang telah kami berikan mengenai ayat yang sebelumnya. Tidak ada alasan untuk membenarkan kisah yang tidak mempunyai dasar, diadakan oleh sementara para ahli tafsir yang kurang paham sehubungan dengan ayat ini. Ayat ini bermaksud mengemukakan bahwa orang-orang berwatak syaitan berusaha meletakkan segala macam rintangan guna menggagalkan tersiar-luasnya amanat seorang nabi Allah, supaya kemajuannya dapat dicegah dan “orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit” dapat disesatkan. Tetapi Allah Swt. menghilangkan segala rintangan semacam itu, dan sesudah mula-mula mengalami kegagalan-kegagalan sementara maka kemudian kebenaran itu terus berderap maju mencapai kemajuan yang merata.


(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar