Kamis, 24 November 2011

"Jannah-jannah" lainnya di Dunia: Kanaan, "Negeri yang Dijanjikan" (14) & Nabi Sulaiman a.s. dan Ratu Saba (3)


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


HUBUNGAN KISAH MONUMENTAL

"ADAM, MALAIKAT, IBLIS"

DENGAN

SURAH AL-IKHLASH, AL-FALAQ, DAN AL-NAAS

Bagian XXXXIX


Tentang

"Jannah-jannah" Lainnya di Dunia: Kanaan - "Negeri yang Dijanjikan" (14) & Nabi Sulaiman a.s. dan Ratu Saba (3)

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma


لَقَدۡ کَانَ لِسَبَاٍ فِیۡ مَسۡکَنِہِمۡ اٰیَۃٌ ۚ جَنَّتٰنِ عَنۡ یَّمِیۡنٍ وَّ شِمَالٍ ۬ؕ کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لَہٗ ؕ بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ وَّ رَبٌّ غَفُوۡرٌ ﴿۱۶

Sungguh bagi kaum Saba' benar-benar terdapat satu Tanda besar di tanah air mereka, yaitu dua kebun di sebelah kanan dan di kiri sungai. Kami berfirman: “Makanlah rezeki dari Tuhan-mu dan berterima kasihlah kepada-Nya. Negeri yang indah dan Tuhan Maha Pengampun.” (Sabaa’ [34]:16).

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan kebijaksanaan politik yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman a.s. terhadap kerajaan Saba, yang telah melakukan invasi (penyerbuan) ke wilayah kekuasaan Nabi Sulaiman a.s. – yang dalam Al-Quran dimisalkan sebagai “kambing yang memasuki ladang” , firman-Nya:

وَ دَاوٗدَ وَ سُلَیۡمٰنَ اِذۡ یَحۡکُمٰنِ فِی الۡحَرۡثِ اِذۡ نَفَشَتۡ فِیۡہِ غَنَمُ الۡقَوۡمِ ۚ وَ کُنَّا لِحُکۡمِہِمۡ شٰہِدِیۡنَ ﴿٭ۙ۷۹ فَفَہَّمۡنٰہَا سُلَیۡمٰنَ ۚ وَ کُلًّا اٰتَیۡنَا حُکۡمًا وَّ عِلۡمًا ۫ وَّ سَخَّرۡنَا مَعَ دَاوٗدَ الۡجِبَالَ یُسَبِّحۡنَ وَ الطَّیۡرَ ؕ وَ کُنَّا فٰعِلِیۡنَ ﴿۸۰ وَ عَلَّمۡنٰہُ صَنۡعَۃَ لَبُوۡسٍ لَّکُمۡ لِتُحۡصِنَکُمۡ مِّنۡۢ بَاۡسِکُمۡ ۚ فَہَلۡ اَنۡتُمۡ شٰکِرُوۡنَ ﴿۸۱ وَ لِسُلَیۡمٰنَ الرِّیۡحَ عَاصِفَۃً تَجۡرِیۡ بِاَمۡرِہٖۤ اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا فِیۡہَا ؕ وَ کُنَّا بِکُلِّ شَیۡءٍ عٰلِمِیۡنَ ﴿۸۲ وَ مِنَ الشَّیٰطِیۡنِ مَنۡ یَّغُوۡصُوۡنَ لَہٗ وَ یَعۡمَلُوۡنَ عَمَلًا دُوۡنَ ذٰلِکَ ۚ وَ کُنَّا لَہُمۡ حٰفِظِیۡنَ ﴿ۙ۸۳

Dan ingatlah Daud dan Sulaiman ketika mereka berdua memberikan keputusan mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing kepunyaan suatu kaum berkeliaran di dalamnya, dan Kami menjadi saksi atas benarnya keputusan mereka. Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman, dan kepada masing-masing Kami memberikan kebijaksanaan dan ilmu. Dan Kami menundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud, dan Kami Yang mengerjakannya. Dan Kami mengajarinya membuat baju besi bagi kepentingan kamu supaya dapat melindungi dari pertempuranmu, maka apakah kamu mau bersyukur? Dan Kami menundukkan untuk Sulaiman angin yang kencang, angin itu bertiup atas perintahnya ke arah daerah yang telah Kami berkati di dalamnya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan kalangan syaitan-syaitan ada yang menyelam untuk dia, dan mereka melakukan pekerjaan lain selain itu, dan Kami-lah yang menjaga mereka. (Al-Anbiya [21]:79-83).

Bukan Untuk Melihat Betis Ratu Saba yang Penuh Bulu

Untuk tujuan menyelesaikan hal tersebut Nabi Sulaiman a.s. telah berangkat dengan membawa pasukan yang kuat, namun demikian sebelum melakukan penyerbuan dengan kekuatan penuh, Nabi Sulaiman a.s. – yang kedudukannya selain seorang raja juga adalah seorang rasul Allah -- beliau melaksanakan misi dari para rasul Allah, yakni sebagai basyiiran (pemberi kabar gembira) dan nadziiran (pemberi peringatan).

Langkah politik lunak yang dilaksanakan Nabi Sulaiman a.s. terbukti berhasil, karena Ratu Saba bukan saja secara politik menyatakan menyerah kepada Nabi Sulaiman a.s. – setelah menyaksikan keunggulan kekuasaan dan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh beliau a.s. – tetapi secara ruhani pun telah menyerah pula, yaitu Ratu Saba yang cerdas telah meninggalkan kemusyrikan yang selama itu dilakukan bersama kaumnya serta menjadi penyembah Tauhid Ilahi, setelah memasuki istana berlantai kaca bening yang dibuat khusus oleh Nabi Sulaiman a.s., firman-Nya:

وَ صَدَّہَا مَا کَانَتۡ تَّعۡبُدُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہَا کَانَتۡ مِنۡ قَوۡمٍ کٰفِرِیۡنَ ﴿۴۴ قِیۡلَ لَہَا ادۡخُلِی الصَّرۡحَ ۚ فَلَمَّا رَاَتۡہُ حَسِبَتۡہُ لُجَّۃً وَّ کَشَفَتۡ عَنۡ سَاقَیۡہَا ؕ قَالَ اِنَّہٗ صَرۡحٌ مُّمَرَّدٌ مِّنۡ قَوَارِیۡرَ ۬ؕ قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ ظَلَمۡتُ نَفۡسِیۡ وَ اَسۡلَمۡتُ مَعَ سُلَیۡمٰنَ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪۴۵

Dan apa yang senantiasa disembahnya selain Allah telah menghalanginya beriman, sesungguhnya ia termasuk kaum kafir. Dikatakan kepada dia: “Masuklah ke istana.” Maka tatkala ia melihatnya ia menyangka itu air yang dalam, dan ia menyingkapkan kain dari betisnya. Ia (Sulaiman) berkata: “Sesungguhnya ini istana yang berlan-taikan ubin dari kaca.” Ia (Ratu Saba) berkata: “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dan aku tunduk bersama Sulaiman kepada Allah Tuhan seluruh alam.” (Al-Naml [27]:44-45).

Kasyaafa’an saaqihi adalah muhawarah (idiom) yang terkenal dalam bahasa Arab, yang berarti menjadi siap untuk menghadapi kesukaran atau pikirannya menjadi kacau-balau atau kebingungan. Kasyaafat ’an saaqaiha berarti: (1) ia (perempuan) menyingkapkan kain dari betisnya; (2) ia bersiap-sedia menghadapi keadaan itu; ia menjadi kacau-balau pikiran atau kebingungan atau keheran-heranan (Lexicon Lane & Lisan-al-‘Arab).

Nabi Sulaiman a.s. menginginkan agar Ratu Saba meninggalkan kemusyrikan dan menerima agama yang hakiki. Untuk maksud itu beliau secara bijaksana sekali memakai cara demikian yang niscaya menyebabkan perempuan yang mulia lagi cerdas itu dapat melihat kesalahan di dalam jalan hidupnya. Singgasana yang Nabi Sulaiman a.s. telah perintahkan untuk disiapkan bagi Ratu Saba itu dimaksudkan guna tujuan itu.

Singgasana itu dibuat jauh lebih indah dan dalam segala seginya lebih unggul daripada singgasana Ratu sendiri yang sangat dibanggakannya. Nabi Sulaiman a.s. berbuat demikian, agar supaya Sang Ratu dapat menyadari, bahwa Nabi Sulaiman a.s. itu pilihan Tuhan, dan karunia ruhani itu jauh lebih berlimpah-limpah daripada yang telah dianugerahkan kepada Sang Ratu.

Ada pun istana yang disinggung dalam ayat ini pun dibangun dengan tujuan yang sama. Sebagaimana diperlihatkan dalam ayat ini, jalan masuk ke istana itu berlantaikan ubin terbuat dari kaca bening yang di bawahnya mengalir air yang sangat jernih. Tatkala Ratu Saba memasuki istana itu ia menyangka bahwa kaca bening itu air, lalu menyingkapkan kain sehingga nampak betisnya, dan pemandangan air itu membingungkannya, dan ia tidak mengetahui apa yang harus ia lakukan.

Dengan siasat ini Nabi Sulaiman a.s. perhatian Sang Ratu kepada hakikat, bahwa seperti halnya Ratu telah salah duga bahwa lantai ubin kaca itu air – yang ia takut terhadapnya -- seperti itu pula matahari dan benda-benda langit lain yang disembahnya itu bukan sumber cahaya sebenarnya. Benda-benda langit itu hanyalah memancarkan cahaya tetapi mereka itu benda-benda mati belaka. Tuhan Yang Maha Kuasa Sendiri Yang telah menganugerahkan kepada benda-benda langit itu cahaya yang dipancarkannya. Dengan jalan itu Nabi Sulaiman a.s. berhasil dalam tujuan yang beliau ingin capai. Perempuan yang mulia (Ratu Saba) itu membuat pengakuan atas kesalahannya, dan dari seorang penyembah berhala-berhala kayu dan batu, beliau menjadi seorang abdi mukhlis Tuhan Yang Maha Esa.

Jadi tidak benar pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Sulaiman a.s. membuat istana khusus tersebut adalah untuk membuktikan kebenaran isu bahwa Ratu Saba yang sangat cantik itu memiliki betis yang penuh bulu, karena itu ia selalu mengenai jubah kebesaran yang menutup kakinya.

Laporan Tugas Intelijen Hud-hud

Dalam Bab sebelumnya telah dikemukakan laporan tugas intelijen Jenderal Hud-hud yang dikirim Nabi Sulaiman a.s. untuk mengumpulkan informasi mengenai keadaan kerajaan Saba, firman-Nya:

وَ تَفَقَّدَ الطَّیۡرَ فَقَالَ مَا لِیَ لَاۤ اَرَی الۡہُدۡہُدَ ۫ۖ اَمۡ کَانَ مِنَ الۡغَآئِبِیۡنَ ﴿۲۱ لَاُعَذِّبَنَّہٗ عَذَابًا شَدِیۡدًا اَوۡ لَاَاذۡبَحَنَّہٗۤ اَوۡ لَیَاۡتِیَنِّیۡ بِسُلۡطٰنٍ مُّبِیۡنٍ ﴿۲۲ فَمَکَثَ غَیۡرَ بَعِیۡدٍ فَقَالَ اَحَطۡتُّ بِمَا لَمۡ تُحِطۡ بِہٖ وَ جِئۡتُکَ مِنۡ سَبَاٍۭ بِنَبَاٍ یَّقِیۡنٍ ﴿۲۳

Dan ia (Sulaiman) memeriksa burung-burung itu, kemudian ia berkata: “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud? Ataukah ia sengaja tidak hadir? Niscaya aku akan menghu-kumnya dengan azab yang keras, atau niscaya aku akan menyembelihnya, atau ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.” Maka tidak lama ia menunggu Hud-hud pun datang dan berkata: “Aku telah mengetahui apa yang engkau belum mengetahuinya, dan aku datang kepada engkau dari negeri kaum Saba dengan kabar yang meyakinkan. (Al-Naml [27]:21-23).

Tafaqqada (ia memeriksa) diambil dari kata faqada, yakni ia kehilangan sesuatu, sesuatu itu tidak nampak, atau menjadi tidak nampak kepadanya. Tafaqqada-hu berarti ia mencari sesuatu dengan santai atau berulang-ulang karena sesuatu itu tidak nampak kepadanya, atau ia berusaha memperoleh pengetahuan tentang sesuatu itu (Mufradat). Agaknya Nabi Sulaiman a.s. telah memeriksa balatentaranya, dan Hud-hud, seorang pejabat negara yang penting — mungkin seorang jenderal — tidak hadir pada peristiwa penting itu. Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai laporan tugas intelijen Hud-hud:

اِنِّیۡ وَجَدۡتُّ امۡرَاَۃً تَمۡلِکُہُمۡ وَ اُوۡتِیَتۡ مِنۡ کُلِّ شَیۡءٍ وَّ لَہَا عَرۡشٌ عَظِیۡمٌ ﴿۲۴ وَجَدۡتُّہَا وَ قَوۡمَہَا یَسۡجُدُوۡنَ لِلشَّمۡسِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ زَیَّنَ لَہُمُ الشَّیۡطٰنُ اَعۡمَالَہُمۡ فَصَدَّہُمۡ عَنِ السَّبِیۡلِ فَہُمۡ لَا یَہۡتَدُوۡنَ ﴿ۙ۲۵ اَلَّا یَسۡجُدُوۡا لِلّٰہِ الَّذِیۡ یُخۡرِجُ الۡخَبۡءَ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ یَعۡلَمُ مَا تُخۡفُوۡنَ وَ مَا تُعۡلِنُوۡنَ ﴿۲۶ اَللّٰہُ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ٛ۲۶

“Aku mendapati di sana seorang perempuan memerintah atas mereka dan ia telah diberi segala sesuatu dan ia mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya bersujud kepada matahari selain Allah, dan syaitan telah menampakkan indah bagi mereka amal-amalnya, maka dia menghalangi mereka dari jalan yang benar sehingga mereka tidak mendapat petunjuk. Mereka tidak mau bersujud kepada Allah Yang mengeluarkan yang tersembunyi di seluruh langit dan bumi, dan yang Mengetahui apa-apa yang kamu sembunyikan dan apa-apa yang kamu zahirkan. Allah, tidak ada tuhan kecuali Dia, Tuhan ‘Arasy Yang Maha Agung.” (Al-Naml [27]:24-27).

Ayat ini menunjukkan bahwa Ratu Saba memerintah suatu bangsa yang sangat makmur, yang telah mencapai suatu taraf peradaban yang sangat tinggi, dan bahwa ia memiliki segala hal yang telah menjadikannya Ratu yang memiliki kekuasaan besar. Kaum Saba menyembah matahari dan bintang-bintang, satu kepercayaan yang mungkin sekali telah didatangkan ke Yaman dari Irak, yang dengan bangsa itu bangsa Yaman pernah berhubungan erat melalui jalan laut dan Teluk Persia. Firman-Nya:

لَقَدۡ کَانَ لِسَبَاٍ فِیۡ مَسۡکَنِہِمۡ اٰیَۃٌ ۚ جَنَّتٰنِ عَنۡ یَّمِیۡنٍ وَّ شِمَالٍ ۬ؕ کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لَہٗ ؕ بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ وَّ رَبٌّ غَفُوۡرٌ ﴿۱۶

Sungguh bagi kaum Saba' benar-benar terdapat satu Tanda besar di tanah air mereka, yaitu dua kebun di sebelah kanan dan di kiri sungai. Kami berfirman: Makanlah rezeki dari Tuhan-mu dan bersyukurlah kepada-Nya. Negeri yang indah dan Tuhan Maha Pengampun.” (Sabaa’ [34]:16).

Bendungan Raksasa “Al-Maa’arib”

Saba', sebagaimana tersebut dalam QS.27:23, adalah sebuah kota di negeri Yaman, terletak kira-kira 3 hari perjalanan dari Shan’a yang disebut juga Ma’arib. Kota ini sering disebut-sebut dalam kitab Taurat dan dalam kepustakaan Yunani, Romawi, dan Arab; lebih-lebih pula dalam prasasti-prasasti yang terdapat di Arabia Selatan. Bangsa Saba' adalah bangsa yang sangat makmur lagi berkebudayaan tinggi, dan kepadanya Allah Swt. telah menganugerahkan berlimpah-limpah kehidupan yang serba senang dan sentausa.

Seluruh negeri dijadikan subur sekali tanahnya dengan pembuatan bendungan-bendungan dan bangunan-bangunan irigasi lainnya serta sarat dengan kebun-kebun dan sungai-sungai. Dari antara bangunan-bangunan umum yang didirikan guna membantu pertanian, seperti pengempang-pengempang dan bendungan-bendungan yang paling tersohor, ialah bendungan Ma’arib (Encyclopaedia of Islam, Jilid IV, hlm. 16).

Tirmidzi menyebut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Farwah bin Malik, bahwa tatkala ditanya, adakah Saba' itu sebuah negeri ataukah seorang perempuan, konon Nabi Besar Muhammad saw.: “Itu bukan nama sebuah negeri atau pun nama seorang perempuan melainkan nama seorang laki-laki asal Yaman yang mempunyai 10 orang anak laki-laki, 6 di antaranya menetap terus di Yaman, sedang 4 orang selebihnya pergi ke Siria dan bermukim di sana.” (Taj-ul-‘Arus).

Macam-macam “Jannah”

Dengan demikian jelaslah bahwa Allah Swt. selain menyediakan “jannah-jannah” – yakni daerah-daerah subur secara alami -- contohnya adalah “jannah” tempat tinggal Nabi Adam a.s. dan kaumnya di Mesopotamia dan wilayah subur di aliran sungai Nil di Mesir -- juga Allah Swt. membuat “jannah-jannah” melalui upaya manusia, contohnya adalah “kebun-kebun subur” yang dibangun oleh kaum Saba’ yang letaknya di sebelah kanan dan kiri sungai-sungai yang mereka bendung. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:

اَعۡرَضُوۡا فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ ﴿۱۷ ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ بِمَا کَفَرُوۡا ؕ وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ اِلَّا الۡکَفُوۡرَ ﴿۱۸

Tetapi mereka itu berpaling maka Kami mengirimkan kepada mereka banjir dahsyat yang membinasakan. Dan Kami mengganti kedua kebun mereka itu dengan dua kebun yang berbuah buah-buahan pahit, pohon cemara dan sedikit pohon bidara. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena mereka tidak bersyukur. Dan tidaklah Kami membalas seperti itu kecuali kepada orang-orang yang sangat tidak bersyukur. (Sabaa’ [34:17-18).

‘Arim berarti suatu bendungan atau beberapa bendungan yang dibangun di lembah-lembah atau di alur-alur sungai berarus deras; atau sebuah sungai deras yang daya desak arus airnya tidak tetahankan; atau hujan lebat (Lexicon Lane). Suatu banjir hebat telah menyebabkan Bendungan Ma’arib, yang menjadi andalan bangsa Saba’ untuk kemakmuran mereka, roboh dan menggenangi seluruh wilayah sehingga menyebabkan kehancuran yang luas jangkauannya.

Sebuah negeri penuh dengan taman-taman asri, sungai-sungai dan bangunan-bangunan anggun yang artistik telah berubah menjadi belantara yang membentang luas. Bendungan itu kira-kira dua mil panjangnya dan 120 kaki tingginya. Bendungan itu hancur kira-kira pada abad pertama atau kedua sebelum Masehi (Palmer).

Ketika suatu bangsa berhasil mendayagunakan SDA (sumber daya alam) dan SDM (sumber daya manusia) yang dimilikinya, maka sesuai dengan Sunnatullah mengenai “orang yang bersyukur” (QS.14:8) – mereka akan meraih keberhasilan-keberhasilan duniawi lainnya dan akan membangun berbagai fasilitas kehidupan yang menyenangkan, sehingga kehidupannya di dunia bagikan dalam “surga”. Demikian juga halnya dengan bangsa Saba di zaman pemerintahan Ratu Saba, firman-Nya:

وَ جَعَلۡنَا بَیۡنَہُمۡ وَ بَیۡنَ الۡقُرَی الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا فِیۡہَا قُرًی ظَاہِرَۃً وَّ قَدَّرۡنَا فِیۡہَا السَّیۡرَ ؕ سِیۡرُوۡا فِیۡہَا لَیَالِیَ وَ اَیَّامًا اٰمِنِیۡنَ ﴿۱۹

Dan Kami telah menjadikan antara mereka dan antara kota-kota yang telah Kami berkati di dalamnya menjadi kota-kota yang berdekatan, dan telah Kami tetapkan perhentian perjalanan di antara kota-kota itu, Kami berfirman: Berjalanlah di dalamnya dengan aman malam dan siang.” (Sabaa’ [34]19).

Kata-kata, “Kota yang telah Kami beri berkat,” menunjuk kepada kota Palestina, (Yerusalem) tempat kedudukan pemerintahan Nabi Sulaiman a.s., yang dengan kota itu bangsa Saba' melangsungkan hubungan niaga dan mendatangkan kemakmuran.

Kata-kata, “Kami tetapkan perhentian perjalanan di antara kota-kota,” mengandung pengertian kota-kota yang terletak begitu berdekatan satu sama lain sehingga mudah sekali terlihat, atau kata-kata itu dapat pula berarti kota-kota terkemuka, dan menunjukkan bahwa jalan dari Yaman ke Palestina dan Siria sangat ramai dilalui orang, aman, dan berpenduduk cukup banyak. Menurut William Muir, pada waktu itu ada 70 tempat perhentian dari Hadramaut ke Ailah pada jalan dari Yaman ke Siria. Jalan itu ramai dilalui orang lagi aman, diapit di kedua belah tepinya oleh pohon-pohon rimbun.

Akibat Ketidakbersyukuran Kaum Saba

Namun sudah merupakan Sunnatullah pula apabila manusia dibuai dengan kesenangan hidup duniawi maka mereka akan menjalani kehidupan yang penuh ketidakbersyukuran atau kekufuran kepada Allah Swt., dan akibat dari ketidakbersyukuran (kekufuran) tersebut adalah turunnya azab Allah Swt., firman-Nya:

وَ اِذۡ تَاَذَّنَ رَبُّکُمۡ لَئِنۡ شَکَرۡتُمۡ لَاَزِیۡدَنَّکُمۡ وَ لَئِنۡ کَفَرۡتُمۡ اِنَّ عَذَابِیۡ لَشَدِیۡدٌ ﴿۸

Dan ingatlah ketika Tuhan engkau mengumumkan: ”Jika kamu benar-benar bersyukur niscaya akan Ku-limpahkan lebih banyak karunia kepadamu, tetapi jika kamu benar-benar tidak bersyukur sesungguhnya azab-Ku sungguh sangat keras.” (Ibrahim [14]:8).

Syukr (syukur) itu tiga macam: (1) Dengan hati atau pikiran, yaitu dengan satu pengertian yang tepat dalam hati mengenai manfaat yang diperolehnya; (2) Dengan lidah, yaitu dengan memuji-muji, menyanjung atau memuliakan orang yang berbuat kebaikan; dan (3) Dengan anggota-anggota badan, yaitu dengan membalas kebaikan yang diterima setimpal dengan jasa itu.

Syukr bersitumpu pada lima dasar: (a) kerendahan hati dari orang yang menyatakan syukur itu kepada dia yang kepadanya syukur itu dinyatakan, (b) kecintaan terhadapnya; (c) pengakuan mengenai jasa yang dia berikan, (d) sanjungan terhadapnya untuk itu; (e) tidak mempergunakan jasa itu dengan cara yang ia (orang yang telah memberikannya) tidak akan menyukainya. Itulah syukr dari pihak manusia.

Syukr dari pihak Allah Swt. ialah dengan mengampuni seseorang atau memujinya atau merasa puas terhadapnya, berkemauan baik untuknya atau senang kepadanya, dan oleh karena itu merasa perlu memberi imbalan atau mengganjarnya (Lexicon Lane). Kita hanya dapat benar-benar bersyukur kepada Allah Swt. bila kita mempergunakan segala pemberian-Nya dengan tepat.

Nampaknya kaum Saba’ – terutama setelah meninggalnya Ratu Saba’ -- menjadi kaum yang kembali lagi melakukan kemusyrikan atau melakukan kedurhakaan lainnya dalam keberhasilan duniawi mereka itu maka akibatnya Allah Swt. menimpakan azab kepada mereka, yaitu berupa hancurnya bendungan yang mereka bangun, khususnya bendungan Al-Ma’aarib, sehingga akibatnya kedua kebun subur yang berada di kanan kiri sungai-sungai mereka berubah menjadi kebun-kebun yang berbuah pahit karena menjadi hamparan pasir dan batu, demikian juga situasi kehidupan pun menjadi sulit dan tidak aman, firman-Nya:

فَاَعۡرَضُوۡا فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ ﴿۱۷ ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ بِمَا کَفَرُوۡا ؕ وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ اِلَّا الۡکَفُوۡرَ ﴿۱۸

Tetapi mereka itu berpaling maka Kami mengirimkan kepada mereka banjir dahsyat yang membinasakan. Dan Kami mengganti kedua kebun mereka itu dengan dua kebun yang berbuah buah-buahan pahit, pohon cemara dan sedikit pohon bidara. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena mereka tidak bersyukur. Dan tidaklah Kami membalas seperti itu kecuali kepada orang-orang yang sangat tidak bersyukur. (Sabaa’ [34:17-18).

Pada hakikatnya mengisyaratkan kepada kenyataan itu pulalah firman-Nya berikut ini:

فَقَالُوۡا رَبَّنَا بٰعِدۡ بَیۡنَ اَسۡفَارِنَا وَ ظَلَمُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ فَجَعَلۡنٰہُمۡ اَحَادِیۡثَ وَ مَزَّقۡنٰہُمۡ کُلَّ مُمَزَّقٍ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ لِّکُلِّ صَبَّارٍ شَکُوۡرٍ ﴿۲۰

Lalu mereka berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak di antara perjalanan kami,” dan mereka menzalimi diri sendiri maka Kami menjadikan mereka buah mulut (cerita) dan Kami menghancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sesungguhnya da-lam hal yang demikian itu benar-benar terdapat Tanda-tanda bagi setiap orang yang bersabar dan bersyukur. (Sabaa’ [34]:20).

Kata-kata yang diletakkan dalam mulut orang-orang Saba' itu sesungguhnya menggambarkan keadaan mereka yang sebenarnya, ketika mereka membangkang dan mengingkari perintah-perintah Allah Swt, dan sebagai akibatnya mereka jadi binasa. Jalan yang tadinya makmur dan ramai dilalui orang, kini menjadi sunyi senyap. Kata-kata “Jauhkanlah jarak di antara perjalanan kami,” berarti, bahwa sebab banyak kota di sepanjang jalan yang menjadi puing-puing akibat banjir dahsyat, sehingga jarak di antara satu perhentian dengan perhentian lainnya menjadi lebih jauh dan kurang aman. Orang-orang Saba' menjadi hancur sama sekali sehingga tiada tanda atau bekas yang ditinggalkan mereka. Mereka itu hanya menjadi bahan ceritera belaka bagi para juru dongeng.

Jadi, walau pun benar bahwa keberhasilan duniawi kaum Saba’ pun pada dasarnya sebagai buah (akibat) dari kebersyukuran mereka -- yakni mereka mendayagunakan seluruh SDA dan SDM yang mereka miliki sesuai dengan hukum-hukum Allah Swt. -- namun kebersyukuran mereka dari segi duniawi tersebut tidak disertai dengan kebersyukuran secara ruhani yakni mentaati dan mengamalkan petunjuk Allah Swt. dan Rasul-Nya, bahkan mereka berlaku sebaliknya, maka akibat ketidakbersyukuran tersebut adalah turunnya bala bencana dan azab Allah Swt., yang membuktikan bahwa “jannah-jannah” yang ada di dunia ini tidak abadi seperti halnya “jannah-jannah” di alam akhirat yang disediakan Allah Swt. bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, firman-Nya:

وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿۲۶

Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:26).

(Bersambung)

Rujukan:

The Holy Quran, editor Malik Ghulam Farid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar